Oleh: Alex Syahrudin
Penulis Lepas
Malam itu, seorang pencuri tertangkap basah saat mencoba mendongkel jendela rumah. Warga bersama pemilik rumah segera menyorotnya dengan senter dan berteriak, "Pencuri! Pencuri!" Namun, si pencuri beralibi bahwa dia hanya ingin membetulkan jendela yang terbuka dan merapikan paku yang hampir copot. Dalih tersebut tampak seperti upaya sia-sia untuk mengelak dari kesalahan yang sudah jelas terlihat.
Kisah tersebut adalah analogi yang tepat untuk menggambarkan kasus pemagaran laut sepanjang 30 km yang diklaim sebagai upaya swadaya warga untuk mencegah abrasi atau menghalau gelombang laut. Faktanya, dalih ini hanyalah logika "maling ketangkap basah," yang mencoba membenarkan sesuatu yang sudah jelas-jelas keliru.
Mengapa Alasan Swadaya Tidak Masuk Akal?
Ada beberapa alasan kuat yang membuktikan bahwa klaim ini tidak masuk akal:
- Biaya yang Tidak Mungkin Ditanggung Warga Pesisir
Pembuatan pagar laut sepanjang 30 km jelas memerlukan dana yang sangat besar, mencapai puluhan miliar rupiah. Warga pesisir, yang mayoritas bekerja sebagai nelayan, bahkan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mengumpulkan dana sebesar itu untuk proyek semacam ini mustahil dilakukan secara swadaya.
- Nelayan Justru Terganggu oleh Pagar Laut
Alih-alih membantu, keberadaan pagar laut ini justru menyulitkan akses dan mobilitas nelayan untuk melaut. Sulit dibayangkan para nelayan bersedia mengeluarkan uang untuk sesuatu yang justru menyusahkan mata pencaharian mereka sendiri.
- Tidak Efektif Mencegah Abrasi
Pagar dengan konstruksi bambu anyaman yang posisinya menjorok ke laut jelas tidak dirancang untuk mencegah abrasi, apalagi berfungsi sebagai pemecah ombak. Struktur seperti ini tidak relevan dengan tujuan yang diklaim, sehingga semakin memperkuat dugaan bahwa alasan tersebut hanyalah kedok.
- Tidak Ada Izin Resmi
Pagar ini dibangun tanpa izin resmi. Nelayan, yang kerap menghadapi tekanan dari aparat, tentu tidak akan berani membangun pagar sepanjang itu tanpa izin. Fakta bahwa pagar ini tetap berdiri menunjukkan adanya aktor kuat di balik proyek ini.
- Keberadaan Aparat Desa dan Pemerintahan
Pemerintah desa dan aparat setempat pasti menyadari keberadaan pagar ini. Jika benar pagar tersebut dibangun secara swadaya, keberadaannya tidak mungkin dibiarkan menjadi misteri dalam waktu yang lama.
Dalang di Balik Pemagaran Laut
Semua bukti mengarah pada kesimpulan bahwa pagar ini bukanlah hasil swadaya warga. Proyek ini diduga kuat terkait dengan kepentingan segelintir orang berkuasa, seperti Aguan dan rekan-rekannya (Ali Hanafiah Lijaya, Engcung, Memed, dan lainnya). Pagar ini adalah langkah awal (prakondisi) untuk mengokupasi laut dan bibir pantai guna direklamasi dan dimanfaatkan untuk produksi industri properti.
Fakta mencengangkan lainnya, di atas pagar ini telah diterbitkan sejumlah alas hak yang nantinya akan digunakan sebagai dalih untuk mereklamasi laut, dengan alasan mengembalikan daratan yang konon terkena abrasi.
Kesimpulan
Pemagaran laut sepanjang 30 km ini bukanlah upaya swadaya warga, melainkan agenda tersembunyi yang didalangi oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bisnis. Dalih mencegah abrasi hanyalah alibi yang digunakan untuk menutupi niat sebenarnya, yaitu reklamasi laut demi keuntungan pribadi.
Tindakan ini tidak hanya merugikan masyarakat pesisir, tetapi juga mencerminkan ketimpangan dalam pengelolaan sumber daya alam. Keberanian mengungkap kebenaran dan menolak tindakan ini adalah langkah penting untuk melindungi hak rakyat dan mencegah eksploitasi lebih lanjut.
0 Komentar