BRAIN DRAIN DI BAITUL MAQDIS: ANCAMAN ATAU STRATEGI PERJUANGAN?


Oleh: Rika Dwi Ningsih
Penulis Lepas

Baitul Maqdis, tanah yang diberkahi oleh Allah ﷻ, memiliki dua keistimewaan utama: keberkahan tempatnya dan kemuliaan orang-orangnya. Namun, di tengah penjajahan dan penindasan yang terus berlanjut, muncul fenomena "brain drain", yaitu keluarnya orang-orang cerdas dan berpendidikan tinggi dari wilayah ini. Apakah ini berarti Palestina kehilangan aset intelektualnya? Ataukah justru ini bagian dari strategi perjuangan yang lebih besar?


Keistimewaan Baitul Maqdis dan Penghuninya

Baitul Maqdis adalah bagian dari Syam, tanah yang diberkahi sebagaimana disebutkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Aku pernah mendengar Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طُوبَى لِلشَّامِ طُوبَى لِلشَّامِ. قُلْتُ: مَا بَالُ الشَّامِ. قَالَ: الْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَجْنِحَتِهَا عَلَى الشَّامِ
“Berbahagialah bagi (penduduk) Syam, beruntunglah bagi (penduduk) Syam”. Aku bertanya apa alasannya? Beliau menjawab, “(Karena) para malaikat mengepakan sayap (menaungi) negeri Syam”. (HR at-Tirmidzi no: 3954. Ahmad 35/483 no: 21606)

Dalam sebuah hadits lainnya, Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa di akhir zaman pasukan kaum Muslimin akan terpusat di tiga tempat, yaitu Syam, Yaman, dan Irak. Ketika para sahabat bertanya di mana tempat terbaik untuk tinggal, Rasulullah ﷺ menjawab:

عَلَيْكُمْ بِالشَّامِ فَإِنَّهَا صَفْوَةُ بِلَادِ اللَّهِ يَسْكُنُهَا خِيَرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ
"Pilihlah Syam, karena itu adalah tanah yang diberkahi". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Namun, keistimewaan ini bukan hanya terletak pada tanahnya, tetapi juga pada orang-orangnya. Penduduk Palestina, khususnya di Gaza dan Baitul Maqdis, telah menunjukkan keteguhan luar biasa dalam menghadapi penjajahan. Meskipun dibombardir dan mengalami penderitaan yang luar biasa, mereka tetap melahirkan generasi baru yang siap melanjutkan perjuangan.


Brain Drain: Perginya Orang-Orang Cerdas dari Palestina

Fenomena brain drain di Baitul Maqdis bukanlah hal yang baru. Banyak warga Palestina yang terpaksa meninggalkan tanah air mereka akibat tekanan dari penjajah Zionis. Mereka mencari tempat yang lebih aman untuk belajar, bekerja, dan mengembangkan potensi mereka. Namun, apakah ini berarti mereka meninggalkan perjuangan? Tidak! Justru, banyak dari mereka yang tetap berkontribusi bagi perjuangan pembebasan Palestina.

Salah satu contohnya adalah Prof. Abdul Fattah Al-Awaisi, seorang akademisi Palestina yang diusir dari tanah kelahirannya. Alih-alih menyerah, ia justru mendapatkan gelar profesor di Inggris dan mengabdikan ilmunya untuk membangun kesadaran umat tentang pentingnya membebaskan Baitul Maqdis. Banyak akademisi dan profesional Palestina lainnya yang mengikuti jejaknya, membangun jaringan intelektual global untuk mendukung perjuangan tanah suci ini.


Tidak Semua Brain Drain Berdampak Negatif

Seringkali, istilah "brain drain" dianggap negatif, seolah-olah para intelektual yang meninggalkan Palestina telah mengkhianati perjuangan. Padahal, dalam sejarah Islam, ada banyak contoh bagaimana hijrah dari suatu tempat bisa menjadi strategi perjuangan:
  • Ashabul Kahfi: Mereka meninggalkan kaumnya yang zalim dan bersembunyi di dalam gua untuk mempertahankan keimanan mereka. (QS. Al-Kahfi: 9-26)
  • Rasulullah ﷺ: Beliau berhijrah ke Gua Hira untuk bertahan dari kezaliman Makkah dan menerima wahyu pertama.
  • Imam Syafi’i: Saat terjadi fitnah tentang penciptaan Al-Qur’an (khalqul Quran), beliau hijrah dari Baghdad ke Mesir dan mendirikan mazhabnya yang kokoh.

Dengan demikian, meninggalkan suatu tempat bukan berarti menyerah, melainkan bisa menjadi strategi untuk memperkuat perjuangan.


Peran Umat Islam dalam Perjuangan Palestina

Setiap Muslim yang peduli dan berjuang untuk Baitul Maqdis dianggap sebagai bagian dari perjuangan itu sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
"Akan tetap ada satu kelompok dari umatku yang senantiasa berada dalam kebenaran, mereka menang melawan musuh-musuh mereka, dan mereka tidak akan terpengaruh oleh orang-orang yang meninggalkan mereka, hingga datang ketetapan Allah dan mereka tetap seperti itu." (HR. Ahmad)

Perjuangan untuk membebaskan Palestina tidak hanya dilakukan dengan angkat senjata atau donasi. Ada beberapa tingkatan jihad yang bisa dilakukan:
  • Jihad ilmu: Memahami sejarah dan pentingnya Baitul Maqdis agar umat sadar dan tidak terpengaruh propaganda musuh.
  • Jihad politik: Menggunakan kekuatan politik untuk menekan negara-negara yang mendukung penjajahan.
  • Jihad fisik: Pada akhirnya, Baitul Maqdis akan dibebaskan dengan jihad fisik, sebagaimana yang telah disebutkan dalam banyak hadits tentang akhir zaman.

Tanpa jihad ilmu, tidak akan ada dasar yang kuat untuk perjuangan. Oleh karena itu, akademisi dan ilmuwan Palestina yang ada di luar negeri tetap memiliki peran penting dalam perjuangan ini.


Brain Drain atau Strategi Perjuangan?

Fenomena brain drain di Baitul Maqdis bukanlah kehilangan semata, tetapi juga bagian dari strategi perjuangan. Mereka yang keluar dari Palestina tidak serta-merta melupakan tanah airnya. Sebaliknya, mereka membangun kekuatan dari luar, menempuh pendidikan tinggi, menyebarkan kesadaran, dan membangun jaringan internasional untuk mendukung perjuangan pembebasan tanah suci.

Sebagai umat Islam, kita memiliki kewajiban untuk mendukung perjuangan ini dengan cara masing-masing. Baik melalui ilmu, politik, ekonomi, atau bentuk perjuangan lainnya, kita semua memiliki bagian dalam membebaskan tanah suci ini dari cengkeraman penjajah. Rasulullah ﷺ telah menjamin bahwa kemenangan akan tiba, dan kita hanya perlu memastikan bahwa kita adalah bagian dari perjuangan tersebut.

Wallahu a’lam bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar