Oleh: Nani Sumarni
Aktivis Muslimah
Maraknya peredaran Minuman Keras (Miras) dikalangan masyarakat semakin meluas di Indonesia khususnya Kabupaten Bandung. Miras merupakan minuman yang mengandung alkohol. Dengan rasa yang banyak menimbulkan kesenangan semu. Minuman ini berhasil menjadi gaya hidup di Indonesia khususnya di Kabupaten Bandung.
Sebagaimana dilansir dari ayobandung.com pada 20 Desember 2024. Miras di Kabupaten Bandung masih banyak dijual, ini akibat dari lemahnya hukum Peraturan Daerah (Perda) setempat. Bagaimana bisa menimbulkan efek jera, setiap penjual yang terkena razia hanya mendapatkan satu sanksi saja apakah denda atau kurungan. Kebanyakan penjual hanya membayar denda kemudian kasus pun selesai. Setelah itu mereka kembali menjual minuman haram tersebut.
Miras Merajalela Akibat Sistem Kapitalisme Liberal
Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Kabupaten Bandung, mengemukakan menjelang libur natal dan tahun baru (Nataru) kali ini, Polresta Bandung melakukan razia dan memusnahkan barang bukti sebanyak 11.500 botol miras, 15.000 butir obat-obataan dan 900 knalpot brong hasil dari operasi pekat selama dua bulan terakhir menjelang natal dan tahun kemarin. Diharapkan dengan adanya operasi bisa meminimalisasi pesta miras saat perayaan natal dan tahun baru khususnya oleh remaja di Kabupaten Bandung.
Peredaran dan penjualan miras merupakan permasalahan sosial yang perlu mendapatkan perhatian serius semua pihak, baik pemerintah, tokoh masyarakat maupun individu pada umumnya, karena sangat membahayakan kesehatan jasmani maupun rohani bagi peminumnya dan bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, sosial dan seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Sungguh ironis, seharusnya negara melindungi masyarakat baik moral ataupun akal dari pengaruh minuman keras. Ini justru membiarkan miras beredar luas secara legal maupun ilegal. Padahal Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Seharusnya pemerintah mampu menjunjung tinggi ajaran Islam yang telah mengharamkan minuman beralkohol (khamr).
Ini akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberal yang menjadi salah satu alasan utama mengapa minuman beralkohol tetap beredar luas di masyarakat. Dalam ilmu ekonomi dikenal dengan kaidah, “Di mana ada permintaan, di sana ada penawaran”. Celakanya, dalam sistem ekonomi kapitalisme liberal ini, para pengusaha atau para pemilik modal akan berusaha memenuhi permintaan apa pun, termasuk miras (Khamr) yang jelas hukumnya haram serta berisiko membahayakan diri dan masyarakat. Demi meraup keuntungan besar, pabrik terus memproduksi dan mendistribusikan miras secara masif.
Di lain sisi, pemerintah mendapatkan keuntungan yang luar biasa dari pajak miras. Karena miras sebagai salah satu pemasukan negara. Wajar saja, jika kemudian minuman keras kerap dipromosikan sebagai daya tarik untuk wisatawan mancanegara. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa pemerintah belum sepenuhnya melarang minuman beralkohol di tempat-tempat wisata.
Padahal Allah ﷻ telah mengharamkan miras dalam QS Al-Maidah ayat 90:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Sungguh minuman keras, berjudi, berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Oleh karena itu, jauhilah semua itu agar kalian beruntung.”
Imam Al-Qurtubi juga menyatakan bahwa Allah ﷻ mengharamkan khamr karena dapat menghilangkan akal, merusak kehormatan, serta menyebabkan kezaliman dan penganiayaan terhadap diri sendiri dan orang lain. (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 6/288).
Dalam hukum Islam, tidak hanya mengkonsumsi khamr yang wajib dihukum. Namun, seperti halnya produsen, penjual, dan pengedarnya (kurir) juga wajib ditindak tegas. Dikarenakan, mereka termasuk sebagai dari pihak yang menyebarkan kejahatan (fasad fil ardh). Oleh sebab itu, mereka bisa dihukum berat sesuai dengan kondisi dan kebijaksanaan hakim. Menurut Ibnu Hajar al-Haitami rahimahulLâh, tindakan memproduksi, menjual, atau mengedarkan khamr juga termasuk dosa besar (Al-Haitami, Az-Zawâjir ‘an Iqtirâf al-Kabâ’ir, 1/218).
Maka dari itu permasalahan minuman alkohol ini membutuhkan penanganan yang komprehensif melibatkan masyarakat, pemerintah, dan hukum yang tegas. Islam telah memberikan panduan yang jelas dalam melindungi akal manusia, harta dan jiwa dengan melarang miras dan menerapkan sanksi tegas agar bisa berefek jera kepada para pelakunya.
Maka dari itu, perlu diupayakan penegakan syariat Islam secara total dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berakhlak.
Wallahualam Bissawab.
0 Komentar