
Oleh: Arslan
Penulis Lepas
Ramadhan adalah bulan yang tak tertandingi keistimewaannya. Ia dijuluki sebagai sayyid asy-syuhûr (pemimpin seluruh bulan) karena penuh dengan keutamaan. Pada bulan ini, Allah membentangkan rahmat dan ampunan-Nya. Pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Lebih dari itu, terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan: Lailatul Qadar.
Allah menyeru kaum Mukmin untuk menunaikan ibadah puasa di bulan ini sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa." (TQS al-Baqarah [2]: 183)
Secara bahasa, puasa (صوم) bermakna اَمْسَكَ (menahan). Secara syar’i, ia berarti menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami-istri sejak terbit fajar hingga tenggelam matahari.
Puasa sebagai Perisai
Puasa bukan sekadar ibadah fisik, melainkan perisai bagi seorang Mukmin. Rasulullah ﷺ bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ
"Puasa adalah perisai seperti perisai salah seorang dari kalian dalam peperangan." (HR an-Nasa’i)
Imam Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan bahwa puasa melindungi seseorang seperti perisai dalam perang. Ia menjauhkan pelakunya dari maksiat di dunia serta siksa neraka di akhirat. Rasulullah ﷺ juga menegaskan dalam hadis qudsi:
قَالَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ: الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ
"Puasa adalah perisai. Dengan perisai itu seorang hamba membentengi dirinya dari siksa api neraka..." (HR Ahmad)
Namun, apakah puasa yang kita jalankan telah benar-benar menjadi perisai bagi kita? Apakah puasa yang berulang setiap tahun telah membentuk ketakwaan total di tengah masyarakat Muslim?
Realitas Ketakwaan di Negeri Ini
Survei Pew Research Center (2024) menunjukkan Indonesia sebagai negara paling religius di antara 102 negara. Namun, realitasnya kontradiktif. Mayoritas pejabatnya Muslim, tetapi korupsi merajalela. Indonesia bahkan menempati peringkat ke-115 dari 180 negara dalam indeks persepsi korupsi (2023). Teranyar, skandal korupsi di Pertamina merugikan negara hingga Rp 1.000 triliun, belum lagi kasus-kasus lain di sektor tambang, infrastruktur, dan lainnya.
Tak hanya itu, meski Ramadhan dirayakan, judi online dan pinjol tetap menjamur. Sebanyak 8,8 juta warga Indonesia terlibat judi online dengan perputaran uang Rp 600 triliun, sementara 18 juta warga terjerat pinjaman online dengan total transaksi Rp 69 triliun.
Premanisme juga makin subur. Aksi pemerasan oleh sejumlah ormas membuat investasi bernilai ratusan triliun rupiah batal masuk ke Indonesia.
Mengapa semua ini terjadi? Karena ajaran Islam telah dikebiri hanya dalam aspek ibadah ritual, tanpa diterapkan dalam bidang ekonomi, sosial, hukum, dan pemerintahan. Inilah sekularisme, agama dipisahkan dari kehidupan. Islam hanya digunakan saat menguntungkan, seperti bisnis haji dan umrah atau pencitraan politisi menjelang Pemilu. Ironisnya, mereka yang menyerukan Islam secara kâffah justru dicap radikal dan dimusuhi.
Tak heran jika Rasulullah ﷺ memperingatkan:
رُبَّ صَاىِٔمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
"Betapa banyak orang berpuasa, yang hasil dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga saja." (HR Ahmad)
Kehilangan Perisai Sejati: Khilafah
Kerusakan ini terjadi karena umat telah kehilangan perisai sejatinya, yakni Imam (Khalifah) yang menerapkan syariat Islam secara total. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ
"Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai..." (HR Muslim)
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa Khalifah ibarat pelindung yang menjaga umat dari ancaman musuh dan memastikan penerapan syariat secara menyeluruh. Namun, perisai ini telah hilang sejak Khilafah dihancurkan oleh Inggris melalui Mustafa Kemal pada 3 Maret 1924. Sudah lebih dari satu abad kaum Muslim hidup tanpa perlindungan, terpecah belah, dan tak berdaya menghadapi penjajahan ekonomi, politik, serta militer.
Imam al-Ghazali menegaskan:
وَالْمِلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
"Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama adalah pondasi, kekuasaan adalah penjaga. Apa saja yang tidak punya pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak punya penjaga akan hilang." (Al-Iqtishâd fii al-’Itiqâd, hlm. 128)
Akibatnya, umat terus teraniaya. Mereka kehilangan keamanan, kehormatan, dan harta. Perampasan tanah oleh korporasi, eksploitasi SDA oleh asing, hingga pembunuhan Muslim tak berdosa menjadi hal biasa.
Kembali kepada Islam Kâffah
Sebanyak apa pun kita berpuasa, selama sistem sekularisme tetap bercokol, mustahil kita mencapai ketakwaan yang sejati. Ramadhan bukan sekadar ritual, tetapi momentum untuk kembali kepada Islam secara menyeluruh.
Hanya dengan penerapan Islam secara kâffah, umat akan benar-benar merasakan keberkahan Ramadhan dan puasanya akan menjadi perisai sejati dari berbagai keburukan dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
0 Komentar