JADIKAN AL-QUR'AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP


Oleh: Neny Nuraeny
Praktisi Pendidikan

Bulan Ramadan yang penuh berkah baru beberapa waktu lalu terlewati. Bulan agung yang sangat erat kaitannya dengan Al-Qur'an. Tepatnya pada tanggal 17 Ramadan, Al-Qur'an pertama kali diturunkan, atau yang sering kita sebut sebagai Nuzululqur'an. Semua umat Islam begitu antusias merayakannya.

Dilansir dari metrotvnews.com, pada tanggal 16 Ramadan 1446 Hijriah, Kementerian Agama menggelar 350 ribu khatam Al-Qur'an. Salah satunya diikuti oleh Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan. Kegiatan yang dilaksanakan di aula wilayah Kemenag Sulsel ini diharapkan mampu menguatkan semangat keislaman dan kebangsaan, serta mengajak umat untuk mencintai, memahami, dan meneladani Al-Qur'an.


Nuzululqur'an, Momen Perenungan

Nuzululqur'an adalah peristiwa turunnya wahyu pertama dari Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui Malaikat Jibril. Peristiwa ini menjadi titik awal Al-Qur'an diberikan oleh Allah sebagai petunjuk bagi manusia. Al-Qur'an bukan hanya untuk dibaca dan dipahami, tetapi juga untuk diterapkan. Kaum Muslimin hendaknya selalu berinteraksi dengan Al-Qur'an dan jangan sampai meninggalkannya. Al-Qur'an akan menjadi syafaat, pemberi petunjuk, dan penuntun bagi orang-orang yang ingin mengetahui jalan menuju surga. Maka dari itu, bulan Al-Qur'an seharusnya menjadi ajang untuk semakin mendekatkan diri, mempelajari, dan menadaburi isi Al-Qur'an.

Di tengah-tengah umat, berbagai cara dilakukan untuk memuliakan sekaligus meraih pahala sebanyak mungkin dari interaksi dengan Al-Qur'an. Lalu, bagaimana hasil dari interaksi tersebut? Terdapat satu pertanyaan yang patut menjadi bahan renungan: adakah ayat-ayat Al-Qur'an yang melekat dalam kehidupan sehari-hari? Dapatkah semangat Ramadan mengantarkan Al-Qur'an untuk diterapkan secara sempurna, tak terkecuali dalam kehidupan bernegara?


Posisi Al-Qur'an di Era Kapitalisme Demokrasi

Ironisnya, banyak orang yang menginginkan surga tetapi enggan menaati Al-Qur'an secara utuh. Aturan Al-Qur'an sengaja dipilah-pilih—mana yang mudah atau ringan saja yang dijalankan. Jika terasa berat, maka diabaikan dan dilupakan. Sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini membuat masyarakat melucuti Al-Qur'an dari penerapannya secara menyeluruh, sesuai hawa nafsu mereka. Bahkan, menjadikan akal manusia sebagai sumber aturan. Padahal, manusia adalah makhluk yang lemah dan berpotensi melakukan kesalahan, sehingga timbul berbagai persoalan. Sebagaimana kita ketahui bersama, demokrasi adalah sistem kehidupan buatan manusia.

Al-Qur'an sudah seharusnya menjadi poros utama kehidupan, pedoman hidup manusia—baik secara individu, masyarakat, bahkan dalam tatanan bernegara. Namun saat ini, walaupun Indonesia mayoritas muslim, negara ini tetap diatur oleh sistem demokrasi kapitalisme. Seluruh sistem politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan hukum disandarkan pada asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan.

Dalam sistem kapitalisme demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat. Artinya, manusia yang lemah menjadi penentu hukum, yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu dan kepentingan pribadi maupun kelompok. Padahal, Al-Qur'an menjelaskan bahwa kebenaran hakiki hanya datang dari Allah ﷻ. Hal ini menyebabkan kekacauan hukum. Aturan saling tumpang tindih dan menciptakan ketidakadilan. Padahal, keadilan sejati datang hanya dari aturan Allah. Seperti yang kita rasakan saat ini ketika berada dalam sistem kapitalisme sekuler. Bulan Ramadan belum membawa perubahan berarti bagi nasib kaum muslim di seluruh dunia. Umat masih dalam keadaan terpuruk dan terhina, sebagaimana yang terjadi di Palestina. Adapun di dalam negeri, para penguasa masih saja mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat, seperti kenaikan pajak, privatisasi sumber daya alam dan layanan publik, serta pengurangan subsidi pada sektor-sektor penting.


Al-Qur'an sebagai Pedoman Hidup

Kaum Muslimin sudah sepatutnya merenungi firman Allah ﷻ:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ
"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)." (QS. Al-Baqarah: 185)

Al-Qur'an, ketika dijadikan sebagai petunjuk hidup manusia, akan memberikan penjelasan atas segala sesuatu. Seperti dalam firman Allah ﷻ:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ
"Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Al-Qur'an sebagai penjelas segala sesuatu, juga sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang muslim." (QS. An-Nahl: 89)

Dari kedua ayat di atas, sudah sangat jelas bahwa kaum Muslimin diwajibkan menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup utama dan satu-satunya. Al-Qur'an juga harus dijadikan sebagai sumber hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan, serta sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi saat ini. Al-Qur'an wajib diposisikan sebagai pedoman hidup.

Hal ini tentu menuntut diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh dalam berbagai bidang kehidupan. Namun saat ini, penerapannya belum dapat terwujud dengan sempurna karena ketiadaan kekuasaan atau pemerintahan Islam, yakni sistem pemerintahan yang sering kita sebut sebagai khilafah. Sebuah sistem yang diwariskan oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi.

Al-Qur'an sudah sepatutnya menjadi landasan hidup, baik bagi individu, masyarakat, maupun negara. Namun ironisnya, kita sering menemukan individu atau kelompok yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan menyerukan penerapan aturan Islam secara kaffah, justru dianggap mengancam, dicap negatif, bahkan disebut radikal.

Berpegang teguh pada Al-Qur'an adalah komitmen kita sebagai seorang Muslim. Cerminan keimanan yang tulus adalah menaati Al-Qur'an sepenuhnya, karena hal itu merupakan satu kesatuan dalam kehidupan. Dalam membangun peradaban yang mulia, Al-Qur'an sudah sempurna sebagai petunjuk bagi umat manusia dan menjadi asas dalam kehidupan.

Umat tentu harus menyadari bahwa Al-Qur'an wajib dijadikan pedoman hidup, dan memperjuangkannya. Tidak hanya pada level individu, tetapi juga masyarakat dan negara. Dalam mewujudkan hal ini, diperlukan perjuangan maksimal dan totalitas. Tiada tujuan lain selain menjadikan Al-Qur'an sebagai dasar dalam mengatur kehidupan. Tidakkah kita merindukan keberkahan yang hakiki jika Islam diterapkan secara kaffah?

Wallahu a'lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar