
Oleh: Ummu Hafidz
Penulis Lepas
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul tengah mempersiapkan program Sekolah Rakyat, salah satunya akan dibuka di wilayah Jawa Tengah.
“Sekarang sudah berjalan, kurang tiga bulan lagi kita akan buka. Memang ini sangat cepat, jadi persiapannya juga harus lembur terus,” ujar Mensos dalam keterangan resminya, dilansir dari Kompas.com, Rabu (12/03/2025).
Sekolah Rakyat untuk Mengentaskan Kemiskinan?
Sekolah Rakyat ini ditujukan khusus bagi anak-anak berprestasi yang berasal dari keluarga miskin dan sangat miskin. Dalam skala ekonomi, masuk dalam kategori desil 1 (sangat miskin) dan desil 2 (miskin). Nantinya, saat pendaftaran, jika calon siswa masuk kategori tersebut, maka akan diterima di Sekolah Rakyat.
Namun, bukankah hal ini justru bisa menimbulkan masalah baru, yakni kesenjangan sosial? Karena akan tercipta perbedaan nyata antara sekolah untuk orang miskin dan sekolah untuk orang kaya.
Memang, masih banyak anak-anak kurang mampu yang putus sekolah karena biaya pendidikan saat ini tidaklah murah. Sementara untuk sekadar makan dan bertahan hidup saja, orang tua harus bekerja sangat keras bahkan sampai berutang demi mencukupi kebutuhan harian.
Meskipun pemerintah telah menetapkan bahwa sekolah tidak boleh memungut biaya dari wali murid, pada kenyataannya hal itu masih sering terjadi. Hanya saja, praktik tersebut dibungkus dalam bentuk “sumbangan” dengan jumlah yang telah ditentukan oleh pihak komite sekolah.
Menurut keterangan Menteri Sosial, dari 200 Sekolah Rakyat yang direncanakan, 100 akan dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), sementara 100 lainnya dibiayai melalui bantuan dari berbagai pihak.
Daripada menggelontorkan dana sebesar itu untuk mendirikan Sekolah Rakyat, bukankah lebih baik jika pemerintah menindak tegas oknum yang melakukan pungutan liar di sekolah? Dengan begitu, program pendidikan gratis dari pemerintah benar-benar bisa dirasakan di lapangan. Wali murid tidak lagi terbebani biaya pendidikan, dan anak-anak bisa bersekolah tanpa khawatir. Sisa dana pun bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih mendesak.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak sekolah yang menargetkan sumbangan tahunan, ditambah biaya untuk buku, seragam, proyek P5, study tour, dan agenda luar kelas lainnya yang semuanya dibebankan kepada wali murid. Sekolah Rakyat diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan di Jawa Tengah, namun bagaimana mungkin program ini berhasil jika sekolah-sekolah yang sudah ada saja masih dipenuhi pungli?
Kemiskinan Bukan Takdir
Kemiskinan di Indonesia bukanlah murni takdir atau kondisi sejak lahir. Kita memiliki tanah yang subur dan sumber daya alam yang melimpah, mulai dari tambang, emas, batu bara, minyak, hingga air. Lalu, mengapa rakyat masih terjerumus dalam jurang kemiskinan?
Sebabnya adalah sistem kapitalis sekuler yang diadopsi oleh negara ini, di mana kebebasan diagung-agungkan. Siapa yang memiliki uang, dia bebas berbicara, berperilaku, bahkan membeli apa pun, termasuk pulau.
Sumber daya alam dikuasai oleh oligarki, yakni para pemilik modal, yang mayoritas adalah asing. Sementara rakyat pribumi yang menempuh pendidikan bertahun-tahun justru hanya bisa melamar pekerjaan sebagai buruh. Bahkan kini jumlah pengangguran meningkat karena gelombang PHK massal.
Kapitalisme sekuler memandang kebahagiaan sebagai pencapaian materi. Tujuan hidup mereka adalah meraih uang sebanyak-banyaknya. Pemikiran inilah yang merusak masyarakat, mendorong mereka untuk menempuh segala cara demi mendapatkan uang, termasuk melakukan pungli.
Kapitalisme berpijak pada akidah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga umat Islam tidak lagi mengenal syariatnya. Islam hanya dibolehkan dalam urusan ibadah seperti salat, puasa, zakat, dan haji. Namun dalam aspek lain, syariat Islam tidak boleh diterapkan.
Islam, Solusi yang Sesungguhnya
Islam mengatur segala aspek kehidupan, termasuk kepemilikan umum. Rasulullah ﷺ bersabda:
المسلمون شركاء في ثلاث: في الماء، والكلأ، والنار
Artinya: “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud No. 3477, Ibnu Majah No. 2472, dan Ahmad No. 20028 – dinilai sahih oleh sebagian ulama).
Makna Hadis:
- Air: Sumber air seperti sungai dan sumur umum tidak boleh dimonopoli karena harus bisa diakses oleh semua.
- Padang rumput: Tanah atau hutan yang digunakan untuk menggembala tidak boleh dikuasai individu atau kelompok tertentu.
- Api: Sumber energi seperti kayu bakar dan bahan bakar lainnya harus bisa dimanfaatkan secara umum.
Dalam Islam, sumber daya alam adalah milik umat. Negara hanya boleh mengelolanya, dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. Inilah yang dilakukan Rasulullah ﷺ ketika memimpin negara, menggunakan aturan dari Sang Pencipta, bukan buatan manusia yang lemah dan terbatas.
Islam juga mengatur urusan politik, ekonomi, dan kenegaraan. Dalam sistem Islam, negara wajib menjamin pendidikan rakyatnya. Pendidikan benar-benar digratiskan tanpa biaya sedikit pun bagi wali murid.
Negara juga harus menjadi perisai bagi rakyatnya. Negara bertanggung jawab dalam mencarikan pekerjaan untuk para kepala keluarga. Sementara bagi yatim piatu, janda, dan lansia miskin yang tidak memiliki penanggung nafkah, negara akan menanggung seluruh kebutuhan mereka.
Masalah kemiskinan bukan hanya soal rendahnya pendidikan, tapi akar sesungguhnya adalah sistem. Maka, satu-satunya jalan keluar adalah mengganti sistem saat ini dengan sistem Islam yang telah terbukti selama lebih dari 1.300 tahun, Daulah Islam mampu menyejahterakan umatnya. Dengan menerapkan sistem buatan Sang Pencipta, kemiskinan di negeri ini akan teratasi.
Wallahu a’lam bish-shawab.
0 Komentar