
Oleh: Ummu Hanif Haidar
Penulis Lepas
Menghadapi kehidupan tanpa dukungan dan perawatan, itulah yang dirasakan anak-anak Gaza saat ini. Sangat memprihatinkan. Menurut Biro Statistik Palestina, seperti dilansir Al Mayadeen, Jalur Gaza kini menghadapi krisis yatim terbesar dalam sejarah modern. Dalam pernyataan yang dikeluarkan menjelang Hari Anak Palestina, biro tersebut mengonfirmasi bahwa 39.384 anak telah menjadi yatim sepanjang 534 hari pengeboman. Dari jumlah tersebut, sekitar 17.000 anak kehilangan kedua orang tua.
Genosida Israel di Gaza telah menciptakan krisis anak yatim terbesar dalam sejarah modern. Anak-anak Palestina sering mengalami situasi traumatis akibat konflik yang berlangsung lama, termasuk kehilangan anggota keluarga, penghancuran rumah, dan lingkungan yang tidak aman. Banyak anak yang menghadapi masalah kesehatan mental akibat stres dan ketakutan yang berkepanjangan.
Malam menjelang Hari Anak Palestina, badan tersebut mengatakan bahwa 39.384 anak di Gaza telah kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya setelah 534 hari serangan Israel, yang telah menghancurkan daerah kantong kecil itu dan membuat sebagian besar dari 2,3 juta penduduknya mengungsi (Katakini). Israel memulai operasi udara mendadak di Jalur Gaza pada 18 Maret dan telah menewaskan lebih dari 1.200 warga Palestina serta melukai lebih dari 2.000 lainnya sejak saat itu, yang menghancurkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan pada bulan Januari.
Padahal, CRC menetapkan berbagai hak yang harus dijunjung tinggi untuk anak-anak, yang mencakup:
- Hak untuk hidup, bertahan hidup, dan berkembang.
- Hak untuk mendapatkan pendidikan.
- Hak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan penyalahgunaan.
- Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka.
Sebagian besar hak yang diatur dalam Konvensi tentang Hak Anak (CRC) tidak sepenuhnya terpenuhi bagi anak-anak Palestina. Meskipun Palestina adalah pihak yang telah mengadopsi konvensi tersebut, kenyataannya banyak anak di wilayah tersebut mengalami penderitaan yang luar biasa.
Fenomena “bungkam” atau ketidakaktifan dunia internasional terhadap penderitaan anak-anak Palestina memang sangat mengherankan.
Memang pada mulanya, berbagai negara memiliki kepentingan politik dan ekonomi yang berbeda berkaitan dengan Israel dan Palestina. Beberapa negara mendukung Israel karena aliansi strategis atau kepentingan ekonomi, sementara yang lain mungkin terikat pada komitmen untuk mendukung Palestina. Namun saat ini sudah terlihat jelas, ketika Trump mengungkapkan bahwa “Gaza seperti transaksi real estat, dan kami akan menjadi investor, tapi kami tidak akan buru-buru untuk hal itu.”
Dunia harus membuka mata. Saat ini, AS sangat mendukung penuh terhadap Zionis Israel.
Adapun gencatan senjata memang memberi jeda bagi kaum Muslim Palestina untuk bebas dari kezaliman Zionis Yahudi. Harapan dari gencatan senjata adalah penarikan penuh militer Zionis Yahudi (IDF). Namun, gencatan senjata itu nyata-nyata tidak diniatkan untuk menyelesaikan krisis Palestina secara tuntas, malah ditargetkan sampai Hamas dihancurkan.
Lalu bagaimana posisi Indonesia dalam masalah Palestina? Selama sebuah negara berlindung dalam naungan sekuler kapitalisme, tidak akan pernah memiliki kepastian sikap. Hubungan dagang Indonesia dengan Israel pun terus berjalan.
Ketidakpastian sikap politik pemerintah Indonesia terhadap Palestina dan entitas Yahudi berbeda dengan dukungan masyarakat Muslim Indonesia kepada Palestina. Mayoritas masyarakat Islam Indonesia lebih positif dan tanggap dalam bersikap.
Lepasnya Palestina dari penjajahan entitas Zionis Yahudi sejatinya bukan hanya mimpi di siang bolong namun sesuatu yang dapat terealisasi dengan berbagai tahap berikut:
- Melepaskan cengkeraman kapitalisme dari dunia. Menyatukan pemahaman umat dengan Islam kaffah. Hal ini hanya bisa ditempuh dengan dakwah Islam kaffah. Umat akan memiliki kesadaran sahih dan pemikiran jernih bahwa solusi bagi masalah Palestina bukan sebatas bantuan kemanusiaan. Bersatunya pemikiran dan perasaan umat akan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat dalam satu kepemimpinan Islam.
- Menyatukan umat dalam satu negara yang menerapkan Islam kaffah. Institusi ini mampu menyerukan jihad fi sabilillah untuk merebut kembali tanah Palestina yang mulia. Sungguh, jihad dan Khilafah adalah solusi hakiki bagi umat ini. Jika umat ini menunda solusi, maka akan semakin lama Muslim Palestina akan menderita. Ada hisab atas kita jika mengabaikannya. Umat Islam satu tubuh, maka bersegeralah untuk mewujudkan Islam kaffah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
0 Komentar