
Oleh: Ummu Adiba
Penulis Lepas
Perputaran uang selama Ramadan dan Idul Fitri 2025 tergolong cukup lemah. Pemantauan Media Indonesia Selasa (1/4), memasuki liburan Hari Raya Idul Fitri kedua, lalu lintas di jalan raya di sejumlah daerah di Jawa Tengah tidak sepadat sebelumnya, sejumlah tempat wisata juga masih terlihat sepi pengunjung, jauh menurun dibanding pada lebaran sebelumnya.
"Masih sepi pengunjung, berbeda dengan tahun sebelumnya pada hari kedua lebaran penuh pengunjung berwisata," kata Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Kota Pekalongan Sabaryo Pramono, Selasa 1/4/2025.
Sementara itu sebagian besar warga terutama kalangan menengah ke bawah memililih melakukan penghematan pengeluaran, sebagai dampak menurunnya daya beli masyarakat. Ini terjadi akibat banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun kenaikan harga kebutuhan pokok jelang lebaran. Hal itu terindikasi dari sepinya sejumlah pasar tradisional terutama pada sektor barang sekunder seperti pakaian.
Sepekan sebelum Lebaran, pemerintah Propinsi Jawa Tengah menyalurkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) kepada pekerja industri tembakau.
"Kita salurkan DBHCHT senilai Rp 790.800.000 bagi 1.318 orang pekerja, penyaluran dilakukan dua kali, untuk tahap pertama disalurkan Rp600 ribu per pekerja pada Maret-April atau menjelang Lebaran dan tahap kedua pada Juni-Juli, menjelang tahun ajaran baru masuk sekolah, dengan nominal Rp600 ribu per orang," kata Taj Yasin Maimoen di Kota Semarang. Penyaluran DBHCHT tersebut diharapkan bisa menaikkan perputaran ekonomi di Jawa Tengah.
Pemprov Jateng juga mengambil langkah strategis dalam menaikkan daya beli masyarakat dengan meluncurkan program penghapusan tunggakan pokok pajak dan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Program penghapusan diberlakukan mulai 8 April hingga 30 Juni 2025, berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 31 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Piutang Daerah. Jasa Raharja turut mendukung program ini dengan menghapus denda Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) untuk tahun-tahun sebelumnya (KABARKU.net)
Indonesia Kembali Alami Deflasi
Hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,09% pada Februari 2025. Deflasi ditandai dengan turunnya harga barang dan jasa. BPS pada Senin (3/3) juga mengumumkan deflasi bulanan Februari 2025 terjadi satu bulan jelang Ramadhan, dimana tingkat konsumsi masyarakat biasanya meningkat sebagai perbandingan pada Februari tahun lalu. BPS mengatakan sejumlah komoditas pangan dan diskon tarif listrik menjadi penyumbang utama deflasi.
"Menurut catatan BPS, deflasi pernah terjadi pada bulan Maret 2000, di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10% dimana deflasi itu disumbang, didominasi oleh kelompok bahan makanan," ujar Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta seperti dilansir Antara. Empat dari lima komoditas utama penyumbang deflasi tahunan ini, sambung Amalia, adalah pangan, yakni beras, tomat, cabai merah dan daging ayam ras.
Ariyo DP Irhamna, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan "benar bahwa diskon tarif listrik berkontribusi pada deflasi karena harga listrik termasuk komponen inti Indeks Harga Konsumen [IHK]. Namun, efek diskon listrik seharusnya bersifat sementara."
Menurut Prof. Dr. Anton Agus Setyawan, Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengatakan pemerintah telah berusaha untuk mengurangi beban masyarakat seperti dengan memberikan potongan tarif listrik dan merencanakan subsidi jalan tol selama lebaran.
"Saya kira satu hal langkah positif yang dapat dilakukan pemerintah dalam jangka pendek adalah memperluas program Keluarga Harapan dengan menambah jumlah penerima BLT. Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan hibah kepada UMKM untuk membantu usaha yang rentan terhadap ketidakstabilan ekonomi, sehingga dapat mendorong daya beli masyarakat." imbuhnya.
Daya Beli Menurun Bukti Gagalnya Kapitalisme
Saat ini masyarakat tengah mempererat ikat pinggangnya, akibat kesulitan ekonomi. Salah satu indikatornya adalah daya beli masyarakat yang sedang tertekan.
Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty, mengatakan data IKK terbaru menunjukkan seluruh kelompok pengeluaran masyarakat mengalami penurunan indeks. Diikuti tabungan konsumen yang ikut turun. Dia mengatakan hal itu menunjukkan pendapatan masyarakat tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Adapun optimisme konsumen yang turut terjadi disemua pengeluaran, mulai dari pengeluaran Rp 1-2 juta per bulan, hingga diatas Rp 5 juta per bulan. Demikian juga untuk data porsi konsumsi terhadap pendapatan yang turun. Pada April 2024 masih sebesar 73,6%, namun pada Mei 2024 menjadi 73%. (www.cnbcindonesia.com, 11/7/2024)
Kondisi ini menunjukkan kegagalan Kapitalisme dalam menjaga daya beli masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan yang diatur oleh sistem Kapitalisme, fenomena PHK, mahalnya harga kebutuhan pokok hingga kemiskinan tidak terhindarkan.
Di dalam sistem ini pengelolaan SDA dan pengelolaan fasilitas publik, seperti pendidikan, kesehatan transportasi dan lain-lain yang seluruhnya diserahkan pada swasta. Alhasil, rakyat harus membeli dengan harga mahal segala kebutuhan mereka, karena pihak swasta hanya berorientasi pada keuntungan bukan pelayanan. Ditambah lagi peran negara hanya sebagai regulator, bukan pengurus urusan rakyat, sehingga negara condong kepada kepentingan swasta ataupun asing bukan kepentingan rakyat, akibatnya pendapatan rakyat rendah yang berdampak pada daya belinya pun rendah.
Selain itu, liberalisasi dan privatisasi SDA menjadi legal dinegeri ini. Akibatnya, SDA mayoritas dikelola swasta. Hal ini tentu saja menyebabkan negara kehilangan pemasukan besarnya, sebab hasil pengelolaan SDA mengalir pada swasta, sedangkan kas negara hanya menerima recehnya berupa pajak.
Khilafah Obat dari Penyakit Ekonomi Kapitalis
Semua penyakit ekonomi di negara ini bisa sembuh jika negara menerapkan sistem Islam yaitu dalam negara Khilafah yang telah terbukti keberhasilannya dalam mengurus kebutuhan umat. Khilafah memiliki sistem ekonomi Islam yang menjamin seluruh kebutuhan rakyat. Kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dapat diakses rakyat dan akan dijamin oleh negara secara langsung, sehingga semua rakyat dapat menikmati layanan publik dengan kualitas yang sama secara murah bahkan gratis. Sedangkan jaminan kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, dan papan akan diberikan secara tidak langsung yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan kesempatan bekerja yang sama bagi warga negara Khilafah laki-laki dewasa dan mampu bekerja, sehingga mereka dapat menafkahi pihak-pihak yang menjadi tanggung jawabnya.
Ekonomi Khilafah hanya berbasis pada ekonomi sektor riil, ini berlaku untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri, sehingga aktivitas perekonomian masyarakat akan stabil. Selain itu, Khilafah memiliki sistem fiskal yang stabil berbasis Baitul Maal. Baitul Maal adalah lembaga keuangan yang memiliki tiga pos pemasukan dimana setiap pos Baitul Maal ini memiliki jalur pengeluaran masing-masing, sehingga negara memiliki anggaran yang cukup untuk menjamin kebutuhan masyarakat tanpa membebani masyarakat dengan pajak dan utang. Sehingga akan menciptakan kestabilan ekonomi yang berujung pada kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya daya beli masyarakat.
Wallahu a’lam bishshawab.
0 Komentar