
Oleh: Titin Surtini
Muslimah peduli umat.
Menjelang Ramadan ini kaum buruh berduka karena dihantam gelombang PHK. Ribuan buruh kehilangan mata pencaharian. Contohnya terjadi di dua pabrik yang memutuskan menutup pabriknya, adalah PT. Sanken Indonesia di Cikarang Jawa Barat dan PT. Danbi Internasional di Garut Jawa Barat. PT. Sanken melakukan PHK 459 orang pekerja sedangkan PT. Danbi Internasional merumahkan 2.100 orang karyawan.
Sebelumnya ratusan ribu buruh di PHK disektor industri tekstil, garmen, dan sepatu. Juga PT. Yamaha Music Indonesia telah memangkas 1.100 orang karyawannya. Jika tidak ada langkah nyata yang jelas dari pemerintah mungkin PHK akan terus meningkat.
Selain sektor swasta, PHK juga terjadi di instansi pemerintah. Efisiensi anggaran berakibat pada karyawan, terutama yang berstatus harian lepas. Bahkan terancam kehilangan pekerjaan karena pos anggaran dipangkas.
Pemangkasan anggaran berakibat beberapa kementrian dan lembaga mengalami kesulitan dalam membayar gaji dan tunjangan pekerja.
Dengan banyaknya PHK, pemerintah membuat kebijakan pemberian 60% gaji selama enam bulan bagi karyawan yang di-PHK.
Namun, kebijakan ini tidak menyelesaikan masalah karena hanya bersifat sementara, Sedangkan kebutuhan hidup terus-menerus harus dipenuhi.
Para buruh korban PHK menjadi pengangguran, sementara itu, harga barang dan jasa membumbung tinggi. Apalagi saat ini momen Ramadan dan Idulfitri, harga-harga meroket. Kondisi ini membuat nasib buruh makin tertekan. Ini akibat sistem ekonomi kapitalisme yang ditetapkan oleh negara dan buruknya iklim investasi di Indonesia.
Dalam sistem kapitalisme, buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi sebagaimana bahan baku, mesin, dan alat produksi lainnya. Ketika perusahaan menghendaki penghentian produksi, buruh pun dikorbankan.
Buruh tidak dianggap sebagai mitra kerja pengusaha dan tidak dipandang sebagai manusia yang memiliki kebutuhan untuk hidup atau rakyat yang harus dilindungi.
Perusahaan yang mem-PHK buruh, seringkali tanpa pesangon yang layak. Penentuan waktu PHK juga semena -mena.
Aksi demi aksi yang digelar buruh tidak ada hasilnya. Pemilik modal tetap kuat dengan keputusan sepihaknya. Sedangkan pemerintah pasrah saja dengan kebijakan perusahaan. Tidak ada pembelaan pemerintah terhadap para buruh.
Akibatnya buruh harus membela dirinya sendiri dengan membuat serikat buruh. Namun, kekuatan serikat buruh tidak cukup kuat untuk melawan kezaliman korporasi. Padahal negara punya kuasa untuk memaksa korporasi memberikan hak-hak buruh. Namun, negara justru berada di pihak pengusaha.
Tidak ada pihak yang bertanggung jawab terhadap nasib para buruh setelah di-PHK. Baik itu perusahaan maupun pemerintah. Buruh pun harus berjuanng sendiri untuk mencari nafkah demi menjaga kelangsungan hidupnya beserta keluarga. Demikianlah zalim dan rusaknya sistem kapitalisme.
Sangat berbeda dengan Islam. Sistem Islam memandang buruh terletak pada hubungan antara buruh, pengusaha (pemberi kerja), dan negara (pemerintah). Dalam Islam, buruh adalah mitra pengusaha. Keduanya saling tolong-menolong dalam mewujudkan kebaikan sebagaimana perintah Allah ﷻ,
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS Al-Maidah [5]: 2).
Hubungan buruh dengan pengusaha adalah hubungan yang saling memberi kebaikan. Buruh memberi jasa dan pengusaha memberi upah. Keduanya saling tolong-menolong dalam aktivitas produksi. Kedudukan keduanya setara sehingga tidak ada kezaliman antara satu dengan yang lain.
Sedangkan hubungan negara dengan buruh adalah hubungan ri’ayah (pengurusan urusan rakyat), demikian pula hubungan negara dengan pengusaha. Negara berfungsi sebagai raa’in (pengurus rakyat) yang wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat, termasuk buruh, berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok rakyat ada di tangan negara.
Pengusaha tidak berkewajiban menjamin kebutuhan pokok karyawannya. Kewajiban pengusaha adalah memberikan upah kepada buruh secara layak, sesuai kesepakatan keduanya. Sehingga terwujud keadilan, tidak ada kezaliman.
Negara Islam (Khilafah) berperan untuk mewujudkan suasana investasi yang kondusif sehingga industri bisa tumbuh dengan baik dan Negara akan menghilangkan pungutan-pungutan (pajak, retribusi, dan pungli) yang membebani pengusaha. Jika ada perusahaan yang bangkrut, Khilafah wajib menyediakan lapangan kerja bagi rakyat yang menjadi korban PHK.
Khilafah akan mengelola sumber daya alam (SDA), dan hasilnya akan digunakan untuk pada kepentingan umat. Khilafah juga melakukan industrialisasi.Hal ini akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat. Bagi rakyat yang ingin bertani, Khilafah akan menyediakan lahan dan alat produksi pertanian. Bagi rakyat yang ingin berbisnis, Khilafah akan membantu permodalan dan bimbingan sehingga berhasil.
Dengan demikian, tidak ada lagi rakyat yang hidup kekurangan karena tidak punya atau kehilangan pekerjaan. Semua rakyat akan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya berupa sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan pokok berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan oleh negara secara gratis.
Maka dengan pengaturan kehidupan berdasarkan syariat Islam dan menerapkannya secara kaffah, rakyat (termasuk buruh) akan merasakan kesejahteraan yang sebenarnya tanpa ada kekhawatiran tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup. Sejatinya saat ini kita harus tetap berjuang untuk menegakkan kembali Daulah Islamiyyah.
Wallahualam bissawab.
0 Komentar