
Oleh: Ryah Faraly
Penulis Lepas
Tingkat kemiskinan di Kabupaten Cilacap sampai sekarang masih tinggi. Data Pemkab Cilacap mencatat, dari jumlah penduduk sekitar 2 juta jiwa, pada 2023 jumlahnya mencapai 191.000 jiwa atau 10,99% dan pada 2024 mencapai 186.080 jiwa atau 10,68%.
Demikian disampaikan Pj. Bupati Cilacap M. Arief Irwanto kepada Komisi C DPRD Provinsi Jateng di Pendopo Kabupaten Cilacap, Senin (17/2/2025). Ia berharap, dengan adanya kunjungan dari Komisi C, pihaknya mendapatkan arahan/ petunjuk dalam penanggulangan kemiskinan.
“Kami menyambut baik kedatangan Komisi C agar kami semakin mampu mengurangi angka kemiskinan,” kata bupati.
Menjawabnya, Kepala Bappeda Kabupaten Cilacap Sujito mengaku tingkat pengangguran yang memicu kemiskinan di Cilacap masih tinggi. Namun, tingkat pengangguran itu masih berada di ranking 2 setelah Kabupaten Brebes.
Untuk langkah konkrit, pemkab sudah melakukan setiap triwulan, diantaranya peningkatan pendapatan masyarakat seperti pemberian bantuan modal dan alat usaha. Selain itu, penyaluran bansos dan perbaikan sarana/prasarana seperti program perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH), program kelistrikan, dan perbaikan sanitasi.
“Soal CSR, pada 2024 telah tersalurkan sekitar Rp 30 miliar dan Rp 13 miliar diantaranya untuk program pengentasan kemiskinan seperti program perbaikan RTLH dari Pertamina dan kelistrikan dari PLN,” papar Sujito.
Mendengarnya, Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jateng Muhammad Afif menilai masih perlu adanya evaluasi agar penyaluran bantuannya lebih tepat sasaran. Selain itu, keterpaduan data masyarakat miskin butuh dikaji ulang.
“Kemudian soal kerjasama dalam penyaluran CSR juga perlu lebih diarahkan kembali agar tidak jalan sendiri-sendiri,” saran Afif.( DPRD, Prov Jateng)
Akar Masalah Kemiskinan
Kemiskinan merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya.
Kemiskinan bukanlah fenomena yang muncul begitu saja, merupakan hasil dari interaksi kompleks antara berbagai faktor-faktor yang merentang dari aspek ekonomi, sosial, hingga lingkungan.
Akar masalah paling mendasar dalam masalah kemiskinan adalah akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sejumlah kecil individu atau kelompok memiliki kendali atas sumber daya ekonomi yang signifikan, sementara mayoritas harus bertahan dengan akses yang terbatas.
Ketidaksetaraan ini menciptakan siklus dimana mereka yang kaya menjadi semakin kaya, sementara mereka yang kurang beruntung akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
Negara pada akhirnya menjalankan program pengentasan kemiskinan dengan dasar kapitalisme, yang sejatinya hanya tambal sulam, belum berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi.
Hadirnya pemerintah dalam rangka menyelesaikan masalah kondisi kemiskinan yang ada, harus dibarengi dengan perubahan sistem ekonomi yang diterapkan. Karena kapitalisme menjadikan barang kebutuhan pokok menjadi komoditas, bahkan kebutuhan komunal pun menjadi ladang basah untuk meraup keuntungan.
Solusi Kemiskinan dalam Islam
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam dalam menuntaskan kemiskinan. Islam menghendaki agar seluruh harta kekayaan yang ada di dunia ini dapat dialokasikan secara adil dan merata dengan mengikuti ketentuan ekonomi Islam. Negaralah yang berperan aktif terlibat dalam menyediakan kesejahteraan rakyatnya.
Islam memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara menyeluruh. Syariat Islam telah menentukan kebutuhan primer itu (yang menyangkut eksistensi manusia) berupa tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan papan.
Dengan demikian, siapapun dan di mana pun berada, jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer)nya, yaitu sandang, pangan, dan papan, dapat digolongkan pada kelompok orang-orang yang fakir ataupun miskin.
Islam sebagai agama yang menunjukkan tentang pedoman-pedoman praktis dalam mengentaskan kemiskinan, telah memiliki solusi sistemis dalam mengatasi kemiskinan ekstrem sekaligus menjaga generasi dari dampak kemiskinan ini.
Pertama, pembagian kepemilikan secara benar. Pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam itu ada tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Pembagian ini sangat penting agar tidak terjadi dominasi ekonomi, yakni hegemoni pihak yang kuat menindas yang lemah.
Dominasi itu terjadi karena penguasaan sektor kepemilikan umum yang tidak semestinya dimiliki perseorangan atau perusahaan swasta. Semisal, penguasaan individu atau swasta atas barang tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan, bandara, dan sebagainya yang menjadikan ekonomi mereka kuat, meluas, hingga mendominasi kekayaan.
Kedua, pengaturan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar, yaitu bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil, bukan non riil.
Ketiga, distribusi harta kekayaan oleh individu, masyarakat, dan negara. Sistem ekonomi Islam akan menjamin bahwa seluruh rakyat akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya (primer). Sistem ekonomi Islam juga menjamin bagi seluruh rakyatnya untuk dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder maupun tersiernya.
Keempat, negara yang menerapkan Islam kaffah (Khilafah) wajib memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan, negara harus memberi kemudahan masyarakat untuk mendapatkannya. Semisal harga terjangkau, kemudahan bekerja untuk memenuhi kebutuhan, serta kemudahan mengakses kebutuhan tersebut.
Adapun dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara harus memenuhinya secara gratis tanpa dipungut biaya. Tidak boleh ada komersialisasi dan kapitalisasi dalam tiga kebutuhan ini. Layanan pendidikan dan kesehatan harus diberikan kepada rakyat secara cuma-cuma. Jaminan keamanan setiap warga juga menjadi tanggung jawab negara sebagai pemelihara urusan rakyat.
Inilah gambaran solusi Islam dalam menuntaskan kemiskinan. Perlu aturan yang menyeluruh untuk menuntaskan kemiskinan. Dan aturan ini tidaklah datang dari selain al Khaliq, yaitu Allah subhanahu wa ta'ala.
0 Komentar