KAUM HAWA BANYAK TERJEBAK PINJOL: PENGETATAN REGULASI AKANKAH JADI SOLUSI?


Oleh: Muhar
Sahabat Gudang Opini

Fenomena banyaknya jumlah perempuan yang terjebak pinjaman online (pinjol) menarik perhatian Ketua DPR RI, Puan Maharani. Dia pun menekankan agar pemerintah memperketat regulasi (aturan) pinjol. Sebab menurutnya, hal ini mencerminkan ketidakberdayaan perempuan, khususnya kepala keluarga, dalam menghadapi himpitan ekonomi.

"Kami di DPR berkomitmen untuk memperjuangkan peraturan yang lebih ketat dalam pengawasan industri ini dan memastikan perempuan memiliki akses yang lebih baik untuk kebutuhan finansial mereka tanpa terjebak dalam utang," ujar Puan. [detik]

Namun, benarkah memperketat aturan pinjol akan menjadi solusi yang hakiki? Ataukah ini justru menunjukkan kegagalan sistem ekonomi kapitalisme yang melingkupi kehidupan kita saat ini?

Kita dapat mencermati, dalam sistem kapitalisme yang tegak ditengah-tengah kehidupan kita hari ini, negara lebih bertindak sebagai wasit (pengatur permainan) ketimbang sebagai pengurus dan pelindung rakyat.

Kebutuhan hidup serba dipikul individu, jika pun ada tampak 'gratisan dan subsidi' yang ditanggung negara, namun cakupannya hanya sedikit, tidak luas dan/atau terbatas seolah sekadar untuk pencitraan diri para pejabat dan politisi, sementara umumnya kebutuhan pokok sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan lebih banyak yang ditanggung sendiri dengan biaya tinggi karena kapitalisasi dan komersialisasi.

Selain itu, hari ini kita bisa saksikan, negara justru membuka pintu lebar-lebar bagi bisnis uang dalam praktik ekonomi ribawi, termasuk pinjaman berbunga yang kini menjamur dan menyebar dalam bentuk digital.

Akibatnya, kaum hawa yang secara fitrah diamanahi peran yang mulia dalam keluarga sebagai ibu dan pendidik generasi, terpaksa harus larut sibuk berhadapan dengan sistem ekonomi predatoris (pemangsaan; yang kuat memangsa yang lemah) demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar bagi diri dan keluarganya.

Berbeda halnya dalam pandangan dan situasi Islam ketika benar-benar diterapkan, negara dalam sistem Islam memiliki kewajiban (bertanggung jawab) penuh atas kesejahteraan seluruh rakyatnya.

Kebutuhan primer (pokok/dasar) seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, wajib dipastikan tersedia untuk setiap individu masyarakat, termasuk perempuan. Negara akan mengelola sumber daya alam (SDA) milik umum seperti tambang, air, dan energi, serta mendistribusikan hasilnya secara adil.

Dan yang lebih penting lagi, Islam tegas mengharamkan utang piutang berbunga (praktik ribawi), sebagaimana firman Allah ﷻ:

حَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ
"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

Riba, adalah dosa besar yang diancam dengan laknat dan azab yang pedih oleh Allah ﷻ. Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa pelaku riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan seperti orang gila yang kerasukan setan:

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila." (QS. Al-Baqarah: 275).

Dan Allah juga mengumumkan perang bagi orang-orang yang tidak mau meninggalkannya, sebagai indikasi begitu sangat besarnya dosa perbuatan riba.

فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ  لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
"Jika kamu tidak melaksanakannya (meninggalkan sisa riba), maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)." (QS. Al-Baqarah: 279)

Rasulullah ﷺ juga bersabda bahwa:

دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً
"Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al-Albani dalam Misykatul Mashabih mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Bahkan dalam hadits yang lain dosa riba yang paling ringan disebutkan seperti berzina dengan ibu kandung sendiri.

Diriwayatkan dari 'Abdullah, bahwa Nabi saw bersabda:

الرِّبَا اثنان وسبعون بابًا، أدناها مثل إتيان الرجل أمَّه، وإن أرْبَى الربا استطالة الرجل في عرض أخيه
"Riba memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling rendah seperti menzinahi ibu kandungnya. Dan sesungguhnya riba yang paling riba adalah merusak kehormatan saudaranya." (HR.  Ath-Thabrani. Lihat silsilah shahihah no. 1871).

Selain itu, dampak buruk langsung dosa riba tidak hanya merusak individu dengan membelenggu mereka dalam lingkaran utang tak berkesudahan, tetapi juga menghancurkan perekonomian masyarakat, memperlebar kesenjangan sosial, serta menghilangkan keberkahan dalam kehidupan. Sudah banyak berita tentang bunuh diri karenanya.

Dalam sistem Islam, bukan hanya bunga pinjol yang dilarang, tapi juga seluruh bentuk transaksi ribawi. Sebagai gantinya, negara menyediakan mekanisme bantuan non-komersial seperti qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga), baitul mal, serta program zakat, infak, dan sedekah yang dikelola secara institusional dan profesional.

Maka dengan begitu, perempuan, termasuk kepala keluarga, tidak perlu lagi menggadaikan masa depannya pada jebakan dan jerat utang berbunga hanya untuk bertahan hidup bagi diri dan keluarganya.

Dari sini jelas bahwa solusi memperketat aturan pinjol tanpa mencabut kapitalisme-sekularisme sebagai akar persolan yang tak merujuk pada standar halal dan haram, ibarat menambal genting bocor saat bangunan rumah sudah lapuk.

Solusi tambal sulam ini tidak akan menyelesaikan krisis kesejahteraan kaum hawa. Sebaliknya, hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah yang menempatkan negara sebagai penanggung kebutuhan dan kesejahteraan sejati rakyat bisa diraih.

Sudah saatnya umat Islam, khususnya para pemimpin negeri ini, sadar bahwa problematika ekonomi tidak akan selesai dengan tambalan regulasi kapitalistik. Kembalinya kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan perempuan dari jeratan utang.

Allah ﷻ berfirman:

وَمَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡ ذِكۡرِىۡ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيۡشَةً ضَنۡكًا وَّنَحۡشُرُهٗ يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ اَعۡمٰى‏
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha: 124)

WalLaahu A'lam.

Posting Komentar

0 Komentar