
Oleh: Alex Syahrudin
Jurnalis Lepas
Kasus korupsi kembali mencoreng nama Pertamina, BUMN terbesar di Indonesia. Kejaksaan Agung mengungkap dugaan penyimpangan yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun dalam tata kelola minyak mentah dan produk turunannya dari tahun 2018 hingga 2023. Praktik ini melibatkan petinggi Pertamina dan rekanannya dengan modus mark up pengadaan impor minyak mentah serta manipulasi data oktan BBM.
Modus Operandi Korupsi
Menurut Kejaksaan Agung, ada dua modus utama dalam kasus ini:
- Mark Up Harga – Pihak terkait melakukan penggelembungan harga hingga 13-15% dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang.
- Manipulasi Oktan BBM – Dugaan pembelian BBM dengan oktan lebih rendah (RON 90 atau Pertalite) yang kemudian dicatat sebagai BBM dengan oktan lebih tinggi (RON 92 atau Pertamax). Praktik ini menguntungkan pihak tertentu dan merugikan keuangan negara.
Kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun berasal dari penyimpangan dalam pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga. Kejaksaan Agung menegaskan bahwa ada unsur perbuatan melawan hukum (mens rea) yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan ilegal.
Dampak Bagi Masyarakat
Kasus ini telah menimbulkan keresahan, khususnya bagi pengguna Pertamax yang merasa dirugikan. Banyak masyarakat yang khawatir bahwa BBM yang mereka beli tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan, yang dapat berdampak negatif pada performa kendaraan.
Seorang pengguna Pertamax, Pak Hendra Aziz, mengungkapkan kekecewaannya, "Saya menggunakan Pertamax demi menjaga mesin kendaraan dan lingkungan. Namun, dengan adanya kasus ini, saya merasa ditipu." Sebagai langkah antisipasi, ia memutuskan beralih ke Pertamax Green yang memiliki oktan lebih tinggi.
Tanggapan Pihak Terkait
Pak Edarno (Wakil Ketua MPR dan Anggota Komisi XI DPR) Menekankan pentingnya pengawasan internal. "Komisaris sebagai perwakilan pemegang saham harus lebih ketat mengawasi direksi. Kasus ini menunjukkan kelemahan dalam sistem pengawasan."
Pak Eri Purnomo Hadi (Anggota Dewan Energi Nasional) Menjelaskan bahwa kasus ini bukan tentang pengoplosan, melainkan manipulasi administratif. "Tidak ada pencampuran BBM di SPBU, tetapi klaim oktan yang tidak sesuai. Transparansi komunikasi publik sangat dibutuhkan."
Pak Fitra Eri (Influencer Otomotif) Mengingatkan dampak BBM yang tidak sesuai pada mesin kendaraan. "Jika BBM tidak sesuai spesifikasi, mobil tua yang tidak dilengkapi knocking sensor bisa mengalami kerusakan. Penyederhanaan jenis BBM di SPBU perlu dilakukan."
Pak Abra Talattov (Pengamat INDEF) Melihat kasus ini sebagai momentum reformasi tata kelola migas. "Kita harus memperbaiki sistem dari hulu ke hilir, termasuk penyerapan produksi dalam negeri dan efisiensi subsidi. Audit dan publikasi hasil uji lab BBM sangat diperlukan untuk memulihkan kepercayaan publik."
Presiden Prabowo Subianto juga memberikan pernyataan tegas. "Kita akan bersihkan, kita tegakkan, dan kita akan membela kepentingan rakyat," ujarnya. Saat ini, empat petinggi Pertamina Patra Niaga dan Pertamina International Shipping, serta tiga orang rekanannya telah ditetapkan sebagai tersangka.
0 Komentar