![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQvGF__M8nDui79c9JwBHk6gGQTHqjtm0j-jBwD-GkBsP2VRA9PDzNmyyi3M5vEPJPTIvfDjdt6oEYeUMHEx4XNN8EsVtathHHdNDcMXmYS3TqRzdQmWHZ_x-Yp6M469K8U4f6Dct2OTz766ET1Yx4jzoHV1EYnNSEe1xPZL1bGk61MtWAFl0RNNT0/s16000/Gudang-Opini-Sudan.jpg)
Oleh: Arslan
Pengamat Politik Global
Konflik di Sudan yang telah berlangsung sejak April 2023 mengalami perubahan signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Setelah lebih dari setahun pertempuran stagnan, militer Sudan mulai melancarkan serangan besar-besaran terhadap Pasukan Pendukung Cepat (Quwwāt ad-daʿm as-sarīʿ; bahasa Inggris: Rapid Support Forces, RSF), yang sebelumnya menguasai beberapa wilayah strategis. Operasi ini mengakhiri strategi "kesabaran strategis" yang selama ini diterapkan oleh militer Sudan.
Kemajuan Militer Sudan: Dari Wad Madani ke Khartoum
Perubahan signifikan terjadi sejak September 2024, ketika militer Sudan mulai mengonsolidasikan kekuatannya dan menyerang RSF secara lebih agresif. Salah satu pencapaian terbesar adalah penguasaan kembali kota Wad Madani pada 11 Januari 2025. Kota ini merupakan ibu kota negara bagian Al-Jazirah dan menjadi titik strategis bagi kedua belah pihak. Pengambilalihan Wad Madani oleh militer Sudan tidak hanya mengejutkan RSF tetapi juga melemahkan jalur pasokan mereka di wilayah Khartoum dan sekitarnya.
Setelah kemenangan di Wad Madani, militer Sudan melanjutkan ofensifnya dengan merebut kembali Kilang Minyak Khartoum serta membebaskan beberapa fasilitas militer yang sebelumnya dikepung oleh RSF, termasuk markas besar militer di Khartoum. Dalam serangkaian operasi ini, mereka juga berhasil menghubungkan beberapa titik strategis di Khartoum dengan markas militernya di Wadi Sidna, Omdurman.
RSF Mundur ke Darfur: Pertanda Strategi Baru?
Kekalahan RSF di ibu kota Sudan menyebabkan pasukan ini menarik diri ke Darfur, wilayah barat Sudan yang menjadi basis utama mereka. Alih-alih berusaha merebut kembali wilayah yang hilang, RSF tampaknya memilih untuk memperkuat posisinya di Darfur, yang kini menjadi panggung utama pertempuran baru. Hal ini didukung oleh laporan yang menyebutkan bahwa RSF melakukan rekrutmen besar-besaran dari suku-suku Arab di wilayah tersebut, bahkan mengklaim telah merekrut 50.000 pejuang baru.
Di sisi lain, militer Sudan tampaknya sengaja membiarkan jalur bagi RSF untuk mundur ke Darfur. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa konflik di Sudan bisa mengarah pada pembagian de facto, di mana militer Sudan menguasai wilayah tengah dan timur, sementara RSF mengonsolidasikan kekuatan di barat Sudan.
Peran Internasional dalam Konflik Sudan
Percepatan operasi militer ini juga bertepatan dengan perubahan sikap Amerika Serikat terhadap RSF. Pada awal Januari 2025, pemerintahan Presiden Joe Biden secara resmi menuduh RSF melakukan genosida di Darfur. Tuduhan ini digunakan sebagai dasar untuk menerapkan sanksi baru terhadap kelompok tersebut. Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam pendekatan Washington terhadap konflik Sudan dan dapat berdampak pada dinamika konflik di masa depan.
Kesimpulan: Sudan Menuju Pembagian?
Perkembangan terbaru di Sudan menunjukkan bahwa militer Sudan berupaya merebut kembali kendali atas wilayah-wilayah strategis, sementara RSF tampaknya bersiap untuk mempertahankan dominasi mereka di Darfur. Jika tren ini terus berlanjut, Sudan bisa menghadapi kemungkinan perpecahan de facto, dengan dua kekuatan yang menguasai wilayah berbeda.
Dengan meningkatnya keterlibatan internasional dan semakin kompleksnya dinamika di lapangan, masa depan Sudan masih penuh ketidakpastian. Namun, satu hal yang jelas: konflik ini belum akan berakhir dalam waktu dekat, dan rakyat Sudan akan terus menjadi pihak yang paling terdampak dalam pertarungan kekuasaan ini.
0 Komentar