GAS MELON, MILIKKU, MILIKMU, MILIK KITA BERSAMA


Oleh: Astri Ummu Aisyah
Penulis Lepas

Kelangkaan gas melon membuat banyak orang kelimpungan, pasalnya gas merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Semua mengeluhkan kelangkaan gas melon ini, dari ibu-ibu rumah tangga, pengecer dan pangakalan-pangkalan di sejumlah wilayah. Seperti di Majalengka misalnya, mereka harus mencari gas hingga berkilo-kilometer, tetapi tetap tidak mendapatkannya. Yati, warga Giriasih, Kelurahan Majalengka Wetan, mengaku bingung karena gas di rumahnya habis, sementara pengecer langganannya sudah lima hari kehabisan stok. Akibatnya, ia terpaksa membeli makanan jadi dari pedagang keliling karena tidak bisa memasak sendiri. (pikiran-rakyat.com/9/2/2025)

Semarang, Kompas.com 6/2/2025. Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) dilarang membeli LPG subsidi 3 kilogram (gas melon). Larangan ini merupakan bagian dari komitmen Pemprov Jateng untuk memastikan subsidi energi tepat sasaran, sesuai kebijakan pemerintah pusat.

Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 500.2.1/196, yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng, Sumarno, terkait Larangan ASN Menggunakan LPG Tabung 3 Kg. Dalam SE tersebut, ASN di Pemprov Jateng maupun ASN di Kabupaten/Kota diimbau untuk menggunakan LPG non-subsidi.

Begitulah ketika sumber daya alam sektor migas (termasuk elpiji) dikelola oleh kapitalisme, di mana mereka hanya akan mengambil keuntungan tanpa memikirkan rakyat. Berbeda ketika dikelola oleh sistem Islam. Islam menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum dan mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat. Baik itu rakyat miskin ataupun yang berada, termasuk ASN. Semua diberikan hak yang sama dalam pembagian kekayaan alam termasuk gas elpiji.

Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah (Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah) halaman 83 menjelaskan bahwa segala sarana umum untuk seluruh kaum muslim yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta jika tidak ada akan menyebabkan perpecahan, terkategori milik umum.

Ini berdasarkan dalil berupa sabda Rasulullah ï·º, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah). Air, padang rumput, dan api merupakan hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari dan jika hilang, manusia akan terpecah untuk mencarinya.

Berdasarkan kriteria ini, migas (termasuk LPG) terkategori milik umum karena migas dibutuhkan masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Seperti memasak, bahan bakar untuk mesin dan transportasi. Jika migas tidak ada, manusia akan merasakan kesulitan dan terpecah untuk mencarinya seperti kondisi ketika LPG langka saat ini.

Itu dari aspek produk migas, adapun dari aspek sumber migas, yaitu tambang migas, ia terkategori milik umum berdasarkan hadis, “Sesungguhnya Abyadh bin Hamal al-Mazaniy bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis, 'Apakah Anda mengetahui apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah Anda berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir.' Akhirnya beliau bersabda, '(Kalau begitu) tarik kembali darinya.' ” (HR Tirmidzi).

Berdasarkan hadis ini, tambang yang depositnya besar (seperti air yang mengalir) termasuk milik umum. Walhasil tambang migas terkategori milik umum. Negara tidak boleh memberikan izin kepada perorangan atau perusahaan untuk memilikinya dan mengeksploitasinya. Negara wajib melakukan eksploitasi barang tambang tersebut mewakili kaum muslim. Kemudian hasilnya digunakan untuk memelihara urusan-urusan kaum muslim. Hal ini sesuai dengan fungsi negara sebagai raa’in (pengurus urusan rakyat) sebagaimana sabda Rasulullah ï·º, “Setiap dari kalian adalah raa’in (pemimpin/pengurus) dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Imam Bukhari)

Negara Islam (Khilafah) akan memudahkan rakyat untuk mengakses berbagai kebutuhannya terhadap layanan publik, fasilitas umum, dan SDA yang merupakan hajat publik, termasuk migas dan LPG. Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah (Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah) halaman 95 menjelaskan bahwa hasil pengelolaan harta milik umum (termasuk tambang migas) dibagikan kepada rakyat yang memang merupakan pemilik harta milik umum beserta pendapatannya.

Khalifah tidak terikat oleh aturan tertentu dalam pendistribusian ini. Khalifah berhak membagikan harta milik umum seperti air, listrik, minyak bumi, gas, dan segala sesuatunya kepada rakyat yang memerlukan untuk digunakan secara khusus di rumah-rumah mereka dan pasar-pasar mereka secara gratis.

Khalifah boleh menjual harta milik umum ini kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya atau dengan harga pasar. Khalifah juga boleh membagikan uang hasil keuntungan dari penjualan harta milik umum kepada rakyat. Semua tindakan tadi khalifah pilih dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat.

Dalam konteks LPG, Khilafah akan memastikan produksi dan jalur distribusinya. Sehingga kebutuhan rakyat terpenuhi secara cukup dan tidak ada kesulitan. Khilafah akan mengelola tambang migas untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Khilafah juga menyediakan fasilitas bahan bakar selain LPG untuk memasak ketika dirasa hal itu lebih efektif dan efisien. Misalnya, menggunakan LNG (gas alam) yang dialirkan melalui pipa ke rumah-rumah warga. Semua bahan bakar tersebut dipastikan terjangkau oleh rakyat, atau bahkan gratis sehingga tidak ada rakyat yang merasakan kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar bagi rumah tangga maupun usahanya.

Dengan solusi ini, tidak akan terjadi kelangkaan bahan bakar dalam Khilafah yang menyulitkan rakyat seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar