![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTDe2XxXpVOLW8YbcvfPtC08ELB_dPySffZbefz61P2wo3HNnTZbmMgqPO_sB0BdBkdsgeTkDL0vaLOpA14uMcfc0v0DytxG9skjYY5UcZCzv3mEhitXd2ZfufcmN8UDKiM032wzr54_oLi_aaQSLZAt_biQsGEMKuJNC8f7z9n15iBmLUMSiadrFQ/s16000/Gudang-Opini-Penagih-Hutang.jpg)
Oleh: Ummu Hafidz
Penulis Lepas
Seorang perempuan penagih utang, Sri Pujiyanti, ditemukan tewas di rumah nasabahnya wilayah Desa Sindangmulya, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, pada Selasa (4/2/2025) dini hari.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, Kompol Onkoseno Grandiarso Sukahar menjelaskan, satu hari sebelumnya, korban diketahui sedang menagih utang ke rumah pria berinisial S (44 tahun) yang juga merupakan pelaku pembunuhan. Dilansir idntimes.com, Selasa 4/2/2024.
Sebelumnya kasus hilangnya Edward Silaban 27/1/2025 seorang penagih hutang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dibunuh secara sadis oleh pegawai kedai ramen. Lima orang tersangka sudah ditangkap, sedangkan pelaku utamanya masih diburu polisi. Jasad pria penagih utang itu belum diketahui.
Akar masalah
Seseorang berani berhutang adalah karena terhimpit kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi seperti untuk makan, biaya sekolah, berobat dan untuk modal usaha. Karena tidak adanya uang untuk mencukupi kebutuhan tersebut maka sebagian orang berfikir berhutang pada bank adalah solusi yang paling praktis.
Seiring berjalannya waktu dengan kebutuhan yang terus ada dan harus dipenuhi, juga cicilan bayar hutang tiap bulannya menambah lagi beban bagi mereka. Barulah sadar bahwa hutang ini bukanlah sebuah solusi tapi masalah baru yang harus dihadapi.
Tentu hal ini banyak di alami oleh masyarakat di negeri kita. Sulitnya mencari pekerjaan, serta biaya hidup yang tinggi. Keluarga yang harus di beri makan, biaya pendidikan yang tidak sedikit membuat rakyat bingung harus bagaimana untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Jangankan memiliki kehidupan yang lebih baik, untuk makan sehari-hari saja rakyat harus memutar otak agar bisa menghasilkan rupiah untuk di bawa pulang kepada anak dan istrinya dirumah. Maka tak jarang saat tidak ada lagi yang dapat di mintai tolong berhutang ke bank di anggap solusi satu-satunya.
Mirisnya di negeriku ini kemiskinan dipelihara. Negeri yang kaya raya dengan sumber daya alamnya, namun rakyatnya sengsara hingga tega menghilangkan nyawa sesama karena hutang yang tak mampu dibayarkan.
Kesengsaraan yang rakyat rasakan saat ini adalah korban dari kejamnya sistem kapitalis sekuler. Dimana seharusnya para penguasa mengurusi rakyatnya dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk para pribumi. Tapi nyatanya, lowongan yang disediakan sangat minim dan juga rumit dengan berbagai persyaratan.
Hal itu karena kekuasaan dalam sistem kapitalis ada pada pemilik modal, sehingga mereka bebas mau mempekerjakan siapa termasuk para WNA dengan bayaran yang lebih tinggi dari pada pribumi. Sehingga rakyat pribumi banyak yang berhutang padahal tinggal ditanah yang subur.
Sistem kapitalis berakidah sekuler yaitu pemisahan agama dalam kehidupan, agama hanya boleh dilakukan pada aspek ibadah saja tapi aturan agama tidak boleh di terapkan dalam aspek kehidupan. Inilah yang menyebabkan lemahnya iman pada jaman sekarang.
Dalam sistem kapitalis tujuan utama manusia hidup adalah materi yaitu untuk mendapatkan sebanyak mungkin kesenangan dunia dengan mengumpulkan uang. Dan tolak ukur perbuatannya mereka hanyalah manfaat belaka. Jika bermanfaat bagi mereka akan di lakukan dan jika tidak maka ditinggalkan.
Undang-undang dalam sistem kapitalis adalah buatan manusia yang lemah dan terbatas. Sangsi hukum yang berlaku pun tidak mampu membuat efek jera, walaupun pelaku kejahatan sudah di penjara. Faktanya kejahatan serupa masih saja terjadi.
Bagaimana dalam sistem Islam?
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, dimana semua ada aturannya langsung dari sang Pencipta. Termasuk dalam masalah hutang piutang semua di jelaskan lengkap dalam kitab Al-Quran dan juga hadist Rosulullah ﷺ.
Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 275:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٧٥
Artinya: “Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.”
Umat muslim boleh berhutang tapi tidak boleh ada bunga atau tambahan. Jika ada tambahan saat pengembalian maka itu di sebut sebagai riba. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim, no. 1598).
Dalam syariat Islam, menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim. Maka sedari kecil umat muslim harus belajar agama agar faham tujuan hidup di dunia adalah mencari ridho Pencipta. Hal ini yang membuat iman seorang muslim kuat karena aqidahnya tertancap dalam hatinya. Ia merasa bahwa Allah senantiasa mengawasinya setiap saat sehingga dalam melakukan aktifitasnya selalu sadar akan hubungannya dengan Allah. Inilah yang menjaga perilakunya dalam menjalani kehidupan, lebih baik bersabar dari pada mengambil riba yang jelas ancamannya adalah neraka.
Negara Islam (khilafah) berkewajiban mengurus rakyatnya dengan baik. Karena pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya di akherat kelak jika sampai ada rakyatnya yang kekurangan sementara pemimpinya tidak tau. Karena dalam Daulah Islam kebutuhan pokok seperti tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, keamanan serta kesejahteraan di jamin oleh negara. Sehingga rakyat hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan sekunder saja.
Selain itu dalam sistem Islam sumber daya alam adalah milik umat, tidak bisa dimiliki oleh perorangan atau swasta. Negara hanya mengolah sumber daya alam kemudian hasilnya akan diberikan kepada seluruh rakyat. Di jelaskan dalam sebuah hadist:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Negara Islam (khilafah) akan memberikan sanksi kepada pelaku kejahatan berdasarkan hukum Pencipta. Hukuman bagi pelaku pembunuhan dalam Islam adalah qishas atau diyat. Qishas adalah hukuman pembalasan yang setimpal, sedangkan diyat adalah pembayaran ganti rugi. Artinya pelaku harus dibunuh dengan cara seperti pelaku membunuh korban. Hal demikian akan membuat efek jera bagi pelaku dan yang menyaksikan sehingga akan membuat angka kejahatan menurun.
Dalam Al-Qur’an dikatakan, “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS: Al-Maidah: 32).
Ayat ini adalah salah satu contoh kecaman Islam atas setiap pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena. Karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Sayangnya saat ini rahmat Islam belum bisa di rasakan oleh seluruh makhluk karena belum di terapkannya sistem Islam dalam kehidupan. Hanya dengan melanjutkan kembali kehidupan Islam seperti zaman Rosulullah ﷺ maka kesejahteraan akan terwujud di penjuru dunia.
Wallahu alam bissowab.
0 Komentar