
Oleh: Tety Kurniawati
Penulis Lepas
Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan temuan serius dari dua lembaga pengawas utama yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sebanyak sembilan produk pangan olahan yang selama ini beredar di pasaran diketahui mengandung unsur babi, padahal tujuh di antaranya telah mengantongi sertifikat halal.
Pengungkapan ini berawal dari pengujian laboratorium yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menggunakan metode deteksi DNA dan peptida spesifik untuk mengidentifikasi kandungan babi atau porcine (serambinews.com, 22-04-2025).
Sanksi Terhadap Produk Bermasalah
Sembilan produk yang terindikasi mengandung babi, dipastikan seluruhnya berasal dari produsen luar negeri. Produk bermasalah tersebut berasal dari China dan Filipina. Seluruh Produk teridentifikasi sebagai makanan jenis jajanan yang biasa dikonsumsi anak-anak.
Sanksi terhadap tujuh produk bermasalah yang telah mengantongi sertifikasi halal berupa penarikan dari peredaran. Hal ini berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Sementara bagi dua produk yang belum bersertifikasi halal. BPOM menilai keduanya tidak memberikan data yang akurat pada proses registrasi. Konsekuensinya, BPOM memberi peringatan dan instruksi pada produsen untuk menarik produk dari pasaran. Penerapan sanksi tersebut merujuk pada Undang-undang nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 terkait label dan iklan pangan.
Ajang Bisnis Sekuler Liberal
Terungkapnya kasus ini menjadi bukti lemahnya sistem pengawasan dalam proses sertifikasi dan distribusi produk halal di negeri tercinta. Sertifikasi halal yang mestinya menjadi rujukan dalam memilah produk yang beredar dipasaran terbukti tidak akurat memastikan produk memenuhi kaidah halal. Bahkan hal ini sangat meresahkan, karena rawan penyelewengan yang merugikan kesehatan dan ketaatan masyarakat luas pada syariat Islam. Wajar jika kepercayaan publik susah dipertahankan.
Negara dinilai gagal memenuhi kebutuhan umat. Alih-alih memastikan sertifikat halal memudahkan masyarakat memilih produk pangan yang terjaga dari keharaman. Negara justru gencar mempromosikan wajibnya UMKM bersertifikat halal, demi menembus pasar global. Berbagai kemudahan ditawarkan agar pemilik usaha mengantongi sertifikat halal. Meski melalui prosedur self declare yang sekedar memposisikan label halal untuk mendongkrak penjualan.
Semua terjadi tidak terlepas dari sistem yang diterapkan saat ini. Sistem sekuler kapitalisme dengan asas liberalnya, meniscayakan seluruh kebijakan yang diambil negara bukan berdasarkan standar halal-haram. Melainkan berfokus pada potensi keuntungan yang dihasilkan. Alhasil, produk haram kian marak di pasaran.
Sistem sekuler kapitalisme berpotensi pula melahirkan pengusaha yang cenderung berorientasi materi semata. Maka sertifikasi halal bagi mereka tak ubahnya ajang bisnis menguntungkan atas mayoritas konsumen muslim yang ada. Situasi ini berperan memunculkan motif dalam upaya manipulasi kehalalan produk yang dipasarkan oleh para pengusaha. Mulai dari penggantian bahan baku produk pasca proses sertifikasi usai, upaya menyembunyikan bahan-bahan yang memiliki titik kritis keharaman, maupun melakukan kerjasama manipulasi dengan pihak internal yang berwenang dalam penerbitan sertifikat halal.
Jaminan Pangan Halal dalam Islam
Islam menetapkan bahwa negara memiliki fungsi sebagai pengatur dan pelindung umat. Hal ini yang mewajibkan negara untuk menjamin ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan pangan halal hingga level individu per individu. Akidah Islam menghadirkan para pemimpin yang berhukum dengan syariat secara kaffah. Konsekuensinya jaminan pangan halal menjadi prioritas yang wajib dilakukan oleh khilafah.
Standar halal-haram produk pangan wajib bersandar pada kitabullah dan sunnah. Baik dari sisi bahan, prosesi, hingga penamaan produk dipastikan tidak terjadi pelanggaran syariat. Mekanisme praktisnya dapat berupa sertifikasi halal maupun prosedur lain yang ditetapkan oleh Khalifah lewat pengkajian mendalam guna menjamin pengawasan pangan halal yang efektif dan efisien.
Penerapan jaminan produk halal juga didukung oleh aktivasi tiga pilar:
- Pertama, ketakwaan individu yang menjadi kontrol internal individu agar terhindar dari tindak kemaksiatan. Berupa aktivitas menjual, mengedarkan, memproduksi dan mengkonsumsi produk pangan haram.
- Kedua, adanya kontrol masyarakat yang memastikan deteksi dini tindak kemaksiatan, khususnya peredaran produk pangan haram.
- Ketiga, penerapan sanksi hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara.
Wallahu a'lam bishawwab.
0 Komentar