
Oleh: Abu Ghazi
Penulis Lepas
Dalam beberapa bulan terakhir, Danantara menjadi sorotan di berbagai platform media sosial, diskusi warung kopi, hingga ruang rapat pemerintah. Lembaga ini diproyeksikan sebagai "game changer" dalam pengelolaan kekayaan negara, dengan janji transparansi, profesionalisme, dan keberlanjutan. Namun, di balik optimisme yang digaungkan, muncul pertanyaan kritis: Apakah Danantara benar-benar solusi bagi ekonomi Indonesia, atau justru ancaman baru yang dapat memperburuk keadaan?
Kesejahteraan Rakyat atau Ilusi?
Danantara, yang diartikan sebagai "energi masa depan Nusantara", dirancang sebagai superholding yang bertugas mengelola aset negara, termasuk dividen BUMN, penyertaan modal negara, dan aset yang selama ini belum dioptimalkan. Dengan klaim dana mencapai Rp14.000 triliun, Danantara digadang-gadang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 6-7% per tahun.
Visinya cukup ambisius: menciptakan kesejahteraan rakyat melalui investasi strategis di sektor energi terbarukan, manufaktur teknologi tinggi, food estate, dan hilirisasi sumber daya alam. Jika berhasil, lembaga ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan negara.
Namun, optimisme akan kesuksesan Danantara melahirkan tiga pertanyaan mendasar yang perlu diklasifikasi sebagai berikut:
- Transparansi dan Profesionalisme – Untuk menunjang klaim kesuksesan Danantara, direksi dan pengawas harus berisi individu yang benar-benar kompeten, independen, dan tidak memiliki kepentingan politik. Dengan Rosan Roeslani sebagai CEO dan Pandu Patria Sjahrir sebagai Chief Investment Officer, serta pengawasan dari Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, apakah transparansi dan Profesionalisme Danantara dapat terjamin?
- Akuntabilitas – Danantara harus memiliki mekanisme audit independen dan keterbukaan kepada publik agar kepercayaan masyarakat dan investor tetap terjaga. Apakah hal tersebut dapat terwujud?
- ROI (Return on Investment) – Investasi harus memberikan keuntungan nyata, bukan sekadar proyek mercusuar yang hanya menghabiskan anggaran tanpa hasil signifikan. Untuk memenuhi tangungjawab tersebut apa Danantara yang diusulkan akan mampu?
Jika ketiga kekhawatiran masyarakat ini dapat terjawab dengan pasti dan tidak sekedar janji, Danantara berpotensi menjadi solusi ekonomi yang membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle-income trap). Namun, jika gagal, dampaknya bisa jauh lebih buruk dari sekadar kegagalan investasi biasa.
Ancaman di Balik Optimisme
Meski digadang sebagai solusi, Danantara juga menyimpan potensi ancaman yang tidak bisa diabaikan:
- Politisasi dan Korupsi – Sejarah panjang korupsi di Indonesia menjadi pengingat bahwa lembaga semacam ini rentan disalahgunakan. Skandal seperti 1MDB di Malaysia membuktikan bahwa dana triliunan bisa lenyap jika dikelola oleh orang-orang yang tidak kompeten atau berorientasi kepentingan pribadi. Jika Danantara lebih banyak digunakan untuk kepentingan politik daripada ekonomi, maka proyek ini bisa menjadi bencana bagi keuangan negara.
- Ketidaktransparanan – Jika pengelolaan Danantara tidak terbuka, kepercayaan publik dan investor akan menurun drastis. Akibatnya, bisa terjadi pelarian modal, melemahnya nilai investasi, hingga krisis kepercayaan yang berkepanjangan.
- Kegagalan Investasi – Setiap investasi memiliki risiko, dan tidak ada jaminan bahwa proyek yang didanai akan selalu sukses. Jika strategi investasi Danantara salah langkah, negara bisa menanggung kerugian besar, yang pada akhirnya akan membebani APBN dan berdampak pada perekonomian rakyat.
- Dampak Sosial dan Ekonomi – Jika proyek-proyek yang dibiayai Danantara tidak benar-benar meningkatkan kesejahteraan rakyat atau menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan, maka kesenjangan sosial dan ekonomi justru akan semakin melebar.
Danantara: Harapan atau Ancaman?
Danantara adalah proyek ambisius yang membutuhkan bukan hanya modal besar, tetapi juga integritas, transparansi, dan pengelolaan yang profesional. Pemerintah harus memastikan bahwa lembaga ini independen dan tidak menjadi alat kepentingan politik segelintir elite. Masyarakat juga harus aktif mengawasi dan menuntut pertanggungjawaban atas setiap keputusan yang diambil.
Namun, skeptisisme terhadap Danantara tidak bisa diabaikan begitu saja. Banyak yang masih trauma dengan kegagalan proyek-proyek besar sebelumnya, terutama di tubuh BUMN dan proyek infrastruktur yang tak kunjung rampung. Jika pemerintah ingin membuktikan bahwa Danantara berbeda, maka hasil nyata harus segera terlihat.
Pada akhirnya, Danantara bisa menjadi harapan baru bagi perekonomian Indonesia jika dikelola dengan baik. Namun, jika gagal, konsekuensinya akan sangat berat bagi negara dan rakyat. Sebagai warga negara, kita harus tetap waspada dan memastikan bahwa Danantara benar-benar bekerja untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir orang.
0 Komentar