
Oleh: Alex Syahrudin
Jurnalis Lepas
Pemerintah dalam beberapa kasus cenderung bersikap otoriter dengan menggunakan regulasi sebagai alat kontrol terhadap masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang dianggap menekan kebebasan berpendapat serta komunikasi publik yang sering kali tidak sensitif terhadap kritik yang muncul.
Pemerintah dan Regulasi yang Menekan
Salah satu kebijakan yang banyak dikritik adalah RUU Penyiaran, yang dinilai berpotensi membatasi kebebasan pers dan media sosial. Regulasi seperti ini bisa digunakan untuk mengontrol narasi yang berkembang di masyarakat serta membungkam kritik terhadap pemerintah. Dalam konteks ini, konsep kebangsaan dan Pancasila sering kali dijadikan alat untuk menghakimi pihak-pihak yang berbeda pendapat, sehingga mereka yang mengkritik kebijakan negara dapat dicap sebagai anti-Pancasila atau anti-NKRI.
Blunder Komunikasi Pemerintah
Kesalahan dalam komunikasi sering kali memperburuk citra pemerintah. Salah satu contoh nyata adalah pernyataan Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi yang merespons teror kepala babi yang dikirim ke Kantor Tempo. "Sudah dimasak saja," kata dia di Kompleks Istana Kepresiden, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025. Alih-alih menunjukkan kepedulian, tanggapan yang tidak serius dari pejabat justru semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Selain itu, strategi komunikasi pemerintah dalam menanggapi kritik sering kali terkesan tidak efektif. Ketika kebijakan atau tindakan pejabat dikritik, respons yang diberikan cenderung mengabaikan substansi permasalahan dan malah memperkeruh keadaan. Kurangnya konsultasi dan perencanaan dalam komunikasi publik membuat pernyataan pejabat sering kali menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri.
Radikalisme Kekuasaan yang Menekan
Radikalisme tidak hanya terjadi dalam kelompok ekstremis, tetapi juga dapat muncul dalam bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah. Hal ini terjadi ketika penguasa menggunakan instrumen negara untuk menekan masyarakat, baik melalui regulasi maupun narasi yang menyesatkan.
Sebagai contoh, kritik terhadap pemerintah sering kali dikaitkan dengan sikap anti-negara atau ekstremisme. Tindakan ini menciptakan suasana ketakutan yang membuat banyak pihak enggan untuk berbicara kritis terhadap kebijakan yang merugikan rakyat. Ini menunjukkan bahwa radikalisme bukan hanya masalah individu atau kelompok tertentu, tetapi juga bisa muncul dalam bentuk kebijakan yang membatasi kebebasan sipil.
Kesimpulan
Kritik terhadap pemerintah bukanlah sesuatu yang harus dibungkam, melainkan bagian dari proses demokrasi yang sehat. Sayangnya, regulasi seperti RUU Penyiaran dan blunder komunikasi para pejabat semakin memperlihatkan bahwa pemerintah masih memiliki kecenderungan untuk menekan kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus mengawal kebijakan pemerintah agar tidak menjadi alat untuk membungkam kritik dan mengontrol narasi publik.
0 Komentar