JEMBATAN PERSAUDARAAN YANG PATAH: KRITIK ATAS DIAMNYA SAUDI TERHADAP GENOSIDA PALESTINA


Oleh: Abu Jannah
Sahabat Gudang Opini

Pada 24 April hingga 3 Mei 2025, Kementerian Urusan Islam Arab Saudi bersama Kementerian Agama RI mengadakan "Pameran Jembatan Persaudaraan Arab Saudi dan Indonesia" di Masjid Istiqlal, Jakarta.

Acara ini dikemas dalam suasana persaudaraan Islam, menawarkan Al-Quran cetakan Madinah, kopi Arab, kurma, dan berbagai souvenir lainnya kepada pengunjung.

Namun di tengah pameran ini, dunia Islam tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan pahit diamnya Arab Saudi (tidak mengirim pasukan jihad) untuk menghentikan kejahatan genosida yang terus menimpa Palestina.

Ketika anak-anak Palestina berguguran, perempuan dibantai, dan masjid-masjid dihancurkan, Arab Saudi negeri yang mengklaim sebagai pelayan dua tanah suci justru lebih sibuk membangun citra persahabatan dan diplomasi lunak daripada mengambil sikap tegas terhadap Zionis Yahudi pelaku pembantaian nyata, sebagaimana tuntunan Islam.

Islam menekankan persatuan umat dalam satu ikatan aqidah dan mewajibkan negara-negara Muslim untuk membela kaum Muslim yang dizalimi. Allah ﷻ berfirman:

وَاِنِ اسْتَنْصَرُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
"Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan." (QS Al-Anfal: 72).

Bahkan, Islam mengharamkan penyerahan saudara Muslim kepada musuh, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
"Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)." (HR. Bukhari dan Muslim).

Lebih dari itu, jihad fi sabilillah adalah jalan syar'i untuk membebaskan saudara-saudara yang tertindas. Maka, pameran "jembatan persaudaraan" itu, sejatinya hanyalah pameran jembatan persaudaraan yang patah.

Sebabnya, persaudaraan sejati dalam Islam bukan sebatas membagi mushaf atau menyuguhkan kurma tujuh jenis. Persaudaraan sejati adalah keberanian berjuang berkorban di jalan Allah ﷻ untuk membela darah dan kehormatan umat.

Diamnya negara Saudi dan Indonesia, serta negara-negara Muslim lainnya dalam mengirim pasukan jihad ke Palestina untuk memerang penjajah Zionis Yahudi tak lain adalah buah pahit dari sistem negara-bangsa (nation-state) warisan penjajah, yang telah memecah-belah umat Islam menjadi patahan-patahan negara bangsa yang rapuh.

Setiap negara lebih loyal kepada peta geopolitik buatan Barat ketimbang kepada seruan Allah dan Rasul-Nya. Padahal telah jelas termaktub dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 190:

وَقَٰتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."

Penutup, realitas ini tidak akan berubah kecuali dengan satu jalan, yaitu tegaknya Khilafah yang mempersatukan umat dalam satu kepemimpinan global, yang menjadikan jihad sebagai kewajiban negara, bukan sekadar seruan emosional belaka.

Tanpa syariat Islam yang diterapkan secara kaffah dalam institusi Khilafah 'ala minhaj an-nubuwwah, umat ini hanya akan terus menjadi korban diplomasi murahan dan pertunjukan simbolisme semu.

Saatnya umat Islam sadar! bahwa kita tidak butuh "jembatan persaudaraan" antar negara bangsa yang rapuh. Kita butuh jembatan yang kokoh, yakni Khilafah dan Jihad untuk membebaskan saudara-saudara kita di Palestina dan negeri-negeri tertindas lainnya dan mengembalikan izzah (kemuliaan) umat Islam di muka bumi.

Posting Komentar

0 Komentar