Oleh: Hamzah Al-Fatih
Pengamat Kebijakan Publik
Belakangan ini, semakin terkuak berbagai kasus kezaliman oligarki terhadap hak-hak rakyat. Para pemilik modal semakin mencengkeram sumber daya negeri ini, sementara rakyat kecil menjadi korban. Kasus-kasus nyata di berbagai daerah menunjukkan bahwa negara seolah melakukan pembiaran terhadap kezaliman ini. Alih-alih berpihak kepada rakyat, negara justru lebih condong melindungi kepentingan segelintir elite oligarki. Diantaranya:
- Penguasaan Tambang
Sektor pertambangan adalah salah satu contoh nyata bagaimana kekayaan negeri ini dikuasai oleh oligarki. Bukannya dikelola demi kesejahteraan rakyat, tambang justru menjadi ladang emas bagi para pemilik modal. Mereka mengeruk keuntungan besar dari hasil bumi Indonesia, sementara masyarakat sekitar tambang hanya menerima dampak negatif seperti pencemaran lingkungan, kerusakan ekosistem, dan konflik agraria yang tak kunjung usai.
- Pemagaran Laut dan Perampasan Hak Publik
Fenomena pemagaran laut di berbagai daerah, seperti di Tangerang dan Bekasi, semakin memperjelas bagaimana oligarki menguasai sumber daya alam demi kepentingan bisnis mereka. Laut yang seharusnya menjadi milik bersama dan dapat diakses oleh siapa saja kini dibatasi dan dijadikan lahan bisnis eksklusif. Kebijakan ini tidak hanya mengancam keseimbangan ekologi, tetapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat pesisir, khususnya para nelayan yang menggantungkan hidupnya pada laut.
- Penggusuran Paksa
Praktik penggusuran paksa terus terjadi di berbagai daerah. Warga yang telah tinggal di suatu wilayah selama puluhan tahun tiba-tiba dipaksa pergi tanpa ganti rugi yang layak. Lahan mereka diambil demi proyek-proyek besar yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Salah satu contoh nyata adalah kasus penggusuran di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, di mana banyak warga dipaksa hengkang demi proyek properti elite.
- Negara sebagai Pelaku Kezaliman
Tak hanya membiarkan oligarki menindas rakyat, negara juga sering menjadi pelaku kezaliman itu sendiri. Salah satu contoh terbaru adalah kebijakan larangan penjualan LPG 3 kg langsung ke pengecer. Kebijakan ini langsung memicu gejolak di masyarakat karena LPG 3 kg merupakan kebutuhan pokok bagi rakyat kecil. Meski akhirnya dibatalkan setelah mendapat banyak protes, kebijakan ini menunjukkan bagaimana pemerintah kerap abai terhadap kesulitan rakyat.
Kepemimpinan dalam Islam
Dalam Islam, pemimpin adalah pengurus dan pelayan rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:
فَاْلإِمَامُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari)
Pengurusan rakyat ini harus dilakukan dengan siyâsah (politik) yang benar, yaitu dengan menerapkan hukum-hukum syariah serta mengutamakan kemaslahatan rakyat. Seorang pemimpin yang amanah akan memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi, mulai dari sandang, pangan, papan, hingga pendidikan dan kesehatan secara cuma-cuma.
Rasulullah ﷺ juga memperingatkan tentang pemimpin yang zalim dan tidak amanah. Dalam banyak hadis, beliau menyebut pemimpin seperti itu sebagai pemimpin jahat (HR at-Tirmidzi), pemimpin yang dibenci oleh Allah dan rakyatnya (HR Muslim), serta pemimpin yang menipu rakyat (HR al-Bukhari dan Muslim).
Sayangnya, sistem demokrasi-kapitalis-sekuler saat ini justru melahirkan pemimpin yang lebih loyal kepada oligarki daripada kepada rakyat. Mereka yang naik ke tampuk kekuasaan sering kali didukung oleh para pemodal besar, sehingga lebih mementingkan kepentingan cukong-cukong mereka dibandingkan kesejahteraan rakyat.
Syarat Seorang Pemimpin dalam Islam
Islam menetapkan sejumlah kriteria bagi seorang pemimpin agar ia bisa menjalankan amanahnya dengan baik:
- Kuat dan Berkepribadian Islam
Seorang pemimpin harus memiliki pola pikir dan pola sikap Islami. Abu Dzar al-Ghifari pernah meminta jabatan kepada Rasulullah ﷺ, tetapi beliau menolaknya dan bersabda:يَا أَبَا ذَرَ إنّكَ ضَعِيفٌ وَإنّهَا أَمَانَةٌ، وَإنّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إلاّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقّهَا وَأَدّى الّذِي عَلَيْهِ فِيهَا“Wahai Abu Dzar, sungguh engkau itu lemah. Jabatan itu adalah amanah dan pada Hari Kiamat nanti akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan benar dan menunaikan kewajiban yang ada di dalamnya.” (HR Muslim)
- Takwa kepada Allah
Seorang pemimpin yang bertakwa akan selalu sadar bahwa ia diawasi oleh Allah. Ia tidak akan berani menzalimi rakyatnya karena ia tahu bahwa tanggung jawabnya sangat besar di akhirat kelak.
- Tegas dalam Menegakkan Kebenaran
Ketakwaan tidak boleh menghalangi seorang pemimpin untuk bersikap tegas dalam menegakkan kebenaran. Ia harus adil dan tidak pandang bulu dalam menerapkan hukum, serta berani menghadapi siapa pun yang melakukan kezaliman.
- Lembut terhadap Rakyat
Rasulullah ﷺ bersabda:اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ“Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku, lalu dia mempersulit mereka, maka persulitlah dia; dan siapa saja yang menangani urusan umatku, lalu dia berlaku lembut kepada mereka, maka perlakukanlah dia dengan lembut.” (HR Muslim dan Ahmad)
Solusi: Kembali kepada Kepemimpinan Islam
Sistem pemerintahan Islam telah menetapkan bahwa pemimpin harus bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan rakyatnya. Namun, pemimpin yang baik saja tidak cukup. Pemimpin yang baik harus berada dalam sistem pemerintahan yang baik, yaitu sistem yang bersumber dari Zat Yang Maha Baik, Allah ﷻ. Itulah sistem yang diwariskan oleh Rasulullah ﷺ kepada kaum Muslim setelah beliau, yakni Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِى أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لاَ يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلاَّ لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ
“Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum Muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka dan tidak menasihati mereka, kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka.” (HR Muslim)
Sudah saatnya umat Islam kembali kepada sistem kepemimpinan yang benar. Kezaliman oligarki dan krisis kepemimpinan yang terjadi saat ini adalah bukti nyata bahwa sistem sekuler tidak mampu memberikan keadilan. Hanya dengan kembali kepada aturan Allah, umat Islam dapat merasakan keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan dalam kehidupan mereka.
Wallahu a'lam bishawab.
0 Komentar