AKIBAT HUKUM SEKULER, KEJAHATAN MAKIN LUBER


Oleh: Ummu Hafidz
Penulis Lepas

Sutarsun (56), guru SD di Kecamatan Cilacap Utara, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan. Sutarsun tega mencabuli tiga orang murid laki-lakinya yang duduk di bangku kelas 6 SD. (Dilansir dari Tribunnews.com, Kamis 27/3/2025)

Miris sekali melihat kenyataan ini, seorang guru yang digugu dan ditiru (didengarkan dan dicontoh) melakukan hal keji kepada tiga muridnya sendiri. Lebih biadabnya lagi, hal itu dilakukan di sekolah bahkan di dalam musala.

Guru dalam pandangan masyarakat sangat dihormati karena beliau adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mengabdi kepada negara dengan mencetak anak-anak agar menjadi generasi yang hebat. Bahkan untuk menjadi seorang guru, ia harus menyelesaikan pendidikan yang tinggi.

Namun, amat disayangkan perilaku Sutarsun mencoreng gelar guru yang disandangnya. Hal ini tentu menjadi bukti bahwa pendidikan yang tinggi tidak menjamin seseorang memiliki adab dan akhlak yang terpuji.


Sekulerisme Perusak Akal

Indonesia mengadopsi sistem sekulerisme kapitalisme dalam mengatur negara ini. Apa itu sekulerisme? Sistem dan paham buatan manusia dengan akidah memisahkan agama dari kehidupan. Umat muslim hanya boleh beribadah, tapi aturan Islam tidak boleh diterapkan dalam kehidupan ini. Lalu apa hubungannya sistem ini dengan kasus pencabulan?

Jauhnya umat muslim dari ajaran agamanya membuat iman menjadi lemah. Hal ini akan berpengaruh pada seluruh perilakunya, karena tolak ukur perbuatannya bukan lagi halal-haram, tetapi hawa nafsu. Inilah yang ditanamkan oleh sekulerisme kepada umat muslim, agar mudah untuk disesatkan.

Sistem sekuler menjunjung tinggi kebebasan. Ini juga menjadi penyebab rusaknya akal seseorang, karena orang bebas menonton apa saja lewat handphone. Padahal banyak sekali tontonan negatif dari media yang dikendalikan oleh Barat sebagai cara untuk merusak pikiran generasi muda kita.

Sedangkan tujuan hidup dalam sistem kapitalisme adalah kebahagiaan dunia. Apa pun yang membuat mereka bahagia baik itu uang, materi, atau kesenangan dunia lainnya maka itulah yang mereka kejar. Tidak peduli cara mereka benar atau salah. Karena tolak ukur perbuatan mereka adalah manfaat; selama bagi mereka bermanfaat, maka boleh saja dilakukan walaupun hal itu salah di mata hukum dan agama.

Masyarakat dalam sistem kapitalis sekuler cenderung individualis. Mereka tidak peka terhadap keadaan lingkungan sekitar. Masyarakat disibukkan dengan urusan pribadi, yaitu mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Hal ini membuka peluang bagi pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya.

Kemudian, hukum dalam sistem sekuler sangatlah lemah, sehingga tindak kejahatan semakin meningkat. Contohnya, dalam kasus pencabulan anak di bawah umur saja, pelaku hanya dihukum maksimal penjara 15 tahun. Belum lagi ada potongan hukuman. Nyatanya, di dalam penjara mereka bisa tidur dan makan gratis. Lalu, setelah keluar dari penjara, apakah menjadikan narapidana jera? TIDAK. Bahkan ada yang berkali-kali masuk penjara. Ini adalah bukti bahwa hukum dalam sistem sekuler justru membuat kejahatan makin luber.


Sistem Islam Solusinya

Sistem Islam adalah buatan Allah, Sang Pencipta alam semesta. Allah ﷻ menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an dan sunnah nabi adalah sumber hukum dalam Islam.

Islam mengatur segala aspek dalam kehidupan ini, bukan hanya dalam aspek ibadah saja. Islam membaginya menjadi tiga aspek:
  • Pertama, Hablumminallah (mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya). Yaitu tentang ibadah dan akidah. Dalam aspek ini diterangkan bagaimana akidah yang benar dan cara beribadah yang sesuai dengan Rasulullah ﷺ.
  • Kedua, Hablumminnafsi (mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri). Yaitu tentang pakaian, makan/minum, dan akhlak. Dalam aspek ini dijelaskan tentang makanan/minuman yang halal dan baik bagi umat, kemudian pakaian yang sesuai dengan syariat, serta bagaimana akhlak seorang muslim seharusnya.
  • Ketiga, Hablumminannas (mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya). Yaitu tentang muamalah dan sanksi (uqubat). Jadi bagaimana seseorang dalam melakukan jual beli, bertetangga, berpolitik, membangun negara, bahkan sanksi hukum dalam sistem Islam itu ada.

Contoh dalam kasus pencabulan guru terhadap tiga murid laki-lakinya: jika pelaku tidak sampai pada tindak menyetubuhi korban, maka hukumannya adalah ta’zir, yaitu hukuman yang ditentukan oleh penguasa/hakim. Namun jika pelaku sampai menyetubuhi korban, maka hukumannya adalah dilemparkan dari tebing paling tinggi hingga meninggal dunia hal ini dilakukan karena perbuatan itu telah merusak tatanan masyarakat.

Sanksi hukum buatan Allah memiliki dua tujuan, yaitu sebagai pencegahan dan juga sebagai efek jera bagi pelaku dan umat yang menyaksikan. Sehingga kasus kejahatan serupa tidak terulang kembali.

Dalam sistem Islam, akidah adalah pondasi dasar seorang muslim. Sejak kecil sudah ditanamkan akidah yang benar, lalu dipahamkan tentang syariat agar dalam menjalani kehidupan anak itu memiliki rambu-rambu sehingga tidak melanggar aturan syariat.

Apalagi bagi mereka yang bergelar guru, mereka bukan hanya paham tentang ilmu dunia saja, tetapi juga hafal Al-Qur’an dan hadits. Karena seorang guru dalam Islam adalah orang yang berpikir mustanir (cerdas dan tercerahkan). Maka dalam sistem Islam, akhlak guru benar-benar terjaga dari maksiat, apalagi tindak kejahatan.

Selain itu, kesadaran akan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu amar makruf nahi mungkar, membuat masyarakat saling berlomba-lomba dalam mengingatkan sesamanya. Sehingga saat melihat ada yang melanggar syariat, akan muncul kesadaran untuk berdakwah. Hal ini tentu sangat meminimalisir tindak kejahatan terjadi.

Namun, hal itu tidak akan terlaksana dengan sempurna jika negara belum menerapkan sistem Islam. Karena hanya dengan penerapan sistem Islam dalam bingkai negara, seluruh problematika kehidupan umat manusia bisa diselesaikan. Negara dalam sistem Islam menjadi pelindung bagi rakyatnya.

Disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 50:

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
Artinya: “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?

Wallahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar