
Oleh: Intan A.L
Ibu Rumah Tangga
Serangan Israel terhadap Gaza selama bulan Ramadan 2025 kembali menyoroti penderitaan rakyat Palestina yang tiada akhir. Serangan ini mengakibatkan lebih dari 400 warga Palestina tewas dan ratusan ribu lainnya mengungsi. Situasi ini diperparah dengan blokade pasokan listrik dan makanan oleh Israel, yang dikategorikan sebagai kejahatan perang oleh Hamas. (CNBC Indonesia.com, 19/3/2025)
Konflik berkepanjangan di Palestina bukan hanya akibat serangan militer semata, tetapi juga karena ketiadaan kepemimpinan Islam yang mampu melindungi umat dari agresi musuh. Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebab pelanggaran perang di Palestina serta solusi mendasarnya.
Adapun penyebab pelanggaran perang yang berulang, di antaranya:
Pertama, pendudukan berkelanjutan. Israel terus memperluas wilayah pendudukannya di Palestina, termasuk di Yerusalem Timur dan Tepi Barat. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahkan secara terbuka menyatakan bahwa salah satu tujuan serangan ke Gaza adalah untuk menaklukkan wilayah Palestina.
Kedua, kegagalan diplomasi internasional. Upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata di Palestina sering kali gagal atau tidak bertahan lama. Misalnya, pada Maret 2025, kesepakatan gencatan senjata yang telah berlangsung selama hampir dua bulan tiba-tiba dilanggar oleh Israel dengan alasan bahwa Hamas tidak memenuhi persyaratan sebelumnya.
Sikap Israel sejak awal tidak dapat dipercaya. Namun, karena minimnya dukungan politik dari dunia Islam, para mujahidin tidak memiliki banyak pilihan selain bertahan dengan sumber daya yang terbatas.
Ketiga, krisis kemanusiaan yang memburuk. Blokade dan serangan berulang menyebabkan kondisi kemanusiaan di Gaza semakin parah. Menurut laporan Kompas TV (21/03/25), blokade pasokan listrik dan makanan oleh Israel telah memperburuk situasi di Palestina.
Faktor utama yang membuat konflik ini terus berlangsung adalah ketiadaan kepemimpinan Islam, yaitu seorang khalifah yang berfungsi sebagai perisai umat Islam dari agresi musuh.
Tegaknya Kepemimpinan Islam
Untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Palestina, diperlukan solusi yang mendasar dan berkelanjutan. Salah satu langkah yang diyakini dapat membawa perubahan signifikan adalah tegaknya kepemimpinan Islam yang kuat dan bersatu.
Berikut adalah tiga aspek utama yang perlu diwujudkan:
Pertama, persatuan umat Islam. Umat Islam di seluruh dunia harus bersatu dalam membela Palestina. Dengan persatuan ini, posisi diplomatik umat Islam akan semakin kuat sehingga dapat memberikan tekanan internasional terhadap Israel untuk menghentikan pendudukannya.
Kedua, penerapan syariat Islam dalam sistem khilafah. Khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam dapat menyatukan umat Islam di bawah satu kepemimpinan yang menerapkan syariat secara menyeluruh.
Khalifah dapat menyeru umat Islam untuk bersatu dalam perjuangan membebaskan Palestina. Lalu menggunakan kekuatan militer dan diplomasi dalam menghadapi penjajahan Israel. Di sisi lain hal ini dapat memobilisasi sumber daya umat Islam agar tidak hanya membantu Palestina dari segi kemanusiaan, tetapi juga dari sisi politik dan militer.
Ketiga, mobilisasi militer untuk melindungi Palestina. Kepemimpinan Islam yang kuat memiliki kapasitas militer yang cukup untuk melindungi wilayah-wilayah muslim yang dijajah, termasuk Palestina, Suriah, dan wilayah lain yang tertindas.
Langkah ini diperlukan untuk menghadapi agresi, pendudukan, dan penjajahan yang terus dilakukan oleh musuh-musuh Islam.
Tanpa kepemimpinan Islam yang tegak dan bersatu, penderitaan rakyat Palestina akan terus berulang. Dunia Islam membutuhkan perubahan struktural yang signifikan dalam tatanan politik dan persatuan umat agar Palestina dapat dibebaskan dari penjajahan Israel.
Hanya dengan tegaknya sistem khilafah, umat Islam dapat bersatu dalam satu komando dan memberikan solusi nyata bagi kebebasan Palestina.
Wallāhu a'lam bishshawwab
0 Komentar