MAKAN BERGIZI GRATIS: SOLUSI ATAU IRONI?


Oleh: Rida Asnuryah
Penulis Lepas

"Gizi yang baik adalah investasi terbaik untuk kesehatan masa depan". Begitulah bunyi salah satu quote dari hari gizi nasional. Memang benar, pemenuhan gizi yang tepat akan menjadi fondasi untuk membangun generasi masa depan yang sehat nan kuat. Berbicara mengenai pemenuhan gizi, belakangan ini Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah mulai digulirkan. Tujuan mulia di balik program ini, yaitu untuk meningkatkan pemenuhan gizi bagi generasi dan pencegahan atas stunting, membuat masyarakat menyambut program tersebut penuh kegembiraan.

Namun, nampaknya masih banyak lembaga pendidikan di berbagai sudut Nusantara yang belum terjamah oleh program ini. Di sisi lain, lembaga pendidikan yang sudah terjamah program MBG pun acap kali dibuat menganga, dikarenakan kualitas makanan yang disajikan dinilai kurang layak. Tentulah kekecewaan mulai menumpuk di benak masyarakat. Karena hal inilah, Presiden Prabowo Subianto disebut "Gelisah".

Rupanya, permasalahan dalam pelaksanaan Program MBG tak terlepas dari keterbatasan anggaran, yang karena keterbatasan ini pula sempat muncul ide untuk mengalokasikan dana zakat untuk program ini. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana mengungkapkan butuh anggaran mencapai Rp 100 triliun untuk memberi makan gratis ke 82,9 juta penerima manfaat. Hal ini diungkapkannya, usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto bersama beberapa Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jumat (17/1/2025).

Dalam rapat yang dibahas terkait dengan Program MBG. Ia menerangkan untuk anggaran program MBG yang ditetapkan dalam APBN itu mencapai Rp 71 triliun. Dari dana itu hanya cukup untuk memberikan makan bergizi sebanyak 15 - 17,5 juta penerima manfaat. Atas alasan ini pula, pemerintah daerah akhirnya terlibat dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Diperkirakan kontribusi daerah mencapai Rp5 triliun. (cnbcindonesia.com, 17-1-2025)

Apabila menilik rentetan peristiwa tersebut, dapat kita lihat bahwa kebijakan MBG menimbulkan banyak masalah, mulai dari pendanaan, makanan tidak berkualitas/membahayakan, dll. Hal ini menunjukkan negara kurang kompeten mengurus rakyat. Kebijakan ini juga bukan solusi tepat, sebab tidak menyentuh akar masalah banyaknya generasi yang belum terpenuhi kebutuhan gizinya dan tingginya kasus stunting.

Sesungguhnya, stunting dan gizi buruk adalah persoalan cabang akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tidak terpenuhi karena pendapatan rakyat lebih rendah dibandingkan pengeluaran. Kondisi rakyat saat ini besar pasak daripada tiang karena pendapatan kecil, bahkan nihil. Sementara itu, pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup kian meninggi. Jika kondisi ini terjadi secara berkelanjutan, angka kemiskinan bisa meningkat sehingga memengaruhi tingkat stunting dan gizi buruk. Jika ditinjau dari sisi gizi, sebenarnya masalahnya bukan program makan bergizi gratisnya, melainkan kemiskinan yang menghalangi terbentuknya generasi sehat dan kuat.

Lebih jauh lagi, program MBG sejatinya bukan didedikasikan untuk kepentingan rakyat, tapi proyek pencitraan yang ujung-ujungnya membebani rakyat. Salah satunya dengan menaikkan tarif PPN (yang dijadikan sumber dana program MBG), di saat kehidupan rakyat sudah sangat sulit. Nampak jelas pula jika kebijakan ini belum direncanakan secara matang, seolah hanya alat kampanye untuk menarik suara rakyat. Dan terbukti justru menguntungkan korporasi. Makin nyata program ini sebagai program populis. Sungguh ironi yang nyata.


Solusi Pasti

Berbeda dengan kondisi saat ini, Negara dalam Islam akan menjamin kebutuhan gizi generasi dengan mekanisme yang mantap sesuai syariat Islam, sehingga tak akan terjadi stunting dan semua rakyat terpenuhi kebutuhan gizinya.

Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang luas, sehingga masyarakat mampu mengonsumsi pangan bernutrisi, lalu membangun kedaulatan pangan di bawah departemen kemaslahatan umum. Departemen ini akan menjaga kualitas pangan di tengah masyarakat. Khilafah akan melibatkan para pakar dalam membuat kebijakan terkait, baik untuk pemenuhan gizi, pencegahan stunting maupun dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Mewujudkan Negara kuat dan generasi yang hebat memang membutuhkan usaha yang optimal juga dana yang besar.


Lantas Bagaimana Cara Negara Islam Mendanainya?

Daulah Islam memiliki dana besar dari sumber yang beragam, semuanya akan dikelola Baitulmal untuk seoptimal mungkin digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Sumber Anggaran Negara Islam antara lain:

Pertama, bagian fai dan kharaj yang meliputi ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, status tanah, jizyah, dan dlaribah (pajak).

Kedua, kepemilikan umum meliputi tambang minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, serta aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus, semisal sarana publik seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, dan lainnya.

Ketiga, zakat yang disusun berdasarkan jenis harta zakat, yaitu zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah- buahan, serta zakat hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).

Dengan mekanisme ini, negara tidak akan kebingungan menjalankan program dan kebijakan untuk rakyat karena penguasa melakukan fungsinya sebagai raa'in dengan sangat baik. Sistem Islam kaffah tidak akan membiarkan generasi memiliki fisik dan psikis lemah.

Dari Abu Hurairah ra., Nabi ﷺ bersabda :

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ
"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan." [HR Muslim No. 2664]

Demikian lah, Negara Islam amat rinci dan pasti menyusun dan menjalankan semua kebijakannya dalam mengurus rakyat, dengan pengurusan berkualitas terbaik.

Wallahu A'lam...

Posting Komentar

0 Komentar