Oleh: Alex Syahrudin
Penulis Lepas
Pagar bambu sepanjang 30 kilometer yang sempat menjadi misteri di Pantai Tangerang akhirnya terungkap. Ternyata, pemasangan pagar ini bukan dilakukan oleh warga nelayan, melainkan oleh pihak swasta. Fakta yang lebih mengejutkan adalah bahwa kawasan tersebut telah dikapling-kapling dan bahkan telah memiliki Hak Guna Bangunan (HGB). Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa terdapat 263 HGB yang dimiliki oleh dua perusahaan di kawasan tersebut. Padahal, hal ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 yang melarang pemanfaatan ruang laut untuk HGB.
Fenomena Kapling Laut
Kasus di Pantai Tangerang hanyalah salah satu dari sekian banyak fenomena serupa yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan bahwa pemagaran dan pengkaplingan laut telah terjadi di 169 lokasi, mulai dari Batam hingga Surabaya. Di Sidoarjo, luas laut yang telah dikapling mencapai 657 hektare. Hal ini memunculkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin laut yang seharusnya menjadi milik umum bisa dialihkan menjadi kepemilikan swasta? Siapa yang memberikan izin, dan bagaimana mungkin HGB maupun Sertifikat Hak Milik (SHM) bisa diterbitkan untuk kawasan laut, padahal MK telah melarangnya?
Dampak Buruk bagi Nelayan dan Lingkungan
Pemagaran laut ini berdampak langsung pada kehidupan masyarakat pesisir, terutama para nelayan. Dengan adanya pagar-pagar bambu, ruang tangkap mereka menjadi terbatas, memaksa mereka berlayar lebih jauh untuk mencari ikan. Selain itu, ada risiko kapal mereka rusak akibat menabrak pagar yang dipasang di tengah laut. Secara ekologis, pagar bambu ini juga berkontribusi pada kerusakan lingkungan. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), pagar tersebut menghambat arus laut, menyebabkan kekeruhan air, serta menimbulkan penumpukan sedimen yang merusak ekosistem pesisir.
Ada Permufakatan Jahat?
Banyak pihak mulai mencurigai adanya permufakatan jahat antara pejabat dan pengusaha dalam kasus ini. Bagaimana mungkin pengkaplingan laut bisa terjadi secara masif tanpa ada tindakan tegas dari pemerintah? Hingga kini, belum ada instansi atau pejabat yang bertanggung jawab atas fenomena ini. Kekhawatiran semakin besar ketika fenomena ini dikaitkan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN). Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) melaporkan bahwa pada tahun 2024, pembangunan infrastruktur menjadi penyebab utama konflik agraria, di mana 36 dari 79 kasus disebabkan oleh pengadaan tanah untuk PSN. Hal ini termasuk pembangunan kawasan industri, kota baru, pariwisata, pembangkit listrik, hingga proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
Solusi Islam: Laut sebagai Milik Umum
Ketidakjelasan hukum dan lemahnya perlindungan terhadap kepemilikan lahan menjadi akar masalah konflik lahan dan perairan di Indonesia. Dalam Islam, kepemilikan lahan diklasifikasikan menjadi tiga: milik pribadi, milik umum, dan milik negara. Laut sendiri termasuk dalam kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau perusahaan. Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ
"Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram." (HR Ibnu Majah). Dengan demikian, memagari atau mengkapling laut adalah bentuk kezaliman yang bertentangan dengan syariat Islam.
Lebih jauh, Islam menegaskan bahwa penguasa yang mengkhianati amanah rakyat dengan melakukan kolusi atau penyalahgunaan kekuasaan akan mendapat hukuman berat. Rasulullah ﷺ bersabda:
سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
"Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga atasnya." (HR Muslim).
Kesimpulan
Fenomena pemagaran dan pengkaplingan laut di Indonesia menunjukkan kegagalan sistem kapitalisme dalam melindungi hak-hak rakyat. Sistem ini justru memberi keleluasaan bagi segelintir orang untuk menguasai sumber daya yang seharusnya menjadi milik bersama. Islam, dengan syariahnya yang adil, memberikan solusi jelas dan tegas dalam mengelola sumber daya alam. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dapat terwujud. Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa solusi atas berbagai problematika ini bukan sekadar pergantian pejabat, melainkan perubahan sistem menuju sistem Islam yang hakiki.
Wallahualam Bissawab.
0 Komentar