Oleh: Alex Syahrudin
Jurnalis Lepas
Proyek Pantai Indah Kapuk (PIK-2) yang dimiliki oleh Aguan dan Anthony Salim telah menjadi sorotan besar di tengah masyarakat. Penolakan terhadap proyek ini bergema keras dari masyarakat Banten. Berbagai upaya seperti diskusi publik, pernyataan sikap, demonstrasi, audiensi, hingga musyawarah massal telah dilakukan. Kesimpulannya satu: "rakyat Banten sepakat menolak proyek PIK-2."
Namun, keanehan mencuat ketika suara partai politik dan para wakil rakyat yang duduk di kursi DPR tetap sunyi. Hingga kini, hanya politisi Partai Golkar yang bersikap tegas, sementara partai lain seperti PDI-P, Gerindra, PAN, PKB, PKS, Demokrat, dan NasDem memilih diam.
Dukungan Politisi Golkar
Di antara sedikit politisi yang menyuarakan keberpihakan kepada rakyat adalah Muhsinin, S.E., M.Si, anggota DPRD Provinsi Banten dari Partai Golkar. Dalam audiensi yang digelar oleh Front Persaudaraan Islam (FPI) Banten, Muhsinin secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap pembangunan PIK-2.
Firman Soebagyo, anggota Komisi IV DPR RI juga mengkritik keras pejabat yang menyatakan proyek ini tidak bermasalah. Ia menyoroti pernyataan yang inkonsisten dari pemerintah, di mana izin proyek ini dianggap selesai, tetapi kemudian Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebut proyek ini bermasalah karena melanggar tata ruang. Firman menegaskan bahwa sejak era pemerintahan Orde Baru, reklamasi dan pembangunan kawasan PIK telah dinyatakan bermasalah berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Bungkamnya Partai Lain
Sayangnya, suara lantang Golkar ini tidak diikuti partai-partai besar lainnya. PDI-P, partai yang sering mengklaim membela wong cilik, justru bungkam. Bahkan, ada spekulasi bahwa beberapa kader PDI-P terlibat dalam kepentingan finansial dengan Aguan, sehingga memilih diam.
Gerindra, partai yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto, juga belum memberikan sikap tegas. Begitu pula PAN, PKB, PKS, Demokrat, dan NasDem. Padahal, proyek ini tidak hanya merugikan masyarakat Banten tetapi juga berpotensi menggusur peradaban Islam di wilayah tersebut, digantikan dengan budaya sekuler dan hedonis ala Singapura.
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sempat menyatakan bahwa kajian terhadap proyek ini masih berlangsung. Namun, publik belum mendapatkan kejelasan apakah pernyataan AHY itu merepresentasikan sikap partai atau hanya sebatas kewajibannya sebagai Menteri Koordinator di kabinet Prabowo.
Kejahatan Korporasi dan Negara
Dalam diskusi bersama tokoh-tokoh nasional seperti Marwan Batubara, Said Didu, Edy Mulyadi, dan Syafril Sofiyan, istilah State Corporate Crime (SCC) mencuat sebagai istilah untuk menggambarkan fenomena ini. SCC merujuk pada kejahatan korporasi yang memanfaatkan otoritas negara untuk mengalihkan aset rakyat menjadi keuntungan korporasi melalui proyek-proyek strategis.
Tokoh senior seperti Soeripto menegaskan pentingnya melawan SCC ini. Ironisnya, ada informasi bahwa sebuah partai oposisi selama sembilan tahun melarang anggotanya terlibat dalam advokasi melawan kejahatan korporasi di proyek PIK-2. Sikap ini menunjukkan kemunafikan, karena partai yang selama ini gencar mengkritik penguasa justru bungkam dalam isu yang menyangkut kepentingan rakyat.
Partai untuk Rakyat atau Kepentingan?
Ketika partai politik lebih sibuk menjaga kepentingan kelompok daripada membela rakyat, wajar jika kepercayaan publik terhadap mereka semakin tergerus. Kampanye politik yang penuh janji membela rakyat hanya menjadi angin lalu setelah pemilu usai. Saat rakyat membutuhkan dukungan, partai malah menjauh dan cuci tangan.
Padahal, suara partai dapat menjadi kekuatan besar untuk menekan pemerintah agar menghentikan proyek PIK-2 yang merugikan masyarakat. Alih-alih menjadi wakil rakyat, sebagian besar partai justru lebih memilih diam demi menjaga relasi dengan pihak-pihak berkepentingan.
Hukuman dari Rakyat
Rakyat bukanlah pihak yang bodoh. Ketika partai terus abai terhadap penderitaan rakyat, mereka akan menuai konsekuensinya. Pada akhirnya, rakyat akan memberikan hukuman politik dengan menarik dukungan mereka. Waktunya akan tiba, saat rakyat menyadari bahwa partai seperti ini tidak layak mendapatkan kepercayaan mereka.
Proyek PIK-2 adalah cerminan nyata bagaimana kepentingan korporasi dan negara sering kali mengabaikan hak-hak rakyat. Kini, rakyat Banten menunggu keberanian para politisi untuk benar-benar menjadi wakil mereka, bukan sekadar alat dari korporasi dan kekuasaan.
0 Komentar