
Oleh: Alex Syahrudin
Penulis Lepas
Bareskrim Mabes Polri telah menahan Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, bersama Sekretaris Desa, Ujang Karta, serta dua tersangka lainnya, Septian dan Chandra Eka, dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen dan/atau memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik terkait area pagar laut di Tangerang. Penahanan ini dilakukan berdasarkan Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP. Langkah ini diapresiasi oleh sejumlah aktivis dan tokoh pergerakan sebagai bentuk penegakan hukum terhadap mafia tanah dan laut.
Namun, penegakan hukum tidak boleh berhenti pada Arsin dkk yang hanya bertindak sebagai operator lapangan. Ada pihak-pihak yang lebih besar yang diduga memesan dan mendanai proyek sertifikat laut ini dengan tujuan reklamasi dan rekonstruksi, memanfaatkan ketentuan Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021 dengan dalih tanah musnah akibat abrasi.
Nama-nama seperti Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, serta Ali Hanafiah Lijaya yang merupakan bagian dari jaringan Aguan harus segera diproses hukum. Mereka terlibat dalam proyek pemagaran laut sepanjang 30,16 KM yang mencakup enam desa dan 16 kecamatan di Kabupaten Tangerang hingga ke Kabupaten Serang. Jika hanya Arsin dkk yang ditindak, maka ada indikasi tebang pilih dalam penegakan hukum.
Lebih jauh, proyek pagar laut ini diduga berkaitan dengan kepentingan bisnis besar, terutama proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim. Tidak hanya kasus pemalsuan sertifikat laut yang harus diusut, tetapi juga kejahatan lingkungan akibat proyek pagar laut ini. Berdasarkan Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kejahatan lingkungan yang merusak ekosistem laut dapat dijerat dengan pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun, serta denda antara 3 miliar hingga 10 miliar rupiah.
Hingga kini, tidak ada satu pun pihak yang dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan akibat proyek pagar laut tersebut. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hanya mengusulkan denda sebesar 18 juta per KM, tetapi faktanya, belum ada yang didenda karena belum ada tersangka dari pihak yang lebih berkuasa.
Jika Polri ingin menjaga kredibilitasnya, maka pengusutan kasus ini harus menyeluruh dan tidak berhenti pada aktor kecil seperti Arsin dkk. Jika hanya mereka yang dikorbankan sementara dalang utama tetap melenggang bebas, maka citra Polri akan semakin dipertanyakan. Rakyat akan melihat bahwa kepolisian lebih tunduk pada oligarki ketimbang menegakkan hukum secara adil.
Kasus ini merupakan ujian bagi Polri. Apakah mereka akan benar-benar mengungkap jaringan mafia tanah dan laut ini, atau justru hanya bersandiwara dengan menumbalkan pihak kecil dan membiarkan para pemodal besar bebas? Jika Polri serius ingin memulihkan kepercayaan publik, maka penangkapan Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, serta Ali Hanafiah Lijaya harus segera dilakukan. Jika tidak, rakyat akan melihat bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Mari kita terus mengawal kasus ini agar hukum benar-benar ditegakkan secara adil, bukan hanya untuk kepentingan segelintir elite yang terus merusak lingkungan dan mengeruk keuntungan atas nama proyek pembangunan.
0 Komentar