Oleh: Alex Syahrudin
Penulis Lepas
Indonesia dan Vietnam memiliki banyak kemiripan. Dari segi geografis, etnis, hingga sejarah penjajahan, kedua negara ini kerap dibandingkan. Bahkan, keduanya sama-sama menjadi incaran para investor global, seperti Nvidia dan Apple. Namun, Vietnam tampaknya lebih unggul, dengan investasi besar-besaran dari dua raksasa teknologi tersebut. Apa yang membuat Vietnam begitu menarik di mata investor?
Vietnam di Mata Nvidia dan Apple
Nvidia, perusahaan teknologi multinasional asal Amerika Serikat yang dikenal sebagai pelopor pengembangan kecerdasan buatan (AI), mengumumkan rencana membangun pusat penelitian dan pengembangan AI di Vietnam. Kesepakatan ini ditandatangani pada 5 November 2024 di Hanoi oleh CEO Nvidia, Jensen Wang, dan Perdana Menteri Vietnam, Pham Minh Chinh. Investasi Nvidia di Vietnam telah mencapai USD 250 juta (sekitar Rp3,9 triliun) dalam delapan tahun terakhir.
Sementara itu, Apple juga memperluas investasinya di Vietnam hingga USD 15,8 miliar (sekitar Rp258 triliun) pada 2024. Dengan menambah 8 mitra baru, total vendor Apple di Vietnam kini mencapai 35, menjadikan negara tersebut pusat pemasok terkemuka di Asia Tenggara dan keempat terbesar di dunia setelah Cina, Taiwan, dan Jepang. Sebaliknya, investasi Apple di Indonesia jauh lebih kecil, hanya mencapai USD 101 juta (sekitar Rp1,6 triliun).
Daya Tarik Vietnam
Vietnam dikenal memiliki regulasi bisnis yang lebih ramah dibandingkan Indonesia. Beberapa keunggulannya meliputi:
- Kemudahan Berbisnis: Tidak ada persyaratan modal minimal bagi investor asing, kecuali untuk usaha padat modal. Di Indonesia, persyaratan minimal investasi mencapai lebih dari Rp10 miliar, belum termasuk tanah dan bangunan.
- Pajak Rendah: Pajak penghasilan badan di Vietnam hanya 20%, lebih rendah dibandingkan Indonesia yang mencapai 22%.
- Efisiensi Modal: Rasio investasi modal terhadap hasil di Vietnam lebih baik. Pada 2019, rasio Vietnam tercatat 4,6, sementara Indonesia 6,6. Artinya, Vietnam lebih efisien dalam penggunaan modal untuk produksi.
Selain regulasi, Vietnam juga fokus meningkatkan layanan publik. Indeks kepuasan layanan administrasi publik (SIPAS) 2023 naik menjadi 82,66%, menunjukkan komitmen pemerintah untuk memprioritaskan kepuasan warga dan investor.
Lokasi Strategis dan Insentif Perdagangan
Letak geografis Vietnam yang berada di jalur pelayaran utama memberikan keuntungan besar dalam perdagangan global. Selain itu, Vietnam terlibat dalam perjanjian perdagangan besar seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) dan EU-Vietnam Free Trade Agreement, yang memberikan akses istimewa ke pasar global.
Biaya Produksi Kompetitif
Vietnam menawarkan biaya tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan Indonesia. Gaji pekerja di Vietnam berkisar antara USD 130-180 per bulan (sekitar Rp2-3 juta), lebih murah dibandingkan Indonesia yang mencapai USD 150-300 (sekitar Rp2,5-4 juta). Selain itu, sekitar 40% lulusan perguruan tinggi di Vietnam berasal dari jurusan sains dan teknik, mendukung kebutuhan industri berbasis teknologi.
Transformasi Ekonomi Vietnam
Vietnam telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang konsisten selama satu dekade terakhir. Dari negara agraris berpenghasilan rendah, Vietnam kini memiliki PDB sebesar USD 430 miliar pada 2023, dengan PDB per kapita mencapai USD 4.300. Total perdagangan impor-ekspor Vietnam hampir mencapai USD 700 miliar pada tahun yang sama, menjadikannya salah satu mitra dagang utama dunia.
Pelajaran untuk Indonesia
Indonesia sebenarnya memiliki potensi serupa, terutama dengan bonus demografi dan strategi seperti UU Cipta Kerja. Namun, implementasi regulasi yang sering mendapat protes, tingkat efisiensi modal yang rendah, dan biaya produksi yang lebih tinggi menjadi tantangan besar.
Vietnam menunjukkan bahwa keberhasilan menarik investor global tidak hanya bergantung pada potensi, tetapi juga pada eksekusi yang pragmatis dan efisien. Dengan regulasi yang ramah, insentif menarik, dan komitmen untuk meningkatkan layanan publik, Vietnam telah membuktikan diri sebagai "darling" investor global. Bisakah Indonesia menyusul? Hanya waktu yang akan menjawab.
0 Komentar