MENANTI TRANSPORTASI AMAN DAN NYAMAN SAAT MUDIK


Oleh: Nunung Sulastri, A.Md
Ummu Penggerak Generasi

Tradisi yang dinanti-nanti di akhir bulan Ramadan yaitu mudik. Tradisi ini merupakan budaya masyarakat Indonesia yang mengandung nilai-nilai kebaikan, khususnya bagi para perantau. Mudik adalah momen untuk melepas rindu dengan keluarga yang jauh, bersilaturahmi dengan kerabat serta sahabat.

Menjelang Idulfitri, baru-baru ini pemerintah menetapkan berbagai kebijakan. Presiden Prabowo menyampaikan bahwa ia telah menyiapkan beberapa kebijakan untuk masyarakat umum, di antaranya pemberian THR (Tunjangan Hari Raya), keringanan harga tiket transportasi kendaraan, dan mudik gratis. (sindonews.com, 22-3-2025)

Kebijakan tersebut tentunya merupakan kabar gembira bagi masyarakat umum karena dapat meringankan beban ekonomi, terutama di tengah kondisi yang serba mahal. Namun, kenyataannya berbagai persoalan dalam sarana transportasi, terutama saat mudik, sering terjadi, seperti kemacetan panjang hingga kecelakaan. Hal ini mengakibatkan hilangnya keamanan dan kenyamanan dalam perjalanan.

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari negara yang berasaskan atau mengadopsi aturan Kapitalisme-Sekuler. Dalam sistem ini, transportasi menjadi ladang jasa komersial yang sangat menguntungkan karena pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta. Negara hanya berperan sebagai jembatan atau regulator bagi pengusaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.


Dampak Kebijakan yang Tidak Pro Rakyat

Selain kebijakan yang menguntungkan korporasi atau pengusaha, masalah yang berulang setiap tahun adalah ketimpangan infrastruktur. Hal ini menyebabkan rakyat menggantungkan hajat hidupnya di perkotaan. Akibatnya, banyak orang mencari pekerjaan di kota, yang tak jarang berujung menjadi pengangguran, sehingga tradisi mudik pun tidak terelakkan.

Ini merupakan buah dari kebijakan pro pengusaha yang terjadi secara berulang setiap tahunnya. Tidak adanya jaminan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam tata kelola transportasi umum semakin memperparah kondisi ini.


Solusi dalam Sistem Islam

Tata kelola transportasi umum dalam sistem Islam dilandasi oleh akidah Islam. Islam memandang transportasi sebagai fasilitas umum yang merupakan urat nadi kehidupan dan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, yang harus dipenuhi oleh negara.

Negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum, khususnya transportasi umum. Dalam hal ini, transportasi mudik pun harus dikelola oleh negara karena transportasi umum bukanlah jasa komersial. Ketiadaan transportasi umum yang layak dapat mengakibatkan bahaya atau dharar.


Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
"Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada yang membahayakan (baik diri sendiri maupun orang lain)." (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Daraquthni)

Meski pembangunan infrastruktur mahal dan rumit, haram bagi negara menyerahkan pengelolaannya kepada swasta yang bertindak sebagai fasilitator sebagaimana logika neoliberalisme. Sebab, fungsi negara adalah bertanggung jawab langsung dan menjamin sepenuhnya akses setiap individu terhadap fasilitas umum. Selain itu, negara wajib membangun transportasi umum yang aman, nyaman, bahkan murah, tepat waktu, serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai sesuai perkembangan teknologi.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Imam (Khalifah) itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya." (HR Al-Bukhari)

Untuk mewujudkan hal ini, negara wajib menggunakan anggaran yang bersifat mutlak. Transportasi merupakan kebutuhan umum, sehingga keberadaannya tidak boleh bergantung pada ada atau tidaknya kekayaan negara. Jika ketiadaannya dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat, seperti jalan rusak yang berisiko menyebabkan kecelakaan, maka negara wajib memperbaikinya dengan anggaran mutlak untuk mencegah dharar.

Negara Islam memiliki sumber pemasukan yang banyak dan beragam, seperti hasil tambang berupa batu bara, nikel, timah, emas, dan sebagainya. Dengan sumber daya ini, negara mampu membangun infrastruktur transportasi yang baik, aman, dan nyaman. Dengan begitu, masyarakat umum bisa mendapatkan layanan dengan mudah dan berkualitas terbaik.

Di sisi lain, Islam memandang bahwa kemajuan teknologi dan pembangunan infrastruktur adalah hak seluruh masyarakat. Oleh karena itu, negara wajib membangun infrastruktur secara merata agar potensi ekonomi terbuka di semua wilayah, bukan hanya di perkotaan.

Allah berfirman dalam Surah Al-A’raf ayat 96:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A’raf: 96)

Masya Allah, hanya dalam sistem Islam aturan ini dapat diterapkan. Semoga sistem Islam dapat tegak kembali di muka bumi ini. Aamiin Allahumma aamiin.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar