
Oleh: Zaid Al-Fatih
Penulis Lepas
Ketika rakyat Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan, diburu peluru, diledakkan hidup-hidup oleh bom, dan terkubur di bawah reruntuhan rumah mereka sendiri, Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto justru terlihat sumringah, berkeliling Akademi Militer Mesir sambil menyaksikan parade pasukan dan arena pacuan kuda. Ini bukan ironi biasa, ini adalah penghinaan terang-terangan terhadap luka umat Islam dan tragedi Palestina.
Alih-alih membahas solusi nyata dan strategis untuk membela Gaza yang berdarah, yang dilakukan Prabowo dan El-Sisi hanyalah menampilkan kedekatan diplomatik, saling memberi cendera mata, dan berpose di depan gedung-gedung megah militer. Padahal, Akademi Militer Mesir semestinya bukan hanya menjadi tempat pamer bangunan dan parade, melainkan wadah mencetak tentara yang membela kehormatan umat, termasuk tanah suci Palestina.
Lebih menyakitkan lagi, Prabowo justru dikenal sebagai sosok yang mendorong opsi evakuasi warga Gaza ke Indonesia. Ini bukan hanya langkah absurd, tapi juga bentuk pengkhianatan atas semangat perjuangan rakyat Palestina. Evakuasi berarti penyerahan tanah suci itu ke tangan Zionis Israel. Prabowo seolah lupa, bahwa tanah Palestina selama ini dijaga oleh darah, air mata, dan nyawa warganya yang lebih memilih mati syahid daripada meninggalkan tanah mereka.
Ke mana prinsip konstitusi yang menegaskan bahwa Indonesia turut serta menjaga perdamaian dunia? Bukankah mengusir penjajah adalah bagian dari itu? Tapi nyatanya, alih-alih mengirim bantuan militer atau dukungan strategis, Prabowo justru memilih mengulurkan tangan kepada korban untuk ditarik keluar, bukan membantu mereka menegakkan kepala dan bertahan melawan penjajahan.
Dan El-Sisi? Ia bahkan lebih parah. Pemimpin negeri yang berbatasan langsung dengan Gaza ini lebih sibuk merajut hubungan hangat dengan pemimpin-pemimpin dunia yang mendukung Zionis. Ia punya kekuatan militer terbesar di dunia Arab, punya perbatasan langsung dengan Gaza, dan punya segala kapasitas untuk membuka blokade atau menekan Israel secara langsung. Tapi ia memilih jalan pengecut. Diam. Berpura-pura tak melihat genosida yang terjadi hanya beberapa kilometer dari tempat ia menyantap hidangan siang bersama Prabowo.
Apa arti parade militer dan senjata canggih jika tidak digunakan untuk membela umat yang dizalimi? Untuk apa semua kehangatan diplomatik dan kerjasama pertahanan jika tak satupun peluru diarahkan untuk menghentikan kezaliman?
El-Sisi telah mempermalukan Mesir. Negeri para Nabi itu kini menjadi saksi bisu kebusukan para pemimpinnya. Tempat di mana dahulu Nabi Musa berjuang melawan tirani, kini dipimpin oleh pemimpin yang tunduk pada tirani modern: Zionisme.
Dan Prabowo, alih-alih menjadi harapan baru bagi umat Islam, justru memilih mengekor Amerika dan menyetujui solusi dua negara, sebuah jebakan politik yang sejak lama digunakan untuk mematikan perjuangan pembebasan Palestina.
Wahai kaum Muslimin, tidakkah kita sadar? Palestina tidak akan bebas oleh diplomasi kosong dan foto bersama. Palestina akan bebas seperti dulu Umar bin Khattab dan Sholahuddin al-Ayyubi membebaskannya: dengan kekuatan militer umat Islam, dengan keberanian, dan dengan keberpihakan total kepada Islam dan kaum tertindas.
Dan itu hanya mungkin jika kaum Muslimin memiliki kekuasaan sejati dalam bentuk Khilafah. Hanya Khilafah yang akan menggerakkan tentara kaum Muslimin bukan untuk parade, tapi untuk jihad membebaskan negeri-negeri Islam yang dijajah, termasuk Palestina.
Khilafah bukan utopia. Ia adalah janji Rasulullah ﷺ yang akan kembali. Maka tugas kita adalah menyiapkan kebangkitannya, agar darah para syuhada Palestina tak mengering sia-sia, dan agar Islam kembali jaya memimpin dunia dengan keadilan dan kemuliaan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian.” Beliau kemudian diam. (HR Ahmad dan Al-Bazar).
0 Komentar