TOLERANSI MENJELANG NATAL DAN TAHUN BARU: ANTARA PENGHORMATAN DAN PENYIMPANGAN


Oleh: Nurul hasna
Penulis Lepas

Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru), isu toleransi beragama kembali menjadi sorotan. Praktik toleransi yang keliru atau berlebihan justru dapat menimbulkan permasalahan baru dalam masyarakat. Intoleransi terhadap umat beragama masih terjadi di Indonesia.

Kasus penolakan terhadap ibadah Natal di Perumahan Cipta Graha Permai, Kabupaten Bogor, pada 8 Desember 2024, menunjukkan bahwa masih ada masyarakat yang kurang memahami pentingnya menghormati kebebasan beragama. Selain itu, beredarnya surat larangan perayaan Natal dan Tahun Baru di Desa Merbau, Riau, juga menjadi bukti bahwa intoleransi belum sepenuhnya teratasi. (Bali express, 13/12/2024).

Permasalahan ini terjadi karena pemahaman toleransi yang keliru. Sebagian masyarakat menganggap toleransi berarti ikut serta dalam perayaan agama lain, yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Islam, toleransi berarti memberikan kebebasan kepada umat agama lain untuk menjalankan ibadah mereka tanpa intervensi.

Minimnya edukasi tentang pentingnya kerukunan beragama juga menjadi penyebab masalah ini. Di sisi lain, pengaruh ideologi sekularisme dan liberalisme telah melemahkan nilai-nilai agama dalam masyarakat.

Islam memiliki solusi untuk masalah ini. Di dalam Islam cara kita saling menghormati itu dengan saling membiarkan bukan membenci bukan pula malah ikut serta mengikuti perayaan agama lain, oleh karena itu dengan memperkuat pemahaman akidah yang benar dan menghormati kebebasan beragama adalah kunci. Umat Islam harus saling menghormati untuk menjalankan ibadahnya tanpa perlu ikut serta dalam ibadah agama lain.

Negara perlu memastikan bahwa hubungan antarumat beragama diatur secara adil dan bijaksana. Pemimpin yang memegang prinsip-prinsip syariat Islam akan memastikan bahwa hak semua umat beragama dihormati dan terlindungi. Keadilan dalam kepemimpinan harus dijadikan prioritas.

Firman Allah ï·» dalam Al-Qur'an surat Al-Kafirun ayat 6 yang artinya, "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku," menegaskan pentingnya menghormati perbedaan agama tanpa harus mengorbankan keyakinan kita. Dengan penerapan prinsip-prinsip ini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis dan saling menghormati.

Posting Komentar

0 Komentar