BANGGA MENJADI MUSLIM DI TENGAH ARUS MODERASI BERAGAMA


Oleh: Rika Dwi Ningsih
Penulis Lepas

Moderasi beragama kini telah menjadi bagian dari kurikulum resmi pendidikan, bahkan sejak jenjang Taman Kanak-Kanak. Anak-anak dikenalkan pada semua agama, rumah ibadahnya, serta hari raya masing-masing. Beberapa sekolah, bahkan yang berlabel Islam, mengajak anak didiknya mengunjungi gereja atau vihara sebagai bagian dari praktik toleransi.

Fenomena ini berpotensi membingungkan anak yang belum matang secara intelektual dan spiritual. Mereka menyerap semua informasi yang terlihat indah dan harmonis tanpa filter. Ketika para tokoh Muslim juga mendukung agenda ini, bukan tidak mungkin anak-anak mulai kehilangan arah, tidak lagi yakin dengan keistimewaan Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah.


Apa yang Bisa Dilakukan Orangtua?

  • Bangun Kepercayaan Anak sejak Dini: Jadikan rumah sebagai tempat yang nyaman untuk bertanya dan berdiskusi. Jangan asal menjawab pertanyaan anak. Jika tidak tahu, katakan dengan jujur dan ajak anak mencari tahu bersama. Ini akan membentuk kepercayaan bahwa orangtua adalah rujukan utama dalam mencari kebenaran.
  • Ajak Anak Berpikir Sesuai Umurnya: Diskusikan isu-isu aktual seperti pluralisme dengan pendekatan yang sesuai usia. Gunakan analogi sederhana untuk menunjukkan bahwa Islam punya konsep ketuhanan yang unik dan berbeda dari agama lain.
  • Tanamkan Konsep Toleransi ala Islam: Islam tidak melarang kita untuk hidup damai dengan pemeluk agama lain. Namun, toleransi bukan berarti mengakui kebenaran semua agama. Sampaikan bahwa "lakum diinukum waliya diin" adalah batas toleransi yang tidak boleh dilanggar.
  • Komunikasi Rutin dan Bilasan Informasi: Biasakan anak bercerita tentang apa yang ia pelajari di sekolah. Lakukan “bilasan pemahaman” secara rutin untuk meluruskan kesalahpahaman akibat pengaruh luar. Contohnya jadikan kejadian kunjungan Paus sebagai bahan diskusi yang membangun.
  • Bekali Anak dengan Dalil dan Sirah: Tunjukkan bagaimana Rasulullah ﷺ berdakwah dengan bijak namun tegas, tanpa mengakui kebenaran agama selain Islam. Bacakan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis sebagai standar kebenaran. Contohkan surat dakwah Nabi kepada raja-raja yang mengajak mereka memeluk Islam.
  • Gunakan Bahasa yang Sesuai: Sampaikan semua konsep keislaman dengan bahasa yang mudah dipahami anak. Hindari kesan menggurui. Ketika anak berbeda pendapat, ajak ia mencari jawabannya dari sumber utama: al-Qur’an dan as-Sunnah.
  • Ajarkan Anak untuk Istiqamah: Beri pemahaman tentang mana ajaran yang boleh diikuti dan mana yang tidak. Bila sekolah mengajak ke tempat ibadah agama lain, latih anak untuk menyampaikan penolakan yang bijak dengan dasar yang jelas.
  • Ajarkan Islam Kaaffah: Islam tidak bisa diambil sebagian dan ditinggalkan sebagian. Tanamkan aqidah, ibadah, dan akhlak sekaligus. Tegaskan bahwa toleransi bukan berarti mencampur adukkan agama, tapi tetap menjaga prinsip sambil berbuat baik pada sesama.


Khatimah

Kebanggaan menjadi Muslim adalah benteng utama agar anak tidak hanyut dalam arus globalisasi yang seringkali membungkus kesalahan dengan kemasan indah bernama “toleransi”. Ajarkan bahwa Islamlah satu-satunya agama yang benar dan Islam itu tinggi, tidak ada yang lebih tinggi darinya.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

الإِسْلَامُ يَعْلُو وَلَا يُعْلَى
Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya. (HR. ad-Daruquthni No. 2706)

Maka tanamkanlah rasa bangga itu sejak dini. Sebab anak-anak inilah yang kelak akan meneruskan perjuangan menjaga kemurnian aqidah umat.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

Posting Komentar

0 Komentar