![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6z_RiJYcny6r80nmKhSTalFDw2LBaq2LxJA-oHv7haLrk5x3fnRXEwVpD5Xp4uphLyKRg7fjlYYG8Bu0NCMcnAMFSz8t_R1cgN-avXcqKQzGw2s0oCvxsgOA_BydSpBQ0kgl2t2DM1w7E24PAWgg1NV4PJhiwQ-xyRlgl66ZDV0B2gUrJetUlhDHg/s16000/Gudang-Opini-IKN.jpg)
Oleh: Rika Dwi Ningsih
Penulis Lepas
Proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menjadi sorotan. Pemerintah menjanjikan proyek tersebut akan menjadi simbol kemajuan Indonesia, namun kenyataannya menghadapi kendala serius. Angka-angka terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar investor swasta yang telah mengadakan upacara peletakan batu pertama (groundbreaking) tidak bersedia melanjutkan pembangunan, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa proyek ambisius tersebut dapat terhenti di tengah jalan.
Ketidaktepatan Target dan Komitmen yang Dipertanyakan
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, secara terbuka mengakui lambannya progres pembangunan proyek swasta di IKN. Meskipun groundbreaking proyek dilakukan dalam jumlah besar, pembangunan yang diteruskan masih sangat minim. Fakta ini menunjukkan adanya masalah mendasar dalam komitmen investor yang seharusnya menjadi tulang punggung pendanaan megaproyek ini.
Sejak awal, pemerintah berjanji bahwa 80 persen dana IKN akan berasal dari investasi swasta, sementara APBN hanya menanggung 20 persen. Namun, realitasnya berbeda. Dari total anggaran yang sudah terserap sebesar Rp147,41 triliun, sebagian besar (Rp89 triliun) berasal dari APBN. Sementara itu, kontribusi swasta hanya Rp58,41 triliun, jauh dari target Rp100 triliun pada tahun lalu. Ketidaksesuaian ini semakin mempertegas adanya keraguan di kalangan investor terhadap kelanjutan dan keuntungan proyek ini.
Masalah Kepastian dan Risiko Tinggi
Menurut analis Ronny Sasmita, sikap investor yang menunda pembangunan merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap proyek ini. Pemerintah dinilai gagal memberikan jaminan kepastian, baik dalam hal kelangsungan proyek maupun potensi keuntungan jangka panjang. Tanpa kejelasan ini, masuk akal jika investor memilih menunggu atau bahkan menarik diri, mengingat risiko besar yang harus mereka tanggung.
Sebagai contoh, pembangunan akses jalan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) sepanjang 65 kilometer baru mencapai 40 persen, dengan kekurangan anggaran Rp3,6 triliun. Meski pemerintah menjanjikan relaksasi anggaran untuk menutupi kekurangan ini, ketergantungan berlebihan pada APBN justru mencerminkan lemahnya daya tarik proyek ini bagi swasta.
Seremoni Tanpa Realisasi
Sejak groundbreaking perdana pada 2023 hingga tahap kedelapan, proyek IKN sering dihiasi seremoni besar dengan janji-janji investasi di berbagai sektor, mulai dari perhotelan hingga teknologi. Namun, kenyataannya, banyak dari proyek ini hanya berhenti di atas kertas. Hal ini menimbulkan kesan bahwa proyek IKN lebih mengedepankan pencitraan ketimbang implementasi nyata.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menilai bahwa kondisi ini diperburuk oleh target pembangunan yang tidak realistis dan biaya tinggi yang ditanggung investor. Jika situasi ini terus dibiarkan, besar kemungkinan proyek IKN akan berujung mangkrak, meninggalkan beban anggaran yang semakin berat bagi pemerintah.
Evaluasi Mendalam Sebagai Solusi
Menghadapi situasi ini, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan untuk meninjau ulang komitmen para investor. Langkah ini penting, tetapi tidak cukup. Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberlanjutan proyek ini. Apakah proyek IKN benar-benar relevan dengan kebutuhan bangsa saat ini, atau justru menjadi beban baru yang menguras keuangan negara?
Seperti yang diungkapkan oleh Huda, evaluasi adalah langkah penting untuk menyelamatkan uang rakyat dari proyek yang berisiko tinggi ini. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa proyek IKN tidak layak diteruskan, maka keberanian untuk menghentikan proyek ini harus diambil demi kepentingan yang lebih besar.
Menghindari Pengulangan Kesalahan
Proyek IKN menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya perencanaan yang matang, transparansi, dan kepastian hukum dalam proyek-proyek besar. Ke depan, pemerintah harus lebih selektif dalam memilih proyek strategis dan mengutamakan manfaat nyata bagi rakyat ketimbang mengejar ambisi yang berujung pada pemborosan.
Megaproyek IKN, dengan segala masalahnya, adalah cermin dari tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam mewujudkan visi besar tanpa kehilangan arah. Jika tidak segera diperbaiki, IKN hanya akan menjadi monumen ambisi yang gagal, alih-alih menjadi kebanggaan bangsa.
0 Komentar