MUDIK LANCAR, NYAMAN DAN MURAH, RAKYAT BUTUH PEMIMPIN YANG SERIUS


Oleh: Nora Afrilia, S.Pd
Penulis dan Aktivis Islam

Mudik adalah tradisi masyarakat Indonesia. Seolah menjadi keharusan, mudik dilakukan karena dapat menjadi sarana mempererat silaturahmi antara keluarga besar. Maka sudah sewajarnya tetap senantiasa dilakukan meski keuangan masyarakat tidak baik-baik saja.

Pelanggaran oleh sekelompok orang terkait transportasi kembali terjadi. Muncul fenomena travel gelap menjadi bukti ketidakseriusan pemerintah daerah dalam pengelolaan sarana transportasi.

Dampaknya memunculkan beberapa pihak swasta yang illegal mengelola bisnis transportasi. Hal tersebut didukung oleh pandangan pengamat transportasi, Djoko Setijowarno.

Fakta menjamurnya transportasi illegal tersebut bahkan sudah disertai dengan beberapa angka kecelakaan.

Djoko menyebutkan, ada beberapa kasus kecelakaan akibat travel illegal. Seperti kecelakaan tragis pada mudik Lebaran 2024 lalu, ketika sebuah minibus travel gelap mengalami kecelakaan di Tol Cikampek KM 58, menewaskan 12 penumpang. (Liputan6.com, 23/30/2025)

Menurut Djoko, maraknya travel gelap ini karena kebutuhan mobilitas masyarakat desa tidak lagi bisa diakomodasi angkutan resmi.

Pemerintah harus berpikir serius dalam menjamin ketersediaan dan kelayakan transportasi. Terlebih tingkat antusias masyarakat untuk mudik semakin meningkat setiap tahunnya.

Pergerakan penumpang angkutan umum pada H-9, Sabtu, 22 Maret 2025, Lebaran 2025 mulai mengalami peningkatan pada semua moda transportasi, baik darat, laut, udara, maupun kereta api.

Hal ini disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik (BKIP) Kemenhub Budi Rahardjo, mengutip data yang dihimpun dari Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu Tahun 2025 Kementerian Perhubungan.

Berdasarkan data Posko, pergerakan penumpang bus pada H-9 mencapai angka 116.789 orang. Angka ini naik 1,1 persen dibanding angkutan lebaran tahun lalu pada periode yang sama.

Untuk kapal penyeberangan, pergerakan penumpang juga mengalami peningkatan, di mana angkanya mencapai 163.633 orang, naik 52,77 persen dibanding angkutan lebaran tahun lalu pada periode yang sama.

Jumlah penumpang kapal laut mengalami peningkatan, di mana angkanya mencapai 62.630 orang, naik 8,11 persen dibanding angkutan lebaran tahun lalu pada periode yang sama. Sementara pada moda transportasi udara, peningkatan jumlah penumpang tercatat pada H-10 angkanya mencapai 183.312 orang, naik 28,89 persen jika dibanding angkutan lebaran tahun lalu pada periode yang sama. Adapun pada H-9, jumlah penumpang pesawat udara mencapai 189.122 orang.

Berikutnya, pada moda kereta api, pergerakan penumpang pada H-9 juga mengalami peningkatan, di mana angkanya mencapai 188.909 orang. Jumlah ini naik 57,25 persen jika dibanding angkutan Lebaran tahun lalu pada periode yang sama. (dephub.go.id, 23/03/2025)


Mudik Lancar dan Nyaman Sulit, Jikalau Pemerintah Abai

Arus mudik setiap tahun senantiasa meningkat. Keinginan untuk menjamin silaturahmi terutama dengan orangtua adalah hal yang paling mendasari masyarakat untuk mudik. Meskipun realitanya, harus dengan transportasi yang tidak resmi.

Pengamat transportasi sebenarnya telah mengingatkan, kewajiban penyediaan angkutan umum sudah diatur dalam Pasal 138 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Undang-undang ini menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin ketersediaan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat.

Selain itu, Pasal 139 UU LLAJ menyebutkan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki tanggung jawab menyediakan angkutan umum, baik untuk angkutan antarprovinsi, antarkabupaten/kota, hingga ke dalam wilayah pedesaan.

Maka selayaknya pemerintahan berusaha optimal mengaktualisasikan UU di atas agar tercipta kinerja perbaikan dalam hal transportasi. Karena hal tersebut adalah kebutuhan publik yang terkategori kebutuhan asasi juga.

Tapi kenyataan pahit kini muncul. Keberadaan tansportasi mudik illegal, seperti travel gelap adalah bukti bahwa pemerintah tetap membuka peluang untuk melempar tanggung jawab kepada pihak swasta. Seolah hari ini dengan penerapan sistem kapitalis sekuler negara menjadi ibu yang lepas tanggung jawab sepenuhnya. Tidak berupaya membangun ketersediaan transportasi langsung dikelola pemerintah hingga ke pedesaan.

Penyediaan angkutan yang tidak seimbang antara perkotaan dan pedesaan. Memunculkan pihak swasta untuk penyediaan transportasi. Yang bisa saja, dalam memberi peluang untuk menaikkan ongkos mudik. Maka tujuan UU dalam penyediaan transportasi aman, murah dan nyaman hanya tinggal impian.

Penyebab utama pola pikir kapitalis seperti ini karena memandang Allah tidak punya aturan dalam pengelolaan hak milik umum rakyat. Terutama pada pengaturan transportasi ini.


Berpikir Serius dalam Penyediaan transportasi adalah Wajib Hukumnya

Peningkatan jumlah pemudik, tingkat kecelakaan, dan faktor urgent lainnya sudah harus menjadi dasar pertimbangan pemerintah. Terutama dalam aspek pelayanan transportasi. Islam memerintahkan seperti itu.

Terbukti dengan adanya keresahan pemimpin umat Islam dahulu, bahkan ketika hanya sekedar ada lubang di jalan. Kejadian di tabah Iraq, telah membuat sedih dan gelisah Khalifah Umar bin Khatab. Ketika seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang. Beliau tidak menyepelekan meski itu hanya seekor hewan.

Bagi seorang muslim ada anjuran ketika manusia melewati sebuah jalan dan menemui hambatan seperti batu, kayu atau apapun. Sebaiknya dibantu untuk disingkirkan karena berbuah pahala besar dari Allah

"Kamu menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari tengah jalan itu adalah sedekah bagimu" (HR. Bukhari)

Semua ini mengingatkan kita bahwa tidak ada lagi kata sepele terhadap kebutuhan publik. Harus selalu melibatkan Allah dalam mengurusi rakyat. Apalagi dalam hal penjagaan nyawa satu orang manusia.

Posting Komentar

0 Komentar