![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHcgenJDP4ITCnUwT89hN3cUYeBOJBHuNryaTR0C3rjNkwBEQwWwrB_G9dvajqFvMaf17u-ETFQaupHg-LrQ-Iy1cHme5MqAwlAhNDZQt0br6euNmeqHM-oWLg2ooHXzAr_VGiFdi9CC5iD7oHMct6JpmLD9apB9Hlj0n2vHhmOGU5ICmf7uM-pbai/s16000/Gudang-Opini-Brain-Rot.jpg)
Oleh: Darul Iaz
Pengamat Sosial
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Video pendek di TikTok dan platform lainnya begitu menghibur, sering kali membuat kita tertawa atau sekadar teralihkan dari kesibukan. Namun, tahukah kamu bahwa konsumsi berlebihan terhadap konten receh ini bisa menyebabkan "brainrot"? Istilah ini merujuk pada kondisi penurunan kemampuan intelektual dan mental akibat paparan berulang terhadap konten dangkal.
Apa Itu Brainrot?
Brainrot adalah istilah yang secara harfiah berarti "pembusukan otak". Kata ini kembali populer pada tahun 2024 dan bahkan dinobatkan sebagai "Oxford Word of The Year" oleh Oxford University Press. Istilah ini pertama kali ditemukan dalam buku Walden (1854) karya Henry David Thoreau, yang mengkritik kecenderungan masyarakat meremehkan pemikiran mendalam.
Kini, istilah brainrot banyak digunakan oleh generasi Z dan Alpha untuk menggambarkan dampak buruk dari konsumsi konten digital yang berlebihan. Para ahli di Oxford mencatat peningkatan penggunaan istilah ini sebesar 230% pada tahun 2024, seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap pengaruh media sosial.
Bagaimana Media Sosial Mempengaruhi Otak?
Konten pendek seperti meme absurd, video "Skibidi Toilet," serta potongan video viral membuat kita terus-menerus melakukan scrolling tanpa henti. Hal ini memicu efek adiktif yang membuat otak sulit untuk fokus dan berpikir secara mendalam.
Menurut penelitian dalam jurnal Biological and Brain Function, kecanduan internet dapat menyebabkan penurunan ketebalan korteks orbitofrontal pada otak, yang berdampak pada kesulitan berpikir kritis dan problem solving. Studi lain dari Dr. Gloria Mark menunjukkan bahwa rentang perhatian manusia turun drastis dari 2,5 menit pada awal 2000-an menjadi hanya 43 detik pada 2024.
Selain itu, dampak lainnya meliputi:
- Penurunan daya ingat: Sulit mengingat hal-hal sepele seperti menaruh barang atau tugas yang sedang dilakukan.
- Kurangnya fokus: Informasi dari konten singkat membuat otak terbiasa dengan pola pikir instan.
- Dampak kesehatan mental: Kurangnya interaksi sosial nyata karena lebih banyak berkomunikasi melalui media digital.
- Dampak fisik: Kurangnya aktivitas fisik akibat kebiasaan duduk diam sambil scrolling berjam-jam, yang juga bisa memicu kenaikan berat badan.
Seberapa Besar Risiko Brainrot di Indonesia?
Berdasarkan data dari We Are Social (2024), pengguna media sosial aktif di Indonesia mencapai 167 juta orang (60% dari total populasi), dengan rata-rata waktu penggunaan 3 jam per hari. TikTok kini bahkan lebih populer di Indonesia dibanding di Amerika Serikat, dengan 157,6 juta pengguna aktif.
Paparan konten repetitif dan dangkal secara terus-menerus dapat membuat masyarakat Indonesia rentan terhadap brainrot, terutama di kalangan anak muda.
Bagaimana Cara Menghindari Brainrot?
Untuk mengurangi dampak negatif dari media sosial, kita perlu lebih bijak dalam mengelola konsumsi digital. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Kurangi waktu penggunaan media sosial: Tetapkan batas waktu harian agar tidak terlalu lama scrolling.
- Pilih konten berkualitas: Konsumsi lebih banyak informasi yang bersifat edukatif dan inspiratif.
- Fokus pada pengembangan diri: Alihkan waktu luang dengan membaca buku, belajar keterampilan baru, atau mengembangkan bakat.
- Tingkatkan interaksi sosial nyata: Luangkan lebih banyak waktu untuk berbicara dan beraktivitas bersama keluarga dan teman secara langsung.
- Berolahraga dan aktif secara fisik: Mengimbangi aktivitas digital dengan kegiatan fisik dapat membantu menjaga keseimbangan mental dan kesehatan tubuh.
Kesimpulan
Meskipun konten receh di media sosial terasa menghibur, konsumsi berlebihan bisa berdampak buruk pada kemampuan berpikir dan kesehatan mental kita. Dengan mengelola waktu dan konten yang dikonsumsi, kita bisa tetap menikmati hiburan digital tanpa mengorbankan kualitas intelektual dan kesejahteraan diri. Jadi, yuk, mulai lebih bijak dalam berselancar di dunia maya!
0 Komentar