
Oleh: Abu Ghazi
Pemerhati Sosial
Di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi, umat Islam kerap dihadapkan pada kebingungan dalam memilah antara apa yang dapat diadopsi dari luar Islam dan apa yang harus ditolak. Kebingungan ini sering bersumber dari kesalahpahaman terhadap konsep hadhaarah (peradaban) dan madaniyah (kemajuan material/teknologi). Untuk itu, penting bagi kita menyingkap secara jernih konsep-konsep ini agar umat tidak terjebak dalam arus yang menyesatkan.
Definisi dan Perbedaan Hadhaarah dan Madaniyah
Al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizham al-Islam menjelaskan:
اَلْحَضَارَةُ هِيَ مَجْمُوْعَةٌ فَهِيْمٍ عَنِ الْحَيَاةِ، وَالْمَدَنِيَّةُ هِيَ الأَشْكَالُ الْمَادِّيَّةُ لِلْأَشْيَاءِ الْمَحْسُوْسَةِ الَّتِي تُسْتَعْمَلُ فِي شُؤُونِ الْحَيَاةِ، وَالْحَضَارَةُ خَاصَّةٌ حَسَبَ وِجْهَةِ النَّظَرِ، فِي حِينٍ تَكُونُ الْمَدَنِيَّةُ خَاصَّةً وَعَامَّةً
“Hadhaarah adalah sekumpulan pemahaman tentang kehidupan, sedangkan Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda yang terindera dan digunakan dalam kehidupan. Hadhaarah bersifat khusus menurut pandangan hidup, sedangkan Madaniyah bisa bersifat khusus maupun umum.” (Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam, hal. 64)
Dengan kata lain, hadhaarah bersifat ideologis dan memuat sistem nilai yang lahir dari akidah tertentu. Sedangkan madaniyah bersifat teknologis-material, seperti peralatan dan inovasi, yang tidak selalu terkait langsung dengan akidah.
Hadhaarah Islam: Peradaban yang Dibangun dari Akidah
Dalam Islam, hadhaarah lahir dari akidah Islam yang menempatkan Allah sebagai pencipta dan pengatur kehidupan. Pemahaman tentang hidup, tujuan hidup, dan kebahagiaan hakiki terikat erat dengan hukum-hukum syariat.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Ali ‘Imran [3]: 85)
Karena itu, konsep peradaban Islam tidak bisa dicampur dengan nilai-nilai Barat seperti sekularisme, liberalisme, atau kapitalisme. Sistem-sistem tersebut lahir dari akidah yang bertentangan dengan Islam dan tidak bisa diadopsi, sekalipun mengandung hal-hal yang tampak "baik".
Madaniyah: Antara Umum dan Khusus
Madaniyah mencakup benda-benda fisik dan teknologi yang digunakan dalam kehidupan. Ini dibagi dua:
- Madaniyah Umum: Tidak mencerminkan pandangan hidup tertentu, misalnya mobil, komputer, internet. Boleh digunakan selama tidak bertentangan dengan syariat.
- Madaniyah Khusus: Tercermin nilai-nilai akidah tertentu, seperti patung dewa, salib, film porno. Haram diadopsi karena membawa pengaruh ideologis.
Mengadopsi Teknologi: Boleh atau Tidak?
Teknologi sebagai bagian dari ‘ulum (ilmu pengetahuan yang tidak berlandaskan akidah) secara umum diperbolehkan. Bahkan sejarah mencatat, Islam pernah menjadi pionir dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di masa keemasannya.
اِعْلَمْ أَنَّ الْعُلُوْمَ الَّتي يَخُوْضُ فِيْهَا الْبَشَرُ وَيَتَدَاوَلُوْنَهَا فِي الأَمْصَارِ تَحْصِيْلاً وَتَعْلِيْمًا هِيَ عَلَى صِنْفَين: صِنْفٌ طَبِيْعِيٌّ لِلإنْسَانِ يَهْتَدِي إِلَيْهِ بِفِكْرِهِ، وَصِنْفٌ نَقْلِيٌّ يَأْخُذُهُ عَمَّنْ وَضَعَهُ . وَالأَوَّلُ هِيَ الْعُلُوْمُ الحِكَمِيَّةِ الْفَلْسَفِيَّةِ… وَالثَّانيُّ هِيَ الْعُلُوْمُ النَّقْلِيَّةُ الوَضْعِيَّةُ، وَهِيَ كُلُّهَا مُسْتَنِدَةٌ إِلَى الْخَبَرِ عَنِ الْوَاضِعِ الشَّرْعِيِّ
“Ketahuilah, ilmu-ilmu yang ditekuni oleh manusia dan mereka sebarkan di tengah masyarakat, baik untuk dihasilkan maupun diajarkan, ada dua kategori: Ilmu thaabi’i, yang diperolah oleh manusia dengan menggunakan akal dan pikirannya. Kategori lain adalah ilmu naqli, yang didapatkan oleh manusia dari orang pembuatnya. Kategori pertama, adalah ilmu hikmah dan filsafat. Yang kedua adalah ilmu naqli yang dibuat dan digunakan, yang semuanya itu bersumber pada informasi dari Pembuat syariah.” (Ibn Khaldun, Muqaddimah, hal. 482)
Namun, yang menjadi masalah adalah ketika umat silau terhadap kemajuan Barat, lalu menganggap kemajuan material sebagai ukuran keberhasilan peradaban. Padahal dalam Islam, keberhasilan adalah ketika seluruh aktivitas manusia berjalan di bawah naungan syariat Islam.
Sikap Islam terhadap Hadhaarah Non-Islam
Al-‘Allamah Taqiyuddin an-Nabhani memberi dua kriteria untuk menilai apakah sebuah konsep peradaban boleh diambil:
- Apakah ia dibangun atas dasar akidah Islam (mabniyyun ‘ala al-‘aqidah al-islamiyyah)?
- Apakah ia terpancar dari akidah Islam (munbatsiq ‘an al-‘aqidah al-islamiyyah)?
Jika jawabannya “tidak”, maka konsep tersebut tidak boleh diadopsi.
Klasifikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari

Khatimah
Miskonsepsi terhadap hadhaarah dan madaniyah telah menyebabkan umat Islam salah dalam bersikap terhadap modernitas. Mengadopsi teknologi bukanlah masalah selama ia tidak membawa nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam. Yang menjadi musibah adalah ketika umat mengadopsi peradaban asing dan menjadikannya sebagai standar kehidupan, lalu meninggalkan Islam yang seharusnya menjadi satu-satunya pedoman.
Maka, wajib bagi kita untuk memahami mana yang boleh diambil dan mana yang harus ditolak, berdasarkan akidah dan hukum syariat, sebagaimana firman Allah ﷻ:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 208)
Allahu a’lam.
0 Komentar