
Oleh: Siti Maryati
Komunitas Ibu Peduli Generasi
Menjadi guru adalah cita-cita mulia yang banyak diminati oleh anak-anak. Sebagai pendidik di sebuah madrasah, saya mencoba bertanya kepada mereka tentang cita-cita mereka ketika dewasa nanti. Satu per satu saya tanyakan, "Apa cita-citamu, Nak?" Di antara mereka, banyak yang menjawab, "Guru." Memang benar bahwa guru adalah sosok yang patut digugu dan ditiru, namun kini, nasib kelam tengah menyelimuti profesi guru.
Betapa tidak, kesimpangsiuran dalam pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah menimbulkan ketidakpastian bagi para guru honorer. Bahkan, di Kabupaten Dompu, NTB, ratusan calon PPPK menggelar demonstrasi menolak penundaan pengangkatan hingga Maret 2026, sebagaimana dikutip dari detiknews.com (11-03-2025).
Seorang guru honorer yang telah lama mengabdi mengungkapkan kesedihannya. Dengan adanya penundaan tersebut, pupuslah harapannya untuk menjadi ASN sebelum pensiun. Tentu saja, penundaan ini berdampak langsung pada individu guru dan menyebabkan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp6,76 triliun, menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies.
Dampak ini juga dirasakan oleh para guru di daerah terpencil. Berbagai sumber mengatakan bahwa mereka belum menerima honor selama 3-5 bulan terakhir. Hal ini terutama dirasakan oleh guru madrasah, yang pendapatannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan guru di sekolah umum. Miris sekali melihat kejadian ini, seolah-olah guru tidak mempunyai hak untuk menyejahterakan dirinya sendiri.
Sistem Kapitalis: Sumber Masalahnya
Kapitalisme menjadi akar dari permasalahan ini. Dalam sistem kapitalis, yang diutamakan adalah keuntungan dan efisiensi, bukan pelayanan dan kemaslahatan. Pemotongan anggaran pendidikan demi proyek-proyek strategis nasional yang dianggap lebih menguntungkan menyebabkan nasib para guru terabaikan. Belum lagi, anggaran sering kali macet akibat buruknya tata kelola birokrasi dan minimnya transparansi.
Selain itu, kapitalisme juga menanamkan pemikiran bahwa pendidikan adalah investasi pribadi, sehingga biaya pendidikan menjadi tinggi dan guru kurang dihargai. Sekolah swasta bermunculan, sementara sekolah negeri kekurangan anggaran. Selain masalah guru honorer, terdapat pula permasalahan lain, seperti penundaan gaji, kebingungan status pegawai, serta rendahnya penghargaan terhadap profesi guru.
Islam: Solusi Tuntas
Menyikapi hal di atas, Islam menawarkan solusi dengan kembali kepada sistem Islam.
Rasulullah ﷺ. bersabda, yang artinya:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi semua rakyat. Guru adalah sosok yang harus dihormati dan dimuliakan, serta mendapatkan penghidupan yang layak, baik dari segi gaji, fasilitas, maupun perlindungan sosial. Selain itu, sumber daya alam seperti tanah, air, dan tambang dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, termasuk dalam pembiayaan pendidikan.
Dengan demikian, rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang gratis, berkualitas, dan merata. Guru pun dimuliakan. Pada masa Khalifah Al-Ma'mun dalam Daulah Abbasiyah, guru dibayar dengan emas sesuai dengan bidang keahliannya. Al-Ma'mun (716-833 M) merupakan khalifah ke-5 dari Dinasti Abbasiyah yang mendirikan lembaga pendidikan Baitul Hikmah. Gaji guru pada masa itu dibayar berkisar antara 500-1.000 dinar per bulan, bahkan ada yang mencapai 1.000-2.000 dinar emas per bulan, tergantung pada tingkat keilmuannya.
Ketika guru tidak dimuliakan, maka peradaban akan hancur. Sebab, pendidikan adalah alat utama dalam membangun peradaban. Betapa banyak kasus pelecehan dan penganiayaan terhadap guru dalam sistem kapitalisme saat ini.
Kegagalan sistem yang ada dalam melindungi guru menjadi bukti bahwa sistem tersebut tidak berfungsi dengan baik. Dalam Islam, pendidikan sangat penting untuk melahirkan generasi yang siap menyongsong peradaban dunia Islam.
Selama sistem kapitalisme masih diadopsi, pendidikan tidak akan pernah maju. Namun, ketika sistem Islam diterapkan, kecerdasan akan muncul dan berkembang, sebagaimana yang telah dicatat dalam sejarah.
Yakinlah, bersama kita bisa! Mari memaksimalkan potensi kita untuk mewujudkan kemenangan Islam yang utuh sebagai solusi bagi seluruh permasalahan. Sudah saatnya para orang tua dan pendidik berjuang bersama untuk mengoptimalkan peran mereka dalam menjemput kemenangan Islam yang kaffah.
Tidak diragukan lagi bahwa tanggung jawab ini sangat besar dalam Islam. Sebab, Islam membebankan tanggung jawab besar kepada para orang tua dan pendidik dalam mengajarkan anak-anak mereka, menumbuhkan kesadaran, mempelajari berbagai kebudayaan dan ilmu pengetahuan, serta mengasah kemampuan berpikir mereka agar memiliki pemahaman yang mendalam dan pertimbangan yang matang. Semua ini hanya bisa terwujud dalam sistem pendidikan Islam.
Wallahu a'lam bisshawab.
0 Komentar