![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjz3lZUsiKmQM-yR1wDgSlcBTJQ_uPBsp0fd4nXKDJi_ZbOTk_ySh1_IiMhyphenhyphenwlAih6IS7hRilbvmLy60zpmJsxcKkiZNq_dsXoZp1DYMoleP2huNKeVPmxDZoi4CwzjqN1h9BOw53Z62nrRsEOCYoeiNbJZjButoqmWT6gIC6voLkjcwwWOFCtwY1qL/s16000/Gudang-Opini-Pagar-PIK.jpg)
Oleh: Nasrudin Joha
Pujangga Politik
Masalah pagar laut yang menghalangi akses nelayan ke laut sudah lama menjadi keluhan. Hal ini bukan hanya sekadar isu lokal, tetapi juga telah diangkat dalam berbagai kesempatan oleh aktivis dan tokoh masyarakat. Salah satu yang paling vokal adalah Said Didu, yang berulang kali menyoroti masalah ini dalam unggahan videonya.
Sebagai bentuk perlawanan hukum, Ahmad Khozinudin selaku Advokat pengugat PIK 2 telah memasukkan kasus pagar laut ini dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan nomor perkara 754/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst, yang didaftarkan pada 30 November 2024. Selain itu, kajian mitigasi dilakukan pada 22 Desember 2024 di Pulau Cangkir, di mana video dokumentasi terkait pagar laut menjadi viral di masyarakat.
Puncaknya, pada 18 Januari 2025, sebanyak 600 personel TNI AL bersama para nelayan Tanjung Pasir bergerak membongkar pagar laut ilegal sepanjang 30,16 km dengan target penyelesaian dalam sepuluh hari. Langkah ini menunjukkan bahwa pagar laut memang menjadi hambatan besar bagi nelayan dan harus segera ditindak.
Namun, persoalan tidak berhenti di situ. Pada 20 Januari 2025, Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengonfirmasi bahwa ada Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di kawasan pagar laut Tangerang, Banten. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang legalitas penerbitan sertifikat tersebut dan siapa yang bertanggung jawab di baliknya.
Kini, memasuki 9 Februari 2025, satu pertanyaan besar muncul: Mengapa belum ada satupun tersangka dalam kasus pagar laut ini? Padahal, nama-nama seperti Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, hingga Ali Hanafiah Lijaya yang terkait dengan Aguan sudah berulang kali disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Bareskrim Polri memang mulai menyelidiki kasus ini, tetapi anehnya fokus mereka justru pada dugaan pemalsuan dokumen dan keterangan palsu dalam akta otentik. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, saat ditemui wartawan pada 3 Februari 2025, juga tidak mampu menjawab siapa sebenarnya pelaku utama pemagaran laut ini. Ia hanya berdalih bahwa penyidik masih melakukan pendalaman.
Lalu, mengapa pengungkapan kasus ini begitu lama? Apakah ini bagian dari skenario penyelamatan bisnis Aguan dan Anthony Salim? Apakah ada pihak tertentu yang sedang dipersiapkan sebagai "tumbal" untuk menutupi kejahatan yang lebih besar?
Biasanya, Bareskrim Polri terkenal dengan respons cepatnya. Dalam kasus terorisme yang jauh lebih kompleks, kepolisian bisa langsung mengumumkan tersangka, modus operandi, bahkan jaringan pelaku hanya dalam hitungan jam. Namun, mengapa dalam kasus pagar laut yang jelas-jelas kasat mata, polisi justru seolah-olah kehilangan arah?
Lebih mencurigakan lagi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang biasanya paling bersemangat menjelaskan investigasi dengan metode Scientific Investigation dalam kasus-kasus besar, kini memilih bungkam. Apakah ini karena Kapolri merasa "ewuh pakewuh" kepada Aguan yang diketahui pernah membantu hibah markas Brimob di PIK-2?
Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut jawaban. Publik berhak mengetahui kebenaran di balik kasus ini. Semoga keadilan bisa ditegakkan tanpa pandang bulu. Mohon, pembaca ikut serta dalam mengawal kasus ini agar tidak berhenti di tengah jalan.
0 Komentar