![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVYgSFj2duWhVyNS1MKYpLmD3tXc1gQBCU7jhMhy3Lh1L08UZOms87uXi0RToOK63kfu4ceb5h_XWXG06z4ifqeeNXArEW6M2oH9ts4eySJXsz7LK7XSJFOhmIxkD73icSxvAwC2HFkWbwYXaUt9SBKo8X_mpi_8Audff38qFCabLBt4rAVEovECGY/s16000/Gudang-Opini-Tahfiz-Quran.jpg)
Oleh: Abu Ghazi
Penulis Lepas
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menganugerahkan akal kepada manusia sebagai alat untuk berpikir dan memahami kebenaran. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, suri teladan yang mengajarkan bagaimana menyeimbangkan akal dan wahyu agar menjadi manusia yang beruntung.
Dalam Islam, kebebasan berpikir bukanlah sesuatu yang dilarang, justru ia merupakan bagian dari keutamaan ajaran Islam. Sebelum seseorang memeluk Islam, ia diajak untuk berpikir dan mencari kebenaran dengan akal yang jernih. Setelah menjadi Muslim, proses berpikir ini tidak berhenti, melainkan terus berkembang untuk memahami lebih dalam ajaran Islam dan menerapkannya dalam kehidupan.
Islam dan Kebebasan Berpikir
Islam adalah agama yang menghargai akal manusia. Dalam banyak ayat, Al-Qur’an menantang manusia untuk berpikir, merenung, dan mencari kebenaran. Salah satu contohnya adalah firman Allah:
هَاتُوْا بُرْهَانَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Datangkanlah bukti-bukti kalian jika kalian merasa benar.” (QS. Al-Baqarah: 111)
Bahkan, dalam surat Al-Baqarah ayat 23, Allah menantang manusia untuk membuat satu surat yang semisal dengan Al-Qur’an jika mereka meragukannya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama yang anti-kritik, melainkan agama yang mengajak manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami kebenaran.
Islam juga menolak kejumudan berpikir. Kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam menjadi contoh nyata bagaimana seorang hamba Allah berani mempertanyakan tradisi kaumnya yang menyembah berhala. Allah mengajarkan bahwa keyakinan harus berdasarkan dalil dan akal yang sehat, bukan sekadar warisan turun-temurun.
Logika dan Keutamaan Menghafal Al-Qur’an
Di era modern, muncul pertanyaan seperti, “Apa gunanya menghafal Al-Qur’an, sementara kita bisa membacanya kapan saja melalui aplikasi?” Pertanyaan ini sah-sah saja karena Islam tidak melarang manusia untuk berpikir kritis. Namun, jika kita melihat dari sudut pandang ilmu pendidikan, menghafal memiliki peran penting dalam proses pembelajaran.
Benjamin Bloom, seorang psikolog pendidikan, mengembangkan Taksonomi Bloom, teori yang membagi proses belajar menjadi enam tahap:
- Mengingat (Memorization): Menghafal adalah tahap awal dalam belajar.
- Memahami (Understanding): Setelah menghafal, seseorang mulai memahami maknanya.
- Menerapkan (Applying): Ilmu yang dipahami mulai diterapkan dalam kehidupan.
- Menganalisis (Analyzing): Mampu mengurai informasi menjadi bagian yang lebih kecil.
- Mengevaluasi (Evaluating): Mampu menilai dan mengkritisi pemahaman yang dimiliki.
- Menciptakan (Creating): Menghasilkan sesuatu yang baru berdasarkan pemahaman mendalam.
Menghafal Al-Qur’an berada pada tahap pertama dalam pembelajaran, yang menjadi fondasi untuk tahap-tahap selanjutnya. Tanpa hafalan, seseorang akan sulit untuk memahami dan mendalami makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Keutamaan Menghafal Al-Qur’an
Lebih dari sekadar proses kognitif, menghafal Al-Qur’an adalah bentuk ibadah yang memiliki banyak keutamaan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
اِقْرَؤُوْا القُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ
“Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan menjadi syafaat (penolong) bagi pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim, no. 804)
Menghafal Al-Qur’an juga melatih kesabaran, ketekunan, dan kedisiplinan. Sama seperti seseorang yang berusaha mendapatkan tubuh yang sehat dengan rutin berolahraga, begitu pula seorang Muslim yang berusaha menjaga hafalannya untuk mendapatkan manfaat spiritual dan intelektual.
Menghargai Perbedaan Pilihan
Dalam Islam, setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih jalan kebaikannya. Jika seseorang memilih untuk tidak menghafal Al-Qur’an, itu adalah haknya. Namun, bukan berarti kita boleh merendahkan mereka yang memilih untuk menghafal. Setiap bentuk usaha yang dilakukan dengan niat yang baik dan ketekunan yang tinggi patut dihargai.
Islam adalah agama yang menuntun manusia kepada ilmu dan kebijaksanaan. Menghafal Al-Qur’an adalah salah satu bentuk interaksi dengan kitab suci yang memiliki nilai besar. Di era modern sekalipun, menghafal tetap relevan sebagai sarana untuk memperkuat hubungan dengan Allah dan meningkatkan pemahaman terhadap wahyu-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
0 Komentar