KAPITALISME DAN KONTROL PEMODAL ATAS NEGARA


Oleh: Aika Nur Syifa
Pembelajar dan Aktivis Dakwah

Dalam sistem kapitalisme, kekuasaan tak hanya berada di tangan para politisi, tetapi juga dan seringkali terutama di tangan para pemilik modal. Mereka bukan hanya sekadar pelaku ekonomi, tetapi juga aktor politik yang menentukan arah kebijakan negara. Melalui berbagai saluran kekuasaan, dari ruang parlemen hingga studio media, para kapitalis memainkan peran penting dalam membentuk regulasi demi kepentingan mereka. Di sinilah letak persoalannya: kebijakan negara yang seharusnya berpihak kepada rakyat, justru lebih sering tunduk kepada kepentingan bisnis segelintir elite pemilik modal.


Strategi Sistematis Pemodal Menguasai Negara

Kapitalisme menciptakan ruang yang sangat luas bagi korporasi swasta untuk mempengaruhi kebijakan publik. Pengaruh ini dijalankan melalui berbagai strategi yang sistematis dan terstruktur:
  • Infiltrasi Pemerintahan. Para pemodal kerap menempatkan orang-orang mereka di posisi strategis dalam pemerintahan. Bisa berupa mantan eksekutif perusahaan yang diangkat menjadi menteri, atau sebaliknya, pejabat negara yang setelah pensiun menjadi komisaris di perusahaan besar. Contohnya terlihat di Indonesia, di mana mantan jenderal militer diangkat menjadi komisaris di perusahaan tambang yang menguasai sumber daya nikel nasional.
  • Kelompok Lobi dan Legislasi Pesanan. Melalui kelompok lobi, pemodal mampu memengaruhi pembentukan undang-undang. RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan contoh nyata bagaimana undang-undang strategis dapat digodok bersama asosiasi bisnis, mengamankan kepentingan mereka dalam proses legislasi.
  • Suap dan Gratifikasi. Gratifikasi dan suap menjadi metode klasik tapi efektif untuk mengamankan perizinan, proyek pemerintah, hingga memenangkan tender. Dalam dua dekade terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ratusan kasus korupsi yang melibatkan pengusaha dan pejabat negara.
  • Pendanaan Politik dan Balas Budi. Uang kampanye yang mengalir dari kantong korporasi menjadi investasi jangka panjang. Kandidat yang terpilih kemudian merasa berhutang budi dan membalasnya dengan regulasi yang menguntungkan penyumbang mereka.
  • Penguasaan Media dan Propaganda Publik. Media massa dimanfaatkan sebagai alat untuk membentuk opini publik. Kontrol terhadap media digunakan untuk mengarahkan persepsi masyarakat, memoles citra pengusaha, dan menyebarkan narasi yang mendukung kepentingan korporasi.
  • Pembajakan Dunia Akademik. Tak kalah penting, lembaga penelitian dan akademisi juga tak luput dari intervensi. Melalui pendanaan riset dan kerja sama strategis, korporasi dapat menghasilkan studi yang “ilmiah” namun bias, untuk mempengaruhi kebijakan publik.

Semua ini menunjukkan satu hal: dalam sistem kapitalisme, pemodal bukan sekadar pelaku ekonomi, tetapi juga pengendali negara.


Islam: Sistem yang Mencegah Intervensi Pemodal

Berbeda dengan kapitalisme, Islam tidak membiarkan kekuasaan ekonomi mengendalikan pemerintahan. Dalam sistem Islam, intervensi pemodal dicegah melalui mekanisme ideologis, hukum, dan kelembagaan yang kokoh dan menyeluruh. Berikut beberapa mekanisme dalam aturan Islam untuk mencegah intervensi para kapital dalam kehidupan bernegara:
  • Akidah Islam sebagai Dasar Kehidupan Negara. Islam bukan sekadar agama ritual, tetapi menjadi dasar dari seluruh aspek kehidupan, termasuk politik dan ekonomi. Dalam negara Islam, para penguasa, pejabat, hingga rakyat dibentuk oleh keimanan dan nilai-nilai spiritual. Hal ini mencegah munculnya ambisi kekuasaan dan kerakusan materi yang menjadi pintu masuk korupsi dan kolusi.
  • Sumber Hukum Ilahiah yang Tidak Bisa Dibeli. Aturan dalam Islam bersumber dari wahyu Allah (Al-Qur’an dan Sunnah), serta ijmak sahabat dan qiyas. Hukum tidak dibuat berdasarkan lobi atau pesanan, tetapi digali melalui metode istinbaath yang sahih oleh para mujtahid. Ketentuan seperti larangan penguasaan harta publik oleh individu dan pelarangan riba menjauhkan negara dari dominasi ekonomi swasta.
  • Pemilihan Pejabat Berdasarkan Takwa dan Kecakapan. Seorang pejabat dalam sistem Islam dipilih bukan karena kekayaan atau koneksi, melainkan karena ketakwaan dan kemampuan mengelola urusan umat. Mereka dibekali kesadaran spiritual yang tinggi, yang membuat mereka takut kepada Allah, bukan kepada pengusaha.
  • Sanksi Tegas terhadap Korupsi dan Suap. Islam mengharamkan suap dan memberikan sanksi tegas kepada pelakunya. Rasulullah ﷺ melaknat pemberi dan penerima suap, menunjukkan betapa beratnya dosa ini dalam pandangan Islam. Sistem peradilan Islam, yang bebas dari intervensi, menjamin penegakan hukum yang adil dan tegas.
  • Pengawasan Kolektif oleh Umat. Dalam Islam, rakyat bukan hanya objek, tetapi juga subjek pengawasan. Amar makruf nahi mungkar menjadi kewajiban setiap Muslim. Selain itu, institusi seperti Majelis Umat dan Mahkamah Mazhalim menjadi mekanisme formal untuk mengontrol kebijakan dan menyelesaikan pelanggaran oleh pejabat negara.


Islam Bukan Sekadar Alternatif, Tapi Solusi

Kekacauan yang ditimbulkan oleh dominasi kapitalisme dan intervensi pemodal terhadap negara bukan sekadar masalah struktural, tapi masalah ideologis. Islam tidak menambal sistem yang rusak, tetapi menawarkan sistem baru yang menyeluruh, berbasis wahyu, dan berpihak pada keadilan serta kemaslahatan umat.

Namun demikian, semua mekanisme ini hanya akan efektif dalam kerangka sistem pemerintahan Islam yang utuh, yaitu Khilafah Islamiyah. Sebuah negara yang berdiri atas landasan akidah Islam, menjadikan syariah sebagai sumber hukum, dan menjamin kedaulatan ada di tangan syariat, bukan di tangan kapital.

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.

Posting Komentar

0 Komentar