KENAIKAN HARGA YANG BERSIFAT SISTEMIS


Oleh: Nani Sumarni
Aktivis Dakwah

Di awal Ramadan 2025, masyarakat kembali dikagetkan dengan berbagai macam kenaikan bahan pangan di antaranya cabai merah rawit. Harga cabai ini mengalami kenaikan yang signifikan dengan diiringi bahan pokok lainnya.

Sebagaimana dikutip dari ayobandung.com pada 4 Maret 2025, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung mengemukakan harga yang melambung tinggi hingga mencapai Rp120.000 per kilogram. Itu semua diakibatkan dari cuaca ekstrem sehingga produksi berkurang.


Bukan Hanya Faktor Cuaca

Ketika cuaca ekstrem, ternyata banyak ditemukan berbagai penyakit terhadap cabai merah rawit sehingga mengakibatkan pembusukan buah. Pihak petani sendiri sudah melakukan berbagai cara supaya buah tidak cepat membusuk. Di antaranya dengan pemberian obat-obatan untuk mengurangi penyebaran jamur fusarium.

Ternyata kenaikan harga yang signifikan tidak hanya dipengaruhi oleh quantity produksi, tetapi dipengaruhi juga oleh permintaan yang meningkat setelah memasuki bulan Ramadan dan menjelang Idulfitri. Kenaikan harga menjelang Ramadan dan Idulfitri sudah tradisi setiap tahun. Masyarakat pun teropinikan bahwa kenaikan harga pada momen Ramadan dan Idulfitri merupakan hal yang wajar karena tingginya permintaan. Maka dari itu, masyarakat seolah sudah terbiasa dan menerimanya sebagai sebuah hal yang lumrah.

Faktor alam memang merupakan salah satu penyebab naiknya harga-harga suatu barang. Tetapi kenaikan harga yang terjadi di Indonesia (bukan hanya cabai) lebih dipengaruhi oleh faktor penerapan pasar bebas. Sebagai contoh, beras yang stoknya cukup, juga mengalami kenaikan harga. Padahal secara teori kalau stok cukup pasti harga tidak akan naik. Tetapi faktanya beras tetap naik. Ini artinya ada distorsi pasar (kegagalan pasar).

Distorsi pasar adalah bentuk penyimpangan yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dan ketidakadilan di pasar. Hal ini tentu membutuhkan pengaturan serius oleh pihak yang memiliki otoritas (pemerintah). Pengaturan dilakukan melalui kebijakan intervensi yang menjadi wewenangnya.

Hal tersebut tidak berjalan dengan baik karena para pelaku pasar tentulah hanya ingin mendapatkan keuntungan di atas batas wajar meski jika pun harus dengan merugikan pihak lain. Juga dikarenakan lemahnya regulasi pemerintah disebabkan kekuatan ekonomi dimiliki oleh kelompok tertentu para kapitalis (pemilik modal).


Masalah Sistemis

Ini akibat dari penerapan sistem kapitalis sekuler, di mana pasar berperan penting dalam menggerakkan roda ekonomi masyarakat. Hasilnya, harga yang terbentuk bukan merupakan hasil permintaan dan penawaran, tetapi ketentuan dari pemilik modal. Oleh karenanya, pasar yang berjalan saat ini bukan merupakan pasar persaingan sempurna. Dimana harga ditentukan oleh pasar. Seharusnya harga ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran. Tidak ada satupun individu atau perusahaan yang bisa mengendalikan kekuatan pasar untuk menentukan harga.

Maka kenaikan harga ini menjadi masalah sistemis dalam arti rusaknya konsep negara dalam pengaturan pasar. Kerusakan itu tampak pada hilangnya fungsi negara sebagai pengatur distribusi pangan.

Negara menyerahkan tata niaga sepenuhnya kepada mekanisme pasar (pasar bebas) sehingga pengendalian harga dikontrol oleh korporasi swasta dan pedagang. Maka, harga yang ada pun ditentukan oleh pihak yang paling besar menguasai stok pangan. Inilah yang menyebabkan harga senantiasa naik dan cenderung tidak terkendali.

Hal ini berkaitan dengan diterapkannya prinsip sekuler pada hari ini. Dimana keuntungan menjadi prioritas utama tanpa melibatkan norma agama. Serta lalainya negara dalam mengurus urusan rakyat, salah satunya urusan pangan. Kondisi ini menjadikan mereka tidak merasa berdosa dengan menyerahkan regulasi pasar kepada kelompok tertentu.


Pengaturan Terbaik Hanya Ada dalam Islam

Berbeda dengan Islam, negara mengatur kegiatan ekonomi baik itu dalam bentuk pengawasan, pengaturan, maupun pelaksanaan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh masyarakat. Islam mengatur keberadaan pasar di mana tidak boleh ada yang dirugikan di antara penjual ataupun pembeli.

Semua yang berperan seperti produsen, konsumen, maupun pemerintah di pasar sangat diperlukan untuk menyamakan pemahaman tentang harga. Jika hal itu dapat terwujud, maka mekanisme pasar yang sesuai konsep syariat Islam akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Islam mengharamkan berbagai pihak, seperti mafia pedagang dan lain sebagainya membuat persekongkolan yang bertujuan mengatur dan mengendalikan harga suatu produk. Misalnya, menimbun barang ataupun membuat kesepakatan harga jual yang akhirnya menzalimi masyarakat.

Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ, “Siapa saja yang turut campur (melakukan intervensi) dari harga-harga kaum muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak.” (HR. Ahmad, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Negara dalam sistem Islam juga menempatkan Qadhi Hisbah (al-muhtasib) untuk keberlangsungan aktivitas ekonomi di pasar agar sesuai syariat Islam. Qadhi Hisbah (al-muhtasib) berwenang memantau dan memberi keputusan jika terjadi penyimpangan terhadap syariat Islam secara langsung ketika ia mengetahuinya. Sanksinya bersifat langsung tanpa memerlukan adanya sidang pengadilan. Sejumlah aparat polisi turut menyertai untuk mengeksekusi perintahnya dan menerapkan keputusannya saat itu juga.

Maka hal tersebut dapat berjalan dengan baik jika sistem Islam diterapkan dalam tatanan kehidupan bernegara. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan para khalifah sesudahnya.

Masalah ketidakseimbangan persoalan harga bahan pangan termasuk cabai yang menjadi kebutuhan masyarakat akan diurus sedemikian seriusnya oleh negara sebagai bentuk amanahnya pada tugas kepemimpinan yang diberikan oleh Allah.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ, “Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, ...." (HR. Bukhari).

Hanya dengan sistem Islam, masalah kenaikan harga yang bersifat sistemis ini dapat diatasi. Karena tujuannya bukan hanya untuk mewujudkan kesejahteraan, tetapi juga untuk mencapai rida Allah ﷺ, melalui penerapan Islam dengan benar dan menyeluruh.

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar