Oleh: Rika Dwi Ningsih
Aktivis Dakwah
Setiap tahun, menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, diskusi tentang toleransi beragama kembali menjadi perhatian utama. Meskipun beberapa orang mungkin merasa bosan karena isu ini terus diulang, kenyataannya diskusi ini tetap relevan. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk meluruskan pemahaman masyarakat terkait toleransi, terutama dalam konteks hubungan antaragama.
Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, misalnya, mengajak masyarakat untuk menjaga keharmonisan antarumat beragama menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2024/2025. Ajakan serupa juga disuarakan oleh pemerintah daerah, seperti Pemkot Surabaya, yang memastikan pengamanan tempat ibadah selama perayaan ini. Namun, di balik seruan tersebut, terdapat persoalan mendasar yang perlu ditelaah lebih dalam, yakni bagaimana memahami toleransi dalam perspektif Islam yang benar.
Toleransi Versus Sinkretisme
Dalam Islam, toleransi berarti menghormati keyakinan agama lain tanpa mencampuradukkan ritual atau ibadah. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surah Al-Kafirun ayat 6:
Ù„َÙƒُÙ…ْ دِÙŠْÙ†ُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙŠَ دِÙŠْÙ†ِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa toleransi sering disalahartikan. Umat Islam didorong untuk mengucapkan selamat Natal, bahkan terlibat dalam prosesi keagamaan yang bukan bagian dari keyakinannya. Padahal, tindakan seperti ini tidak sesuai dengan prinsip Islam. Allah ï·» dengan tegas menyatakan dalam surah Al-Ikhlas bahwa Dia adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak beranak, dan tidak diperanakkan.
Ù„َÙ…ْ ÙŠَÙ„ِدْ ÙˆَÙ„َÙ…ْ ÙŠُÙˆْÙ„َدْۙ
“(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlas [112]: 3)
Mengucapkan selamat Natal, yang secara implisit mengakui konsep bahwa Allah memiliki anak, bertentangan dengan inti tauhid dalam Islam. Jika ucapan semacam itu saja tidak diperbolehkan, apalagi jika melibatkan kehadiran fisik di tempat ibadah agama lain atau ikut serta dalam prosesi keagamaan mereka.
Peran Negara dalam Menjaga Akidah Umat
Masalah utama dari kekeliruan ini adalah lemahnya peran negara dalam melindungi akidah umat. Dalam sistem sekuler yang mengedepankan kebebasan tanpa batas, negara justru sering mempromosikan sinkretisme agama. Kampanye moderasi beragama yang masif hanya memperparah pendangkalan pemahaman akidah umat Islam.
Negara seharusnya bertindak sebagai pelindung akidah umat. Dalam Islam, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menjelaskan batas-batas interaksi dengan agama lain. Hal ini bisa dilakukan melalui lembaga seperti kadi hisbah, yang bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat tentang hukum Islam terkait perayaan agama lain.
Dengan pendekatan ini, umat akan memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam konteks toleransi. Misalnya, umat perlu mengetahui hukum menghadiri misa, mengenakan atribut keagamaan non-Islam, atau bahkan sekadar mengucapkan selamat Natal.
Membangun Keimanan yang Kuat
Kebutuhan akan seruan dakwah yang meluruskan pemahaman umat menjadi semakin mendesak. Setiap akhir tahun, umat Islam perlu diingatkan untuk menjaga keimanan dan ketaatan kepada Allah ï·». Tanpa panduan yang jelas, umat mudah tergelincir dalam praktik yang bertentangan dengan syariat.
Para dai dan ulama memiliki peran penting dalam mengingatkan umat agar tidak terjebak dalam pencampuradukkan agama. Dakwah harus terus dilakukan untuk memperkokoh akidah umat, sehingga mereka mampu menghadapi tantangan globalisasi pemikiran yang sering kali bertentangan dengan ajaran Islam.
Kesimpulan
Toleransi sejati bukanlah mencampuradukkan keyakinan, melainkan menghormati perbedaan agama dengan tetap menjaga kemurnian akidah. Islam memiliki aturan yang jelas dalam berinteraksi dengan agama lain. Negara, sebagai penjaga umat, seharusnya hadir untuk memberikan pemahaman yang benar dan melindungi masyarakat dari bahaya sinkretisme.
Di sinilah pentingnya dakwah sebagai penuntun umat untuk tetap berada di jalan yang lurus. Dakwah yang konsisten dan berkesinambungan akan menjadi tameng bagi umat Islam agar tetap kokoh dalam keimanan dan ketaatan kepada Allah ï·», sehingga membawa keselamatan baik di dunia maupun di akhirat.
0 Komentar