
Oleh: Nasrudin Joha
Pujangga Politik
Luka rakyat akibat teriakan "Hidup Jokowi" masih belum reda. Luka itu masih menganga, bernanah, dan penuh kepedihan. Rakyat masih merasa sakit karena pemimpin yang seharusnya berdiri di sisi mereka justru memilih pasang badan untuk Jokowi. Bukannya mengobati luka yang mendalam ini, Presiden terpilih Prabowo Subianto justru semakin memperparahnya.
Alih-alih membatalkan proyek-proyek yang menyengsarakan rakyat seperti Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) dan Rempang Eco City, Prabowo malah menggelar karpet merah di Istana untuk menyambut para pemilik proyek tersebut. Sugiyanto Kusuma alias Aguan, Anthony Salim, dan Tomy Winata para pengusaha yang berada di balik proyek-proyek bermasalah ini justru mendapat ruang istimewa untuk berbicara langsung dengan penguasa.
Hingga saat ini, belum ada pembelaan dari kubu Prabowo terkait langkah ini. Biasanya, mereka akan bernarasi dengan dalih "husnuzan", menyebutnya sebagai strategi atau taktik, dan meminta rakyat percaya bahwa Prabowo berpihak kepada rakyat. Namun, kali ini, sunyi. Tak ada satu pun aktivis yang biasanya seolah-olah pro-rakyat angkat bicara untuk membela Prabowo.
Kenyataan yang Nampak di Hadapan Rakyat
Bagi rakyat, terutama rakyat Banten dan Rempang yang terdampak langsung oleh proyek-proyek ini, fakta yang terlihat sudah lebih dari cukup untuk mengambil kesimpulan. Dalam kaidah Fiqh, dikenal prinsip نَحْنُ نَحْكُمُ بِالظَّاهِرِ (kita menghukumi sesuatu berdasarkan apa yang nampak).
Zahirnya, teriakan "Hidup Jokowi" adalah batil. Zahirnya, karpet merah untuk Aguan, Anthony Salim, dan Tomy Winata sangat menyakitkan. Zahirnya, proyek PIK-2 dan Rempang Eco City tidak pernah diumumkan batal. Zahirnya, para pengusaha besar diajak berdiskusi mengenai proyek Danantara dan MBG, sementara rakyat yang terzalimi tidak mendapat perhatian sedikit pun.
Rakyat hanya didatangi saat kampanye Pilpres. Mereka dielu-elukan dalam pidato politik, dijadikan alat narasi seolah-olah kekuasaan berjalan atas nama rakyat. Namun setelahnya, mereka dilupakan, ditinggalkan dalam penderitaan akibat kebijakan yang menguntungkan segelintir elite oligarki.
Ujian Rakyat di Bulan Ramadhan
Di bulan Ramadhan yang suci ini, rakyat bukan hanya diuji untuk menahan lapar dan dahaga. Mereka juga dipaksa menahan diri dari rasa sedih, marah, dan geram karena penguasa justru lebih sibuk berdiskusi dengan pengusaha yang menzalimi rakyat.
Bumi, air, dan seluruh kekayaan alam Indonesia telah dikangkangi oleh oligarki. Namun, kerakusan mereka tidak pernah ada batasnya. Kapitalisme telah menjadikan negeri ini hanya sebagai ladang eksploitasi bagi kepentingan segelintir elite. Rakyat semakin terpinggirkan, hak-haknya terus dirampas, sementara para pemilik modal semakin berkuasa.
Rindu Keadilan Islam
Ya Allah... kami rindu keadilan-Mu. Kami rindu aturan-Mu ditegakkan di bumi ini, sebagaimana Rasulullah ﷺ menegakkan keadilan Islam dan membawa berkah bagi seluruh rakyatnya. Kami rindu sosok pemimpin seperti Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali yang menerapkan Islam secara menyeluruh dan melayani rakyat dengan penuh keadilan.
Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, kezaliman ini dapat dihentikan. Hanya dengan kepemimpinan yang berlandaskan syariat Allah, berkah akan turun dari langit dan bumi. Sudah saatnya umat Islam sadar bahwa solusi sejati bukanlah pada sistem kapitalisme yang menindas, tetapi pada penerapan hukum Allah yang penuh keadilan.
Semoga Allah segera menghadirkan pertolongan-Nya dan memberikan kita pemimpin yang benar-benar adil, yang menjadikan Islam sebagai pedoman dalam mengatur negeri ini. Aamiin.
0 Komentar