LAGI-LAGI PEMBULLYAN MENCORENG WAJAH DUNIA PENDIDIKAN


Oleh: Tety Kurniawati
Penulis Lepas

Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai tindakan guru sekolah dasar (SD) yang meminta siswanya duduk di lantai karena menunggak biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan. Meski sekolah swasta memiliki kebijakan mandiri dalam pengelolaan keuangannya, menurutnya tetap ada batasan yang harus dijaga agar tindakan mereka tidak mencederai hak-hak siswa (Kompas.com, 12/02/2025).


Sisi Kelam Dunia Pendidikan

Harus diakui bahwa fenomena bullying merupakan sisi kelam dari dunia pendidikan. Keberadaannya tidak hanya meresahkan, namun perlu untuk segera dihentikan. Upaya pencegahan perlu dilakukan, agar tak terus berulang. Apalagi hingga memakan korban. Termasuk mengembalikan fungsi instansi pendidikan sebagai tempat yang aman untuk menuntut ilmu dan mempersiapkan generasi unggulan di masa depan.

Pencegahan perundungan ini penting, artinya bagi terciptanya lingkungan sekolah yang aman, harmonis, dan menyenangkan bagi semua siswa. Perundungan dapat memiliki dampak negatif jangka panjang pada kesejahteraan mental dan emosional korban. Selain itu, hal ini juga dapat menyebabkan terganggunya proses belajar dan mengajar di sekolah. Dengan menerapkan strategi pencegahan yang efektif, harapannya insiden bullying dapat terminimalisir dan menciptakan lingkungan sekolah yang lebih positif.

Sayangnya, bak pagar makan tanaman. Guru yang harusnya menanamkan nilai-nilai luhur kehidupan. Justru menjadi contoh buruk hadirnya bullying di instansi pendidikan. Sungguh, perilaku yang tak patut dibanggakan. Meski bertujuan mengajarkan kedisiplinan. Pendidik tak selayaknya melakukan tindakan yang melanggar norma dan moral. Apalagi jika alasannya hanya sebatas SPP yang telat dibayarkan. Toleransi dan empati harusnya dikedepankan. Selaku pendidik, guru harusnya menjadi sebaik-baik teladan. Bukan malah menjadikan kesalahan anak didik sebaga alasan atas bullying yang dilakukan. Hal ini tentunya merupakan noda yang mencoreng marwah dunia pendidikan.


Kapitalisme Menyuburkan Bullying

Pendidikan semestinya menjadi hak setiap warga negara. Namun sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini telah meminimalisir peran nyata negara dalam mengurusnya. Kurangnya sarana pendidikan dan keterlibatan pihak swasta yang berorientasi pada keuntungan, menjadi bukti tak terbantahkan atasnya. Kapitalisasi pendidikan meniscayakan pendidikan sebagai ladang bisnis dibanding sarana pencerdasan anak bangsa. Wajar jika muncul anggapan, "pendidikan hanya diperuntukkan bagi mereka yang ber-uang saja".

Sementara, orientasi sistem kapitalisme yang bersandar pada pencapaian materi semata. Telah mengubah pandangan masyarakat terhadap guru. Dari pahlawan tanpa tanda jasa menjadi sekedar profesi belaka. Kondisi ini mau tidak mau akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan yang ada. Berkolerasi terhadap peningkatan motivasi dan fokus tenaga pendidik dalam mencerdaskan generasi. Saat pembayaran lancar siswa disayang, kala tidak ia seolah berhak diperlakukan sewenang-wenang.

Dilain sisi, sekulerisme yang menjadi landasan sistem ini, telah engeliminir peran agama dalam mengatur kehidupan. Sebaliknya, akal manusia dianggap mampu menyelesaikan semua persoalan. Lahirlah kemudian atasnya berbagai jenis kebebasan bertingkah laku. Hal ini tak terkecuali menimpa para guru. Sebagai pendidik mereka merasa memiliki kebebasan menerapkan aturan kedisiplinan kepada anak didik sesuai selera dan keinginan. Alhasil penggunaan kekuasaan guru yang mengintimidasi kepada siswa menjadi hal yang niscaya. Bullying pun terus berulang dan tiada habisnya, tumbuh subur bak gulma di musim penghujan keberadaannya. Sebab sistem yang ada mendukung tumbuh kembangnya.


Solusi Islam

Islam menetapkan bahwa penyelenggaraan pendidikan menjadi kewajiban negara. Layanan publik tersebut merupakan layanan yang ditanggung langsung oleh negara. Keberadaannya berlaku gratis untuk semua siswa. Baik miskin maupun kaya, baik cerdas maupun tidak, tidak ada diskriminasi atasnya

Islam memiliki mekanisme untuk menjamin ketersediaan layanan publik tersebut dengan sumber dana kuat sesuai aturan syariat. Sumber-sumber pemasukan negara dari sektor kepemilikan umum, seperti hasil pengolahan sumber daya alam akan lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan dana bagi layanan pendidikan terbaik. Mulai dari infrastruktur, Sarana dan prasarana penunjang pendidikan, memastikan kualitas kelayakan pendidik sebelum mengajar anak didik hingga riset dan pengembangan sistem pendidikan. Termasuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya yang menjaga kemaslahatan umat.

Dengan layanan pendidikan sesuai aturan Islam, tidak akan ada kasus siswa yang dihukum terkait keterlambatan pembayaran biaya partisipasi pendidikan. Setiap warga negara berhak mengenyam pendidikan setinggi-tingginya tanpa mengkhawatirkan persoalan biaya. Keberadaan generasi unggul pencetak peradaban gemilang menjadi hal yang niscaya.

Wallahu a'lam bishawwab.

Posting Komentar

0 Komentar