NEGARA KALAH MELAWAN AGUAN? KASUS PAGAR LAUT DAN SERTIFIKAT LAUT MANDEK


Oleh: Alex Syahrudin
Jurnalis Lepas

Tangerang – Hingga Kamis (13/3), perkembangan kasus pagar laut dan sertifikat laut di perairan Tangerang masih belum menunjukkan kejelasan. Setelah sebelumnya pihak kepolisian menetapkan Arsin dkk sebagai tersangka dalam kasus sertifikat laut, kini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga membebankan tanggung jawab pagar laut kepada Arsin. Langkah ini dinilai sebagai upaya menyelesaikan perkara tanpa menyentuh aktor utama di balik kasus tersebut.

Advokat Ahmad Khozinudin, S.H., menegaskan bahwa dalang dari kejahatan ini adalah Agung Sedayu Group, perusahaan milik Aguan. Menurutnya, pagar laut dan sertifikat laut hanyalah bagian dari skema besar untuk melakukan reklamasi dan membangun kawasan industri properti di sepanjang perairan laut Tangerang Utara.

"Konstruksi hukum dalam kasus ini tidak bisa berhenti di Arsin dkk yang hanya berada di tingkat desa. Kejahatan ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari unsur pemerintah desa, pemerintah daerah, DPRD, BPN, hingga kementerian terkait. Namun, yang paling diuntungkan dari skema ini adalah Agung Sedayu Group milik Aguan," ujar Khozinudin.

Namun, hingga kini Aguan masih belum tersentuh oleh hukum. Kondisi ini memunculkan pertanyaan: apakah negara telah kalah menghadapi Aguan?

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI pada Selasa (4/3), aktivis Banten Mahesa al Bantani secara lantang mengusulkan agar dalam waktu 1 x 48 jam, Banten dijadikan zona bebas hukum untuk mengadili Aguan. Pernyataan tersebut mencerminkan kegelisahan masyarakat yang melihat negara seolah melindungi Aguan, bukan menegakkan keadilan.

Sejumlah indikasi dugaan perlindungan negara terhadap Aguan pun mencuat:

  • Kasus Hanya Dilokalisir ke Arsin dkk
Proses hukum hanya menjerat Arsin dkk, sehingga publik seolah-olah melihat bahwa mereka adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab, sementara aktor utama tetap bebas.

  • Manuver Nusron Wahid
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, dikritik karena hanya menindak pejabat BPN, termasuk yang sudah pensiun, tanpa menyentuh pihak-pihak yang lebih berperan dalam kasus ini.

  • Skenario KKP
Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, menetapkan Arsin dan staf desa sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pagar laut. Padahal, masyarakat Banten mengetahui bahwa pelaku sebenarnya adalah orang-orang dekat Aguan, seperti Mandor Memet, Eng Cun, dan Ali Hanafiah Lijaya.

  • Narasi "Tanah Musnah"
Nusron Wahid dan Sakti Wahyu Trenggono gencar menggaungkan istilah "tanah musnah," seolah-olah daratan sebelumnya ada dan hilang karena abrasi. Padahal, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tanah yang dimaksud adalah fiktif dan sertifikatnya diterbitkan berdasarkan dokumen palsu. Skema ini diduga bertujuan untuk memberikan dasar hukum bagi Agung Sedayu Group dalam melakukan reklamasi.

  • Plin-Plan Terkait Sertifikat Laut
Kebijakan pencabutan sertifikat laut yang dilakukan Nusron Wahid dinilai tidak konsisten, karena sertifikat dicabut, dibatalkan, lalu dicabut kembali. Masyarakat tidak percaya pada proses pencabutan ini, kecuali jika sertifikat yang ada benar-benar dihancurkan di hadapan publik.

Dengan serangkaian kejanggalan ini, muncul pertanyaan yang lebih besar: jika negara beserta aparat dan pejabatnya terus melindungi Aguan, apakah salah jika rakyat meminta waktu 1 x 48 jam untuk mengadili Aguan di Banten? Pungkas Khozinudin.

Posting Komentar

0 Komentar