
Oleh: Darul Iaz
Penulis Lepas
Pada masa keemasan peradaban Islam, dunia menyaksikan lahirnya para ilmuwan Muslim yang memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Mereka tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga aktif dalam pengembangan sains, matematika, kedokteran, dan teknologi. Namun, ironisnya, saat ini terdapat sebagian kelompok yang justru menunjukkan sikap skeptis atau bahkan menolak sains, seolah-olah ada jurang pemisah antara ilmu pengetahuan dan agama.
Kontribusi Ilmuwan Muslim dalam Sains
Pada abad ke-8 hingga ke-14, dunia Islam menjadi pusat ilmu pengetahuan. Ilmuwan seperti Al-Khwarizmi, yang dikenal sebagai "Bapak Aljabar", mengembangkan konsep-konsep matematika yang menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan modern. Karyanya dalam bidang aljabar masih digunakan hingga saat ini. Selain itu, Al-Khwarizmi juga berkontribusi dalam pengembangan ilmu astronomi, yang membantu dalam pembuatan kalender yang lebih akurat dan navigasi.
Selain Al-Khwarizmi, terdapat ilmuwan lain seperti Ibnu Sina (Avicenna) yang menulis "The Canon of Medicine", sebuah ensiklopedia medis yang menjadi rujukan di Eropa selama berabad-abad. Ada juga Al-Razi (Rhazes), yang dikenal atas kontribusinya dalam bidang kedokteran dan kimia. Mereka semua adalah bukti bahwa ilmuwan Muslim dahulu tidak memisahkan antara ilmu agama dan sains.
Pandangan Islam terhadap Ilmu Pengetahuan
Islam memandang ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ dan sebagai petunjuk yang dapat membimbing manusia ke arah yang benar. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang mendorong umatnya untuk berpikir, merenung, dan memahami alam semesta. Misalnya, dalam Surah Al-Mulk ayat 3-4, Allah ﷻ mengajak manusia untuk melihat dan memikirkan ciptaan-Nya sebagai tanda kebesaran-Nya. Selain itu, Surah Al-'Alaq dimulai dengan perintah "Iqra" yang berarti "Bacalah", menunjukkan pentingnya membaca dan mencari ilmu.
Namun, saat ini, perkembangan sains dan teknologi di dunia Islam mengalami kemunduran. Salah satu penyebabnya adalah masa kolonialisme yang dialami oleh banyak negara-negara Islam, yang mengakibatkan ketertinggalan dalam bidang intelektual dan material. Selain itu, sistem pendidikan yang lebih menekankan hafalan daripada pemahaman kritis turut berperan dalam stagnasi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Fenomena Penolakan terhadap Sains
Saat ini, terdapat fenomena di mana sebagian kelompok yang mengaku beragama justru menunjukkan sikap skeptis atau bahkan menolak sains. Mereka menganggap bahwa sains adalah produk Barat yang bertentangan dengan ajaran agama. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui konsep backfire effect, di mana individu yang dihadapkan pada fakta yang bertentangan dengan keyakinannya justru semakin kukuh dengan keyakinannya tersebut. Selain itu, pola pikir hitam-putih dan dogma yang kaku membuat mereka menolak informasi baru yang dianggap bertentangan dengan pemahaman awal mereka.
Kesimpulan
Penolakan terhadap sains bukanlah cerminan dari ajaran Islam itu sendiri, melainkan hasil dari pemahaman yang sempit dan dogmatis. Islam, pada dasarnya, mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan memahami alam semesta sebagai bentuk penghambaan kepada Allah ﷻ. Oleh karena itu, sudah saatnya umat Muslim kembali menghidupkan tradisi keilmuan yang pernah berjaya pada masa lalu, dengan mengintegrasikan ilmu agama dan sains secara harmonis.
0 Komentar