REMAJA INDONESIA DARURAT SEKS BEBAS: FAKTA, AKAR MASALAH, DAN SOLUSINYA


Oleh: Abu Ghazi
Aktivis Dakwah

Bak disambar petir di siang bolong. Begitulah perasaan banyak orang tua dan pendidik ketika mendengar realita suram remaja Indonesia hari ini. Betapa tidak, sebuah data mengejutkan mengungkap bahwa 74% remaja pria dan 59% remaja wanita di Indonesia telah melakukan hubungan seksual pranikah, dengan usia pertama kali melakukannya berkisar antara 15 hingga 19 tahun (Kemenko PMK). Fakta ini tak hanya mencoreng moralitas generasi muda, tapi juga menandai potret suram masa depan bangsa jika tidak segera diatasi.


Dampak Mengerikan Pergaulan Bebas

Seks bebas bukan sekadar urusan pribadi. Ia membawa dampak sistemik dan luas:
  • Lonjakan Penyakit Menular Seksual (PMS). Kini, ada sekitar 100.000 orang pengidap HIV yang belum terdeteksi, dari total 526.841 kasus. Ini berarti ada ratusan ribu potensi penularan HIV yang mengintai masyarakat (Kemenkes RI).
  • Hamil di Luar Nikah dan Aborsi. Seks bebas telah membawa jutaan remaja pada kehamilan tidak diinginkan. Berdasarkan studi Guttmacher Institute, terjadi 2,5 juta kasus aborsi tiap tahun di Indonesia, dan 1,5 juta di antaranya dilakukan oleh remaja. Penelitian Nurhafni (2022) mengungkap bahwa 95% dari 405 kasus kehamilan tak direncanakan terjadi pada remaja usia 15–25 tahun.
  • Kematian Akibat Aborsi. Tak sedikit dari aborsi ilegal berujung kematian. Banyak remaja dipaksa melakukan tindakan ini karena tekanan keluarga atau pasangan, dan kehilangan nyawa dalam prosesnya.


Sekularisme dan Liberalisme Sumber Masalahnya

Mengapa seks bebas begitu marak? Jawabannya tidak sesederhana karena "rasa ingin tahu remaja" atau "kurang edukasi". Akar dari semuanya adalah sistem kehidupan sekular-liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Nilai-nilai Islam tak lagi dijadikan dasar dalam berperilaku. Kehidupan remaja dibiarkan mengalir tanpa kontrol agama, sementara media dan budaya populer gencar menyuntikkan racun pornografi dan kebebasan seksual.

Faktor Turunan yang Menyuburkan Seks Bebas:
  • Pendidikan tanpa ketakwaan. Kurikulum sekolah tidak membekali siswa dengan pemahaman Islam tentang pergaulan. Tidak diajarkan batas aurat, larangan khalwat, atau bahaya zina.
  • Media yang merusak. Film, musik, game, hingga media sosial dijejali konten seksual eksplisit. Ajang-ajang seperti Miss Universe hingga kampanye LGBTQ semakin menormalisasi perilaku menyimpang.
  • Keluarga tanpa pondasi agama. Banyak keluarga tidak menjadi benteng moral. Orangtua jarang mendidik anak secara Islami, dan membiarkan anak mereka bebas berinteraksi tanpa batas.
  • Negara abai terhadap perlindungan moral rakyatnya. Negara belum menjalankan fungsinya untuk membuat aturan pergaulan sesuai syariah dan menjatuhkan sanksi tegas bagi pelanggar.


Islam Mencegah Sebelum Terlambat

Islam bukan hanya agama, tetapi sistem hidup yang mampu melindungi remaja dari seks bebas sejak dari akar. Berikut ini adalah mekanisme pencegahan dan penangulangan problematika seks bebas di kalangan remaja:

1. Pendidikan Berbasis Syariah
Islam menyiapkan remaja untuk memikul tanggung jawab syar’i setelah balig. Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) harus membahas:
  • Hukum pacaran, zina, dan aurat;
  • Adab bergaul antara laki-laki dan perempuan;
  • Pentingnya menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan.

Allah ﷻ berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS Al-Isra [17]: 32)

2. Pernikahan Dini yang Didorong dan Dimudahkan
Pernikahan bukan beban, tapi solusi. Rasulullah ﷺ bersabda:

وَلَٰكِنِّي أُصَلِّي وَأَنَامُ، وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Namun, aku shalat, tidur, puasa, berbuka dan menikahi wanita-wanita. Siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku.” (HR. Bukhari no. 5063, Muslim no. 1401)

Negara wajib menyediakan pendidikan kesiapan menikah dan mempermudah prosesnya. Dengan ini, hasrat seksual yang alami tersalurkan secara halal dan terhormat.

3. Media yang Edukatif dan Islami
Media harus dikembalikan pada fungsi edukatif. Tayangan pornografi, kampanye LGBT, dan konten amoral lainnya harus dilarang. Jika melanggar, harus dikenakan sanksi tegas. Media harus membantu menanamkan nilai takwa, bukan menjerumuskan generasi.

4. Pendidikan Keluarga Berbasis Islam
Keluarga adalah sekolah pertama. Orangtua wajib:
  • Menanamkan aqidah dan akhlak sejak dini;
  • Memberikan pemahaman tentang batasan pergaulan;
  • Mengawasi dan menjadi teladan dalam perilaku.

Allah ﷻ berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا
"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka." (QS. At-Tahrim [66]: 6)

5. Negara Penegak Syariah
Negara harus menegakkan aturan pergaulan dan menjatuhkan sanksi tegas, diantaranya:
  • Pezina belum menikah: 100 cambukan dan pengasingan 1 tahun (QS. An-Nur [24]: 2);
  • Pezina sudah menikah: rajam sampai mati;
  • Pelaku atau fasilitator zina: penjara dan cambukan sesuai dengan berat pelanggaran.

Sanksi ini bukan untuk menyiksa, tetapi menjaga masyarakat dari kehancuran moral.


Saatnya Kembali ke Syariah Secara Kaffah

Tidak ada solusi tuntas atas maraknya seks bebas di kalangan remaja bahkan orang tua selain penerapan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. Islam tidak hanya menyuruh, tapi juga menyiapkan sistem pelindung: dari pendidikan, media, keluarga, hingga negara.

Seks bebas bukanlah jalan menuju kebebasan, tapi gerbang menuju kehancuran individu dan bangsa. Saatnya kita kembali kepada Islam sebagai jalan keselamatan di dunia dan akhirat.

Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar