![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2iINmGIvgzcqCOCtS4r63EzplPsYkmqS2tlub6Ncat97zbBV0dpCNZ6rfHJknRXb1LlFVOBcGaX9vkIXXtpq6b9de4QprNtz-7cTz7WIjfQJu9_HITsrSEXBOu6iQuE5UP6ifb5hYnGDD0ixv7DGXrhvpDgI_yUNAckv4TxxI818xbUdOtWWnSt41/s16000/Gudang-Opini-MBG.jpg)
Oleh: Lathifa Rohmani
Muslimah Peduli Umat
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah baru-baru ini menjadi sorotan publik. Program ini digadang-gadang sebagai upaya untuk menekan angka stunting yang masih tinggi di Indonesia. Namun, realitas di lapangan menunjukkan banyak kendala serius yang menggambarkan minimnya perencanaan matang dari pihak pemerintah.
Salah satu persoalan utama adalah pendanaan. Presiden saat ini, Prabowo Subianto, yang menjadi inisiator program ini, menyatakan bahwa anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp100 triliun. Hingga kini, dana tersebut belum sepenuhnya tersedia, sehingga program belum bisa menyentuh seluruh sasaran yang diharapkan. Bahkan, daerah hanya mampu menyumbang Rp5 triliun untuk mendukung program tersebut (CNBC Indonesia, 17 Januari 2025). Kurangnya pendanaan ini menjadi penghambat utama dalam menjamin keberlangsungan program MBG.
Selain pendanaan, kualitas makanan dalam program MBG juga menjadi perhatian. Beberapa laporan menyebutkan bahwa makanan yang disediakan dalam program ini dinilai tidak memenuhi standar gizi atau bahkan berisiko membahayakan kesehatan penerima manfaat. Pemerintah berjanji akan memperketat pengawasan terhadap kualitas makanan, tetapi hal ini belum terlihat implementasinya secara nyata (Tirto.id, 17 Januari 2025). Kualitas makanan yang buruk ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan pengawasan dari pemerintah dalam memastikan program berjalan dengan baik.
Kegagalan Sistem Kapitalisme dalam Menjamin Kebutuhan Gizi Generasi
Program MBG juga menuai kritik karena dianggap tidak menyentuh akar persoalan stunting di Indonesia. Penyebab utama stunting adalah ketidakmampuan masyarakat, terutama yang berada di lapisan ekonomi bawah, untuk memenuhi kebutuhan gizi dasar akibat tingginya harga pangan dan kurangnya akses terhadap bahan makanan bergizi. Namun, MBG justru difokuskan pada penyediaan makanan siap saji yang tidak menyelesaikan akar masalah tersebut.
Bahkan, program ini diduga hanya sebagai proyek pencitraan politik yang bertujuan menarik simpati rakyat selepas pemilu. Program populis seperti ini tidak hanya gagal menyelesaikan persoalan secara sistemik, tetapi juga berpotensi membebani anggaran negara. Lebih jauh, kebijakan ini dianggap lebih menguntungkan pihak korporasi yang terlibat dalam pengadaan bahan makanan dibandingkan memberikan dampak signifikan bagi rakyat miskin. Sejumlah pihak menyebutkan bahwa program ini lebih tampak sebagai alat kampanye ketimbang langkah nyata untuk mengatasi masalah stunting.
Ketua DPD RI bahkan mengusulkan penggunaan dana hasil kejahatan korupsi untuk mendukung program ini. Sebelumnya, ia juga menyarankan penggunaan dana zakat sebagai alternatif pembiayaan. Meski tampaknya solutif, ide-ide ini justru menyoroti ketidakmampuan negara menyediakan anggaran memadai untuk program yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara (Viva.co.id, 17 Januari 2025).
Kebijakan MBG sejatinya adalah cerminan dari kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Dalam sistem ini, negara sering kali abai terhadap kebutuhan dasar rakyat, termasuk pemenuhan gizi yang layak. Stunting adalah masalah struktural yang muncul akibat lemahnya sistem ekonomi dan kebijakan sosial yang tidak berpihak pada rakyat.
Dalam sistem kapitalisme, pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan sering kali diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini menyebabkan harga pangan tinggi dan sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Di sisi lain, anggaran negara lebih banyak dialokasikan untuk proyek-proyek yang menghasilkan keuntungan ekonomi jangka pendek, seperti infrastruktur, daripada untuk kebutuhan dasar rakyat. Akibatnya, rakyat kecil semakin terpinggirkan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi mereka secara mandiri.
Program-program populis seperti MBG hanya menjadi solusi tambal sulam yang tidak menyelesaikan persoalan mendasar. Pendekatan seperti ini hanya menambah beban anggaran tanpa memberikan dampak jangka panjang yang signifikan. Terlebih lagi, dalam kapitalisme, kebijakan semacam ini sering kali digunakan sebagai alat politik untuk memperkuat citra pemerintah di mata rakyat.
Sistem Pemerintah Islam Menjamin Pemenuhan Gizi
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memberikan solusi komprehensif untuk mengatasi masalah stunting dan kekurangan gizi. Dalam sistem Islam, negara memikul tanggung jawab penuh sebagai pelayan rakyat (raa'in) untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh warganya, termasuk kebutuhan pangan.
Islam mengatur bahwa sumber daya alam seperti tanah, air, dan tambang merupakan milik umat. Negara bertindak sebagai pengelola untuk memastikan hasilnya digunakan demi kemaslahatan rakyat, bukan individu atau korporasi. Dengan pengelolaan yang amanah, hasil dari sumber daya alam ini dapat menjadi sumber utama pendanaan negara tanpa harus mengandalkan pajak atau utang yang membebani rakyat.
Distribusi pangan dalam sistem Islam dirancang agar adil dan merata. Negara memastikan bahan pangan tersedia dengan harga yang terjangkau di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil. Selain itu, bagi masyarakat yang tidak mampu, negara menyediakan bantuan langsung berupa uang atau bahan pangan. Pendekatan ini menciptakan jaminan sosial yang kuat sehingga tidak ada rakyat yang tertinggal, terutama anak-anak yang rentan terhadap stunting.
Kesadaran keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi anak-anak juga menjadi fokus. Edukasi tentang pentingnya gizi diberikan secara luas agar orang tua memiliki pemahaman yang baik tentang cara menjaga kesehatan dan perkembangan anak. Hal ini diperkuat dengan kebijakan negara yang mendukung akses mudah terhadap layanan kesehatan dan pangan bergizi.
Dengan sistem pemerintahan Islam, masalah stunting tidak hanya dicegah tetapi juga dihapus dari akar masalahnya. Sistem Islam memberikan solusi struktural yang tidak bergantung pada proyek populis atau politik, tetapi pada prinsip keadilan dan kesejahteraan yang holistik.
Khatimah
Program MBG yang dicanangkan pemerintah menunjukkan berbagai kelemahan, mulai dari pendanaan, kualitas makanan, hingga sasaran kebijakan. Program ini tidak menyentuh akar masalah stunting dan justru berpotensi menjadi alat politik populis yang tidak memberikan solusi jangka panjang.
Masalah ini menjadi bukti nyata dari kegagalan sistem kapitalisme dalam menjamin kebutuhan dasar rakyat. Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan solusi mendasar yang hanya dapat diwujudkan melalui penerapan sistem Islam. Dengan menjadikan negara sebagai pelayan rakyat yang bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan gizi, Islam mampu memberikan solusi komprehensif dan berkelanjutan bagi masalah stunting.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
0 Komentar