
Oleh: Abu Ghazi
Pemerhati Politik Global
Presiden Prabowo Subianto kembali mencuri perhatian publik dengan pernyataannya yang kontroversial: Indonesia siap mengevakuasi warga Gaza yang menjadi korban agresi militer ke tanah air. Di tengah penderitaan yang terus berlangsung di Palestina, gagasan ini sekilas tampak mulia dan heroik. Namun jika dicermati lebih dalam, wacana ini menyimpan banyak tanda tanya dan bisa menjadi bumerang baik dalam konteks diplomatik, sosial, maupun politik dalam negeri.
Retorika Kemanusiaan dan Risiko Diplomatik
Prabowo mengutip semangat kemanusiaan dan amanat konstitusi sebagai dasar dari wacana evakuasi ini. Namun realitas geopolitik Gaza jauh dari sederhana. Gaza adalah wilayah yang dikepung ketat oleh entitas penjajah Israel, baik dari darat, laut, maupun udara. Sementara akses masuk dan keluar dikontrol ketat oleh Israel dan Mesir. Tanpa koordinasi diplomatik yang matang, gagasan evakuasi ini akan jatuh ke ranah retorika semata, utopis dan tidak realistis.
Apakah Indonesia sudah menjalin kesepakatan dengan Mesir, Israel, atau otoritas terkait? Jika belum, maka ini bukan solusi, melainkan ilusi. Bahkan negara-negara Arab sendiri, yang memiliki kedekatan historis dan budaya dengan Palestina, enggan membuka pintu secara massal bagi para pengungsi Gaza. Maka wajar jika publik mempertanyakan: untuk siapa dan demi siapa gagasan ini dilontarkan?
Kritik MUI: Jangan Jadi Bagian dari Strategi Pengosongan Gaza
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, secara tegas menolak gagasan relokasi warga Gaza. Menurutnya, ini bisa menjadi bagian dari strategi licik pengusiran halus oleh Israel dan membuka peluang mereka untuk menguasai sepenuhnya wilayah Gaza yang ditinggalkan penduduknya. Dalam kacamata hukum internasional, praktik semacam ini bisa dikategorikan sebagai genosida.
Hal senada ditegaskan Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan. Dalam pertemuan Kelompok Kontak Gaza pada 11 April 2025, Fidan menegaskan bahwa tidak ada rencana pemindahan warga Palestina dari Gaza. Yang paling penting saat ini adalah mendesak gencatan senjata permanen. "Kami menolak rencana apa pun yang memaksa warga Palestina meninggalkan tanah air mereka," tegasnya.
Bukan Evakuasi, Tapi Kirimkan Tentara!
Lebih dari itu, gagasan evakuasi sejatinya hanya memindahkan korban, bukan menghentikan penjajah. Realitasnya, yang dibutuhkan oleh Palestina hari ini bukanlah negara-negara yang menawarkan tempat perlindungan sementara, tetapi kekuatan riil yang bisa menghentikan agresi biadab entitas Yahudi.
Firman Allah ﷻ sangat jelas:
وَاقْتُلُوْهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوْهُمْ وَاَخْرِجُوْهُمْ مِّنْ حَيْثُ اَخْرَجُوْكُمْ
“Bunuhlah mereka (yang memerangimu) di mana pun kamu jumpai dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusirmu.” (QS. Al-Baqarah: 191)
Sudah seharusnya para pemimpin negeri-negeri Muslim mengirimkan pasukan untuk membela rakyat Palestina, bukan sekadar menggelar konferensi atau bersilat lidah dalam forum-forum internasional yang tak punya taring. Kemanusiaan tanpa keberanian adalah kelemahan, dan keberanian tanpa tindakan nyata adalah omong kosong.
Khilafah: Solusi Sejati untuk Palestina
Umat Islam tidak boleh terus menerus menjadi penonton dalam tragedi kemanusiaan yang menimpa saudara mereka. Sejarah membuktikan bahwa hanya dengan adanya Khilafah, umat Islam memiliki pelindung sejati yang mampu mengerahkan kekuatan militer untuk membebaskan wilayah yang dijajah.
فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ اُوْلٰىهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَّنَآ اُولِيْ بَأْسٍ شَدِيْدٍ فَجَاسُوْا خِلٰلَ الدِّيَارِۗ وَكَانَ وَعْدًا مَّفْعُوْلًا
“Jika datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami mendatangkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang perkasa. Lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” (QS. Al-Isra’: 5)
Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang mempersatukan umat, menyatukan potensi militer negeri-negeri Muslim, dan menjadikan pembebasan wilayah terjajah sebagai tanggung jawab langsung negara. Dalam naungan Khilafah, akan lahir kembali pemimpin-pemimpin seperti Shalahuddin Al-Ayyubi yang membebaskan Baitulmaqdis dengan kekuatan dan ketakwaan, bukan dengan diplomasi kosong.
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاۤءِ وَالْوِلْدَانِ
“Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak...” (QS. An-Nisa: 75)
Rasulullah ﷺ bersabda:
المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لا يَظْلِمُهُ، وَلا يُسْلِمُهُ. وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ، كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak (pula) menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa melepaskan satu kesusahan seorang Muslim, maka Allah akan melepaskan satu kesusahannya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 2442, dan Muslim no. 2580)
Saatnya Umat Bangkit
Wacana evakuasi warga Gaza bukan hanya tidak menyelesaikan masalah, tapi juga berpotensi menjadi bagian dari agenda penjajahan. Palestina tidak butuh pelarian, tetapi pembebasan. Umat Islam harus sadar bahwa solusi atas penjajahan tidak terletak pada lembaga internasional atau bantuan kemanusiaan belaka, melainkan pada bangkitnya kembali kepemimpinan Islam sejati.
Tegaknya Khilafah adalah satu-satunya jalan untuk membebaskan Palestina dan negeri-negeri Muslim lainnya dari cengkeraman penjajahan. Kini saatnya umat bersatu, menyadari kemuliaan ajaran Islam, dan berjuang untuk mengangkat kembali panji Islam yang akan menjadi pelindung seluruh kaum Muslimin di dunia.
Wallahu a'lam bishawab.
0 Komentar