SKANDAL PIK-2: AHMAD KHOZINUDIN BONGKAR PERAN OLIGARKI DAN DUGAAN PERLINDUNGAN PEJABAT


Oleh: Alex Syahrudin
Jurnalis Lepas

Jakarta – Kasus pagar laut dan sertifikat laut di perairan Tangerang Utara kembali menjadi sorotan setelah Ahmad Khozinudin, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR), mengungkap dugaan keterlibatan oligarki dan pejabat negara dalam skandal ini. Ia menilai bahwa aparat penegak hukum hanya menyentuh pihak-pihak kecil, sementara aktor utama di balik proyek ini justru tak tersentuh.

"Kasus sertifikat laut hanya dibongkar sampai ke Arsin Kades Kohod. Kalaupun merembet, hanya sampai ke Ujang Karta, sekdesnya, SP, dan C. Sedangkan kasus pagar laut, hanya dilokalisir ke Arsin dan Tarsin, staf desa," ujar Ahmad dalam pernyataannya. Ia mempertanyakan kenapa hanya pejabat desa yang diproses hukum, sementara pengembang besar seperti Agung Sedayu Group (ASG) seolah dibiarkan.


Negara Diduga Tak Berdaya Hadapi Aguan

Ahmad Khozinudin menegaskan bahwa proyek PIK-2 merupakan kepentingan besar yang melibatkan konglomerat. Ia menyoroti bahwa negara seakan kalah melawan pemilik ASG, Sugiyanto Kusuma alias Aguan.

"Padahal, semua juga tahu dalang kejahatan pagar laut dan sertifikat laut adalah Agung Sedayu Group, perusahaan milik Aguan," tegasnya. Ia menambahkan bahwa proyek ini memiliki motif besar, yakni reklamasi dan pembangunan kawasan industri properti di sepanjang perairan Tangerang Utara.

Bahkan, ia menyinggung pernyataan aktivis Mahesa al Bantani yang meminta agar Banten dijadikan zona bebas hukum selama 48 jam untuk mengadili Aguan. "Pernyataan ini keluar, dilatarbelakangi dari kegemasan rakyat Banten yang melihat negara seperti kalah melawan Aguan," katanya.


Dugaan Kedekatan Oligarki dengan Pejabat Negara

Ahmad juga menyoroti kedekatan Aguan dengan pejabat tinggi Polri. Menurutnya, hal ini menjadi faktor utama mengapa penyidikan terhadap dua anak usaha ASG, PT Intan Agung Makmur (PT IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS), tidak berjalan.

"Begitu melihat foto-foto mesra Aguan bersama sejumlah petinggi Polri, apalagi Mako Brimob mendapatkan hibah tanah dari Agung Sedayu Group, rasanya agak sulit untuk memisahkan kedekatan Aguan dengan pejabat Polri dikaitkan dengan sterilnya anak usaha Agung Sedayu Group dari penyidikan kasus sertifikat laut," ungkapnya.

Ia juga menyebut bahwa pola ini bukan hal baru. "Fenomena pengusaha yang dekat pejabat Polri seperti yang dilakukan Aguan ini juga dilakukan oleh Tomy Winata (Pemilik Artha Graha Group). Belakangan, Dato Tahir (Pemilik Mayapada Group) juga ikut-ikutan latah mendekati pejabat Polri," tambahnya.


Pembangunan Masjid di PIK-2 Dinilai Sebagai Kamuflase

Selain itu, Ahmad menyoroti upaya ASG membangun masjid di kawasan PIK-2. Ia menilai bahwa langkah ini bukanlah bentuk kepedulian terhadap umat Islam, melainkan strategi untuk menutupi kezaliman proyek tersebut.

"Membangun masjid tidak lantas membuat proyek PIK-2 lari dari tanggung jawab terhadap praktik perampasan tanah baik di darat dan di laut," katanya. Ia membandingkan dengan PIK-1 yang tidak memiliki masjid sama sekali. "Yang ada klenteng besar dan berbagai bangunan dengan corak etnis Tionghoa," ujarnya.


Kritik terhadap Prabowo

Ahmad juga mengkritik Presiden terpilih Prabowo Subianto yang dinilai lebih berpihak pada oligarki ketimbang rakyat. Ia menyoroti pertemuan Prabowo dengan Aguan, Anthony Salim, dan Tomy Winata setelah Pilpres.

"Alih-alih Presiden mengobati luka rakyat, misalnya dengan mengumumkan pembatalan proyek PSN PIK-2 dan Rempang Eco City, Prabowo Subianto malah menggelar karpet merah istana untuk menerima kunjungan pemilik proyek PIK-2 dan Rempang Eco City," kritiknya.

Ahmad menegaskan bahwa rakyat hanya dijadikan alat politik saat pemilu. "Di bulan Ramadhan ini, rakyat tak hanya diuji untuk menahan lapar dan dahaga. Rakyat, juga dipaksa untuk menahan diri dari rasa sedih, marah, dan geram, karena penguasa justru asyik berdiskusi dengan pengusaha yang menzalimi rakyat," pungkasnya.


Tuntutan Rakyat: Usut Tuntas Semua Pihak Terlibat

Ahmad menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh berhenti di tingkat desa. Ia mendesak agar seluruh pihak yang terlibat, termasuk perusahaan besar yang menerima manfaat dari sertifikat laut ilegal, diproses hukum.

"Jika dua anak usaha Agung Sedayu Group ini lolos, maka patut dipertanyakan kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jika tidak segera diproses hukum, maka Presiden Prabowo Subianto harus segera mencopot Kapolri dan menggantinya dengan sosok yang berintegritas," tutupnya.

Kasus ini masih menjadi perhatian publik, terutama masyarakat Banten yang terdampak langsung oleh proyek reklamasi PIK-2. Hingga kini, belum ada tindakan konkret dari pemerintah untuk menindak aktor-aktor besar dalam skandal ini.

Posting Komentar

0 Komentar