PELAJARAN DARI KEHIDUPAN BANI ISRAIL DALAM AL-QUR'AN


Oleh: Rika Dwi Ningsih
Aktivis Dakwah

وَلَقَدْ بَوَّأْنَا بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ مُبَوَّاَ صِدْقٍ وَّرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ ۚفَمَا اخْتَلَفُوْا حَتّٰى جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ ۗاِنَّ رَبَّكَ يَقْضِيْ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ
Dan sungguh, Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezeki yang baik. Maka mereka tidak berselisih, kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memberi keputusan antara mereka pada hari Kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS. Yunus [10]: 93)

Surat Yunus ayat 93 memberikan pelajaran penting tentang karunia Allah kepada Bani Israil, serta bagaimana mereka menghadapi tantangan setelah mendapatkan nikmat tersebut. Setelah kisah kezaliman Fir’aun dan pengikutnya yang berakhir dengan kehancuran di Laut Merah, Allah memaparkan kisah Bani Israil yang menerima anugerah besar berupa tempat tinggal yang nyaman dan rezeki melimpah. Namun, nikmat ini tidak membuat mereka bebas dari perselisihan, terutama setelah mereka menerima pengetahuan melalui kitab Taurat.

Allah menjelaskan bahwa Bani Israil ditempatkan di negeri yang subur dan nyaman, yaitu Palestina. Negeri ini dikenal sebagai wilayah yang kaya akan hasil bumi, udara segar, dan lingkungan yang kondusif untuk kehidupan. Mereka diberi rezeki yang berlimpah, berupa hasil pertanian, peternakan, serta kekayaan dari daratan dan lautan seperti Laut Mati.

Hal ini juga disebutkan dalam ayat lain:

وَاَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِيْنَ كَانُوْا يُسْتَضْعَفُوْنَ مَشَارِقَ الْاَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِيْ بٰرَكْنَا فِيْهَاۗ
Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi.” (QS. Al-A’raf [7]: 137)

Pada awalnya, Bani Israil hidup rukun dan damai di negeri tersebut. Namun, seiring waktu, perselisihan mulai muncul, terutama setelah mereka menerima kitab Taurat.

Perselisihan di antara Bani Israil muncul bukan karena kurangnya pengetahuan, melainkan karena kedengkian, ambisi pribadi, dan kepentingan golongan. Allah menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ
Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 19)

Alih-alih menjadikan kitab Taurat sebagai pedoman hidup yang lurus, sebagian dari mereka memutarbalikkan ayat-ayatnya demi kepentingan pribadi atau kelompok. Firman Allah mengingatkan tentang perilaku mereka:

مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖ وَيَقُوْلُوْنَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَّرَاعِنَا لَيًّاۢ بِاَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى الدِّيْنِۗ وَلَوْ اَنَّهُمْ قَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَاَقْوَمَۙ وَلٰكِنْ لَّعَنَهُمُ اللّٰهُ بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan mereka berkata, “Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya.” Dan (mereka mengatakan pula), “Dengarlah,” sedang (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa pun. Dan (mereka mengatakan), “Raa‘ina” dengan memutar-balikkan lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami,” tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa [4]: 46)

Kisah ini mengajarkan umat Islam tentang pentingnya bersyukur atas nikmat Allah dan menggunakan ilmu untuk memperkuat persatuan, bukan untuk menimbulkan perpecahan. Ketika manusia diberikan rezeki dan ilmu, hal itu seharusnya menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki kehidupan, bukan sebaliknya.

Selain itu, ayat ini menegaskan bahwa Allah akan memberikan keputusan yang adil pada hari kiamat terhadap semua perselisihan yang terjadi di dunia. Hal ini memberikan pelajaran agar umat berusaha sebaik mungkin untuk hidup sesuai dengan tuntunan Allah dan tidak terjebak dalam ambisi duniawi.


Penutup

Surat Yunus ayat 93 mengingatkan kita bahwa nikmat Allah adalah ujian. Anugerah berupa tempat tinggal, rezeki, dan ilmu harus disyukuri dengan ketaatan kepada Allah. Perselisihan yang timbul akibat kedengkian dan ambisi hanya akan membawa kehancuran. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk mengambil pelajaran dari kisah ini, menjaga persatuan, dan menjadikan ilmu sebagai landasan untuk mendekatkan diri kepada Allah serta membangun kehidupan yang penuh keberkahan.

Posting Komentar

0 Komentar